Malam semakin larut, sunyi dan hening perlahan menghampiri.
Resah dan rindu menjadi satu.
Hati semakin lara karena terkoyak rindu.
Farhan masih larut dalam kemelut rasa yang tak berujung.
Ia masih terlihat menikmati malam di kursi taman belakang rumah nya.
Sania berkali-kali menguap di depan mertua dan iparnya. Matanya kini tak mampu ia paksa untuk terbuka.
Ia pun pamit untuk beristirahat. "Mah, Han, Sania mau tidur dulu, ya. Mata Sania udah nggak kuat melek."
"Iya, Kak. Makasih ya, udah mau nemenin Farhan disini. Mama juga, kalau udah ngantuk istirahat sana," ucap Farhan.
"Mama masih pengen disini juga, Han. Mata mama belum ngantuk. Biar Sania aja yang istirahat dulu, soalnya dia kan lagi hamil," ucap sang ibu.
"Iya, Kak. Kak Sania istirahat dulu aja."
"Oke, Han. Sania kekamar dulu, ya." Sania menghentikan kakinya menjauhi keduanya.
Nyonya Rahardjo memandangi wajah sang anak yang terlihat belum sepenuhnya sembuh dari luka.
"Han, mama mau tanya boleh ya."