"Anak-anak sini makan dulu yuk?" Anya memanggil Oky dan Abel untuk masuk ke ruang tengah setelah menyediakan dua piring nasi lengkap dengan lauk pauk dan segelas susu dingin untuk masing-masing anak. Oky dan Abel berlari kecil meninggalkan teras belakang menuju ruang tengah di mana Anya dan Zora bercakap-cakap dan bergosip santai sejak tadi. Kedua anak mereka dibiarkan untuk makan di meja yang lebih pendek yang terletak sekitar dua meter dari meja tempat Anya dan Zora berada.
Anya kembali menghampiri Zora yang sedang mengambil waktu rehat dari gosipannya yang luar biasa panjang, "lanjut."
"Ya, udah, gitu aja. Aku udah beberapa bulan ini deket sama kak Tirta, kita rutin kontak, gitu aja sih. Aku suka sama sosok dia yang bijak banget, Nya. Dia beda dari beberapa cowok yang aku kenal sebelomnya. Terus dia orangnya gak bertele-tele, to the point dan apa adanya banget. Kerasa banget lah kalau dia tulus merhatiin aku, emang bener dia tuh care."
"Yah, walau begitu, aku sih ga paham ya di sebelah mana dia tulus care sama kamu. Nanya udah makan apa belum? Nanya uda boker apa belum?"
Zora tertawa terbahak-bahak, untung tidak sedang menyeruput kopi.
"Dia suka nanyain Oky, terus, ya kita sih ngebahas apa aja, segala macem, banyak."
***
Ping!
Handphone Zora berdenting, pesan dari kak Tirta, buru-buru Zora mengambil handphone dan membaca pesannya
"Sayang masih di rumah temen kamu? Udah mau sore loh ini, jangan pulang kemaleman, apa suami kamu gak akan marah kalau kamu ga ada di rumah?"
Zora tersenyum centil malu-malu, membangkitkan rasa penasaran Anya yang menyusul bangkit dari tempat duduknya untuk berdiri di belakang Zora, mengintip dari bali bahunya.
"Ganjen deh, baca apaan?"
Zora memiringkan layar handphone-nya menunjukkan isi pesan Tirta yang bagi Anya sebenarnya justru menjijikkan.
"Apaan sih!!! Gila banget dah!!"
Zora menundukkan kepalanya malu-malu, lalu segera tersadar, "kayanya aku beneran harus cepet pulang deh, Nya, kalo hari Jumat kan mas Arman suka pulang cepet. Aku udah nyiapin sayur tadi pagi tapi belom sempet kumasak."
"Oh, ya udah sih kalo gitu. Makasih udah anterin Abel ya."
Oky membantu Abel membereskan beberapa mainan yang tadi mereka pakai bersama lalu bergegas pamit saat Zora mengajaknya pulang.
"Dadah kak Oky! Nanti pulang sekolah main lagi yaaa…"
"Iya, Abel, dadah!!"
***
Zora memarkirkan mobilnya di garasi dan mengajak Oky turun, "Oky langsung mandi aja yah? Ga usah bobo, nanti aja bobo malem langsung ya."
"Iya, Ma," ucap Oky saat mereka memasuki rumah.
🎶🎶🎶
Handphone Zora berdendang merdu.
"Oh, kak Tirta," batin Zora, "Oky langsung mandi ya, Mama mau ke dapur, masak buat Papa takut keburu pulang," katanya cepat.
"Iya, Ma," Oky melanjutkan langkahnya terus ke belakang ke arah kamar mandi sementara Zora mengambil handphone dan menerima panggilan masuk dari Tirta lalu membereskan tas di meja depan sebelum melenggang ke ruang tengah mengambil beberapa bahan masakan yang sudah dipilah-pilahnya tadi pagi saat bertelepon dengan Tirta.
"Ya, kak…" jawabnya manja.
"Dimana sayang?" tanya Tirta lembut.
"Udah di rumah, ini lagi mau masak buat mas Arman, takut keburu pulang."
"Oky mana?"
"Oky kusuruh langsung mandi barusan pas masuk," jawab Zora sambil mendoyongkan tubuhnya melihat ke arah kamar mandi memastikan Oky sudah masuk. Dilihatnya Oky yang sedang memainkan pistol air di bawah air pancuran. "Kak, aku gak bisa teleponan laa-lama deh, aku mau masak dulu, nanti takut mas Arman keburu pulang, nanti dia marah kalau aku belom sediain makan malam," Zora agak cemas, nada bicaranya terdengar terburu-buru.
"Ya udah deh kalau gitu, ketemu lagi senin ya berarti?"
"Iya,"Zora mengkonfirmasi.
"Okey kalau gitu, dah sayang."
"Dah…" Zora mematikan teleponnya dan buru-buru memngambil baskom berisi bahan makanan yang sudah dia persiapkan sebelumnya untuk dimasak.
Di kota sebelah Tirta menghela napas panjang, tidak rela melepas gebetannya untuk berada di pelukan sang suami sah selama weekend.
"Padahal Rizma lagi keluar kota… Aku belum sempet kasih tau Zora," batinnya.
🎶🎶🎶🎶
🎶🎶🎶🎶🎶
Telepon Zora bernyanyi dua kali saat Zora sedang memegang pisau, membuatnya menghardik dengan kesal.
"Duh siapa lagi sih sekarang! Ga paham apa, orang lagi buru-buru."
Diletakkannya pisau untuk meraih handphone, Zora terkejut ketika matanya tertuju pada nama di layar, raut wajah kesalnya seketika berubah menjadi gugup dan takut membaca nama Mas Arman.
"I-Iya, Mas," Zora menjawab agak tergagap-gagap karena takut karena sempat mengabaikan teleponnya tadi.
"Lagi apa kamu, Ra? Telepon mas ga diangkat-angkat," suara kalem Arman memenuhi telinga Zora, membuatnya semakin gugup
"I-Itu, mas, saya lagi nanggung motong-motong ayam sama tempe."
"Ooohh…" Arman memutar kemudi mobil, lalu melanjutkan, "udah mau beres masaknya?"
"Belum, mas, hmm… Kayaknya sejam lagi baru selesai semua," Zora menggigit bibirnya.
"Berarti ayamnya belom diapa-apain banget?"
"I-Iya, itu, aku tadi siang sehabis jemput Oky main ke rumah Anya sampai sore, mas, maaf…" Zora makin gugup.
"Ya udah kalau gitu malam ini kita makan diluar aja, daging ayamnya gak akan kenapa-napa kan kalau dimasukkin ke kulkas, bisa buat besok lagi kan? Lagian kan ini hari Jumat."
"Oh…" Zora bingung menjawab apa dan mematung mengiyakan, meski Arman tidak bisa melihatnya menganggukan kepala.
***
Arman membuka pintu depan, mendapati Zora dan Oky sudah berdandan rapi dan menunggu di ruang tamu. Dia langsung meraih Oky yang nampak lucu dengan setelan berwarna merah cerah, "waaahhh!! Anak papa yang ganteng ini udah siap-siap, mau kemana nih?" Arman mengangkat Oky dan menggendongnya.
"Ngga tau, kata mama, papa mau ngajakin jalan-jalan sama makan?" jawabnya polos
Zora hanya duduk saja di sofa memperhatikan Oky yang lucu sambil tersenyum.
"Duh, berat nih! Oky udah berat gini masih mau jajan makanan nih?"
"Iya donk, paaa!! Oky kan lapar."
"Ya udah, kita makan ke restoran Chinese food kesukaan Oky aja kalau gitu, gimana?" arman menurunkan Oky dari gendongannya.
"Asiiikkk!!!"
***
Mereka bertiga sudah selesai memesan menu untuk makan malam itu, tinggal menunggu disajikan oleh pelayan. Sementara menunggu, Zora iseng mengecek aplikasi UsSing, karena tadi dia sempat mendengar notifikasi masuk ke handphone-nya. Zora mendapati ada pesan pribadi dari Tirta, tapi tak dibukanya karena takut ketahuan Arman. Zora memasukkan handphone-nya kembali ke dalam tas, lalu memperhatikan Oky yang duduk bersebelahan dengan Arman. Arman sedang mengajarinya bermain permainan menyusun kata di handphone Oky yang baru saja diunduhkan papanya sesaat lalu, yang menurut Oky sangatlah membosankan. Zora tersenyum manis melihat Oky yang merajuk kesal itu.
"Papa, bukan gme kaya gitu!"
"Jadi game apa donk?" jawab Arman pura-pura polos.
"Itu loh, game yang berantem-berantem gitu loh, pa."
Zora lalu mengalihkan pandangannya ke arah suaminya itu. Garis rahangnya tegas, menunjukkan kepribadiannya yang kuat dan saklek. Kulit sawo matang yang pas sekali untuk ukuran lelaki di mata Zora, tidak putih tapi tidak terlalu gelap juga. Bahunya sangat lebar dan atletis walaupun Arman bukan penyuka olahraga berat. Lengan baju kemeja tangan panjangnya yang digulung keatas menunjukkan lengan yang gagah dan maskulin. Zora mengakui kalau dia memiliki selera yang sangat bagus dalam memilih laki-laki. Matanya tak sengaja beradu pandang dengan Arman, yang sudah sedari tadi merasa bahwa istrinya itu sedang menatapnya dengan serius. Zora tersipu malu dan segera mengalihkan pandangannya lalu meneguk air putih dari gelas di depannya. Arman menyadari kegelisahan Zora, insting pejantannya seketika menguat merasakan kiriman sinyal feromon dari si betina.