Kerajaan Extier menjadi kerajaan terpusat dan terpandang dari segala kerajaan yang berada dalam kekuasaannya. 90% masyarakat kerajaannya hidup sejahtera karena limpahnya sumber daya.
Di balik kerajaan yang sejahtera, ada Sang Kaisar yang memimpin. Sang Kaisar keturunan ke-3 yang memiliki perbedaan sendiri yaitu mata dari yang lain. Sang Kaisar tidak menunjukan wajahnya di depan masyarakat bahkan tidak pernah hadir pada pembahasan sosial-politik dalam kerajaan, Sang Kaisar lebih memfokuskan perluasan wilayah kerajaan. Para bangsawan mengakui kehebatan Sang Kaisar dalam menguasai kerajaan-kerajaan kecil. Masyarakat kerajaan bahkan mengakui ketampanan walau belum pernah wajah Sang Kaisar.
Menurut cerita sejarah, Sang Kaisar memimpin kerajaan sejak berumur 10 tahun hidup menyendiri dalam kerajaan. Sang Kaisar menjadi berdarah dingin lantaran tidak terima kenyataan bahwa Ayahanda dan Ibunda telah meninggal di bunuh oleh pelayan kerajaan sendiri, dan sekarang pelayan tersebut sudah mati di gantung dalam keadaan sayat yang di buat oleh Kaisar sendiri bersama pelayan lain yang bekerja sama membunuh kedua orang tua nya.
"Apa dia terlalu psikopat?" Komentar Karra mulai memasukan keripik kentang ke dalam mulut sambil mengscrool membaca pada halaman selanjutnya.
Sang Kaisar yang sudah dewasa itu menjadi bucin dengan Sang Ratu dari kerajaan Magnae ketika berperang di laut hitam dan akhirnya memutuskan untuk menikah. Hal itu menjadi kabar gembira bagi para bangsawan.
"Cerita romansa di bungkus cerita sejarah." Karra mendecih, "tidak ada bedanya dengan novel." Sarkasnya.
Karra terus berkomentar pedas dan meledek Sang Kaisar mendadak jatuh cinta pada Sang Ratu pada saat berperang di laut hitam.
"Tidak salah tempat kah benih-benih cinta itu hadir?" Ledek Karra tidak berhenti-berhenti.
Karra menguap kecil, cerita sejarah telah habis di baca. Melirik jam yang jarumnya berhenti di 3, yang artinya jam 3 subuh. "Kurang tidur bisa mati aku." Keluhnya lalu menarik selimut menutupi badannya.
Ponselnya berdering, Karra menggerutu kesal. "...."
"Kasus pembunuhan. Lagi-lagi di gedung tua"
Karra merenggangkan badannya, "Dimana? Share lokasinya aku langsung ke sana."
"Jangan berjalan sendiri Karra!"
"Cepat kirim lokasinya!" Titah Karra
"Akan ku kirimkan, pastikan kau tidak pergi mendahului tim."
"Hm."
Karra mencuci muka, meneguk susu segelas agar tidak kehabisan darah, dan tidak lupa menulis notes untuk Hanna-ibu angkatnya yang di tempelkan pada pintu kulkas. Karra tau resiko mencari pelaku pembunuhan akan berakhir dengan darah. Namun apa boleh buat? Itu adalah tugasnya. Menyelesaikan misinya agar Karra cepat pulang dan tidur nyenyak.
Mengendarai motor miliknya membelah kota Wanley, menuju desa terpencil di ujung utara Wanley. Berbekal nekat, Karra menghentikan mesin motornya dan mendorong pelan menuju pohon rimbun untuk menyembunyikan kendaraan di depan lokasi gedung tua yang sudah Miller-Ketua tim share.
Mulai mengaktifkan earphone yang terhubung pada tim. "Aku sudah berada di lokasi."
"Jangan tinggalkan tim!" Cegat Miller.
Karra menghela nafas kasar, "kalian terlalu lelet. Kalian datang disaat korban sudah mati." Sindirnya.
"Hm. Kami datang dengan mobil, sedang dalam perjalanan. Kau jangan bergerak dulu."
Karra menatap cepat ke arah atas dimana sebuah kaca pecah dan kursi kayu terjatuh di tanah dengan hancur. "Korban benar-benar di ancam mati. Aku bergerak."
"Karra!"
"Karra!"
Karra benar-benar bergerak memasuki gedung tua bertingkat dua. Lampu besar dengan cahaya yang temaram menjadi objek pertama yang Karra lihat, sedikit memanjat pada sofa, Karra mendapat sebuah granat yang tersembunyi di balik lampu besar itu. Dengan waspada, Karra menjinakkan garanat dan membuang pada tempat sampah dan mulai mengeluarkan pisau lipatnya sambil berjalan tidak menimbulkan suara.
Salah satu penjaga di ruang besar sedang duduk menonton pada televisi, Karra menggenggam erat pisau lipat berjalan tanpa menimbulkan suara dan menggunakan tekniknya menyerang dari belakang Karra berhasil menusuk pada jantung si penjaga itu dengan pisau lipatnya. Karra merobek secercah kain untuk membersihkan darah pada wajah dan pisaunya.
Karra memeriksa lagi granat pada penjahat itu, sofa dan belakang televisi, hasilnya tidak ada.
"Jika kalian sudah sampai, pastikan yang lain mengecek granat dan menjinakannya."
Miller menghela nafas "Kau sudah di dalam?"
"Cepatlah datang dan bantu aku!" Kesal Karra.
"Sedikit lagi kami sampai."
Karra mengumpat dalam hati, tim-nya selalu tidak cekatan pada kondisi seperti ini. Entah karena apa, Karra tidak tahu. Dengan cermat, Karra mengecek granat pada tiap anak tangga, dengan sigap Karra menaiki tangga yang tidak ada granat menuju lantai dua dimana korban berada.
Posisi kamar terletak di ujung sana dan terlihat gadis kira-kira berusia 16 tahun. Karra sudah merasa penjahat sedang bersembunyi di balik 3 pintu ruangan yang berbeda. Gadis itu berada pada pintu ketiga sedang merontak sambil menggelengkan kepala menyuruh Karra jangan mendekat. Karra justru menempelkan jari telunjuk pada bibir mengisyaratkan gadis itu untuk diam dan seolah berkata Karra dan gadis itu akan baik-baik saja.
Serangan dari pintu pertama yaitu dua orang dari belakang di tangkis Karra dengan menendang perut keduanya, memelintir tangan pria itu sampai berbunyi pertanda patah lalu menusuk pisau tepat pada jantung dan satunya lagi yang terjatuh Karra mengambil kesempatan untuk menendang aset pria itu menggunakan sepatu bot secara terus menerus tanpa ampun sampai pria itu tak berdaya di tempat.
Setelah selesai dengan kedua pria yang menjadi korban kebengisan Karra, satu pria muncul dari pintu kedua dengan menggunakan samurai. Karra mendecih pelan belum melakukan perlawanan sengaja menunggu, pria itu maju dan menyerang Karra namun sayang Karra menendang tangan pria itu dan samurai berada di tangan Karra.
Karra menyunggingkan senyum, "mantap, senjata bertambah." Dengan semangat Karra menusuk pisau pada
Menghembuskan nafas kasar, Karra kesal dengan tim-nya yang terlalu lambat. Pisau lipatnya sudah berada di sakunya, sengaja menyembunyikan samurai dibelakang punggungnya, Karra memantapkan diri untuk berjalan menuju gadis itu. Pergerakan Karra terhenti dengan sebuah pisau yang mendarat di lehernya.
"Bisa kau lepaskan pisau itu dari leher ku? Ayo kita bicara." Kata Karra.
Decihan pria itu terdengar, "apa kau ingin bernegosiasi? Apa kau keluarganya?"
"Ya."
Pria berkepala plontos itu akhirnya melepaskan ancaman pisau dari leher Karra. Sebenarnya perut Karra sudah tidak enak, rasa ingin mual karena bau amis darah di wajahnya.
Karra tersenyum miring, "apa yang ingin kau dapat dari gadis ini?"
Pria itu menatap sinis, "kau tidak perlu tau wanita asing!"
"Kau....." Dengan gerakan cepat, Karra menendang aset pria itu hingga tersungkur. Karra menodongkan samurai pada leher pria itu.
"Siapa dalangnya." Ujar Karra dingin.
Nafas pria itu memburu, "kau tidak perlu tau. Untung apa bagimu untuk mengetahui pelaku sebenarnya?"
"Sepertinya kau takut." Karra menekan lagi ujung samurai yang perlahan mendalam. Karra berjongkok dan pria itu mulai ketakutan. "Kau tau dalam 1 detik nyawa mu akan hilang." Karra melirik samurainya.
"Kau akan menyesal telah menyelamatkan anak itu."
Karra mengangguk malas, "kalian cuman pembunuh amatir, buat apa aku takut?" Karra memiringkan kepalanya, "jadi... Siapa dalangnya?"
"Sampai kapan pun aku tidak akan memberitahu! Bunuh saja aku!"
Karra menghela nafas sambil berdiri, "baiklah itu mau mu. Kau akan ku potong tangan kananmu dan kaki kirimu. Sepertinya kau punya banyak rahasia."
Pria itu tergagap takut, tanpa ampun Karra memotong bagian tubuh pria itu seperti yang di katakan sebelumnya.
Gadis di belakang Karra menangis ketakutan, dan suara sirine polisi mulai terdengar. Karra dengan berhasil melepaskan lakban pada mulut gadis itu dan memutuskan tali yang terikat itu.
Tubuh Karra terlempar kedepan dan kepalanya menghantam tembok cukup keras, pelipis Karra mulai berdarah dan samurainya terlempar jauh. Dengan kesadaran yang masih stabil, Karra melawan para penjahat terdiri dari 10 orang. Karra tau bahwa ia kalah jumlah, tanpa membuang waktu, Karra menyerang kedua pria namun sayang lengan Karra mengeluarkan darah akibat serangan mendadak dari pria lain. Selanjutnya, perut Karra di tendang dan hidungnya mengeluarkan darah.
Sirine polisi mereka tidak hiraukan, menyerang Karra seperti singa merebut daging. Karra melakukan perlawanan sebelum tenaganya habis, 8 orang sudah Karra tumbangkan dengan pisau lipatnya, tersisa 2 orang lagi agar bisa bebas. Karra memundurkan langkahnya, mendapat samurai yang jatuh tadi dengan pergerakan yang mulai melemah Karra menyerang kedua pria itu. Karra kehabisan darah, dengan pandangan mengabur Karra memutuskan kedua kepala pria itu.
Karra berjalan linglung ke arah gadis itu sambil tersenyum. "Sudah ku bilang kau akan baik-baik saja."
Gadis itu menggeleng takut, "tidak! Kau bilang kau dan aku akan baik-baik saja! Tapi kau sangat parah kondisi!"
Karra berhasil menyelamatkan gadis itu.
Dor
Karra tertembak tepat pada hatinya, peluru berasal dari pria dengan tubuh tidak sempurna. Karra tersenyum ketika timnya datang di saat-saat akan Karra mati. Yang Karra dengar adalah teriakan gadis itu menyuruhnya bangun dan adu tembakan antara polisi dan penjahat sebelum Karra benar-benar menutup matanya.
Tujuan menuntaskan misi agar bisa pulang ke apartemen dan tidur nyenyak, malah tertidur untuk selamanya.
**
Tbc