Chereads / Aku Pelakor / Chapter 9 - Mas Arman #2

Chapter 9 - Mas Arman #2

Arman mengambil Oky dari pangkuan Zora dan menggendongnya turun dari mobil. Zora turun belakangan sambil merogoh-rogoh ke dalam tas tangannya mencari kunci rumah. 

"Duh, lumayan berat juga ini anak," Arman terengah-engah kesulitan membopong Oky yang beratnya sudah hampir sama dengan istrinya itu, "cepetan donk."

"Iya bentar, Mas, ini kuncinya belum ketemu," Zora masih sibuk mengacak-acak isi dalam tasnya dan akhirnya menemukannya juga, "selamat idup guah," batin Zora yang sudah mulai ketakutan mendengar nada bicara Mas Arman yang sudah mulai terdengar tidak sabaran.

***

Arman memang orangnya agak tidak sabaran dan tempramental. Walaupun di dunia pekerjaan sifatnya itu menjadi keunggulannya dalam bersaing di dunia bisnis, tapi bagi Zora yang adalah pasangan hidupnya, karakter keras Arman itu justru membuatnya tertekan. Apalagi Zora yang lulusan fakultas hukum, juga memiliki karakter yang cukup kuat dalam beradu debat dan mempertahankan prinsipnya. Namun semua kepandaiannya dalam berdebat ditangkis dan dikalahkan Arman dengan sifat egoisnya yang bagi Zora sungguh keterlaluan dan sangat minim toleransi.

Awal perkenalan mereka memang sangat biasa, Arman bisa disebut sebagai senior Zora di kantor dimana mereka dulu pernah bekerja bersama di divisi yang bersebelahan. Justru mulanya dulu Zora mengagumi karakter kuat Arman yang beberapa kali disaksikannya menangani perselisihan yang terjadi antar divisi di kantor mereka. Dibarengi fisik yang membuat kaum Hawa menelan ludah, Arman sangatlah sempurna. Zora senang bukan kepalang ketika dengan kakunya Arman mengajaknya pergi berkencan untuk pertama kali setelah kurang lebih dua tahun Zora bekerja di kantor itu. Selama berpacaran pun Arman cenderung pendiam, dan karena Zora bukanlah perempuan yang genit ganjen dan senang tebar pesona, tidak pernah ada masalah berarti dalam hubungan mereka. Keduanya lebih banyak berada dalam kondisi adem ayem dan akur-akur saja. 

Ketidaknyamanan dalam hubungan mereka mulai terasa ketika menginjak tahun kedua pernikahan mereka, saat itu Oky baru berumur beberapa bulan dan Zora masih dalam kondisi labil pasca melahirkan dan mengalami sindrom baby blues. Arman berkali-kali mendapati Zora menangis bersama bayinya dan bukannya menyusui Oky kala itu. Arman yang tidak memahami kondisi Zora bukannya menenangkannya, malah sempat menghardiknya dan mengambil Oky kecil dari pelukan Zora, menyebutnya tidak becus mengurus bayi sendiri bahkan sampai mengusirnya. Dari situ lah Zora melihat sisi gelap dari seorang Arman yang tampan dan dulu dia kagumi. Sejak saat itu hati Zora menjadi dingin karena dua kali dia diusir Arman. Arman pun bukannya tidak menyadari sifatnya itulah yang membuat Zora menjadi tidak nyaman dengan keberadaannya di rumah. Maka dari itu Arman jadi lebih senang menghabiskan waktu di kantor mengejar target omset dan deadline laporan-laporan yang harus dia selesaikan. Ketika gengsi mengalahkan hati nurani, yang tersisa hanya kebekuan yang membatasi.

***

Kegelisahan Zora yang sedang berusaha menemukan kunci saat itu justru membuat naluri lelaki Arman menguat. Andai saja tidak ada Oky yang tertidur di pelukannya, sudah pasti direngkuhnya Zora saat itu juga di depan pintu rumah, untuk didekap dan didesaknya ke tembok di depan matanya. Imajinasinya beranjak liar, menyesakkan ruang di balik celana katun yang tidak mempunyai kelenturan sama sekali. Dan ketika Zora berhasil menemukan kunci dan membuka pintu, Arman memburu masuk untuk meletakkan Oky yang masih tertidur pulas di kamarnya.

Arman menghela napas lega setelah menurunkan Oky, lalu dia mengibas-ibaskan lengannya yang terasa pegal sambil beranjak keluar dari kamar Oky dan menutup pintunya, mendapati Zora sudah meletakkan tas dan mencopot selop tingginya. Arman sangat menyukai kaki Zora yang putih bersih dan ramping itu, terpampang polos karena Zora sedang mengenakan terusan sebatas atas lututnya. Arman yang sudah sedari tadi berusaha menahan diri karena situasi menghadangnya segera menghampiri Zora yang sedang memunggunginya. Punggung Zora setengah terbuka dengan model terusan yang memiliki potongan rendah di bagian belakang, menunjukkan kulitnya yang mulus bak model-model iklan body lotion.

Zora mendengar langkah kaki Arman yang berjalan mendekat ke arahnya, suaranya sedikit lebih pelan dari suara degupan jantung Zora. Diapun menelan ludah ketika tangan besar Arman menggenggam pinggangnya yang ramping dan hawa panas dari tubuh Arman bergejolak menulari punggungnya. Arman menempelkan tubuh bagian depannya ke bagian belakang tubuh Zora dan mulai mengecup punggung Zora yang tidak tertutup kain. Nafasnya memberat dan menghangat, saat dia mulai menggigit-gigit kecil bahu dan leher Zora. Zora tak tahan untuk tidak mendesah ketika salah satu tangan Arman meraup dan meremas buah dadanya, diapun menyerah dan bersandar pada Arman, memberikan tubuhnya untuk digerayangi di ruang tamu.

Merasakan tubuh Zora yang meleleh di dekapannya, Arman membuas, meraba dan menelanjanginya. Ditariknya bagian bahu terusan Zora yang berbahan melar dan lentur itu ke bawah, dibiarkannya jatuh ke lantai, menyisakan Zora hanya dengan pakaian dalamnya. Arman melepaskan kait bra Zora dan dengan liar melingkarkan lengan kekarnya di sekeliling tubuh Zora. Zora yang sudah hampir sepenuhnya telanjang di pelukan Arman mulai kewalahan dengan nafsunya sendiri dan mengerang-erang dengan gelisah. Arman yang kenal betul reaksi Zora segera meletakkan istrinya itu di sofa ruang tamu, menjejakkan bibirnya di sekujur tubuh Zora mulai dari payudaranya yang menggairahkan ke arah selangkangannya.

Arman menarik turun celana dalam Zora dengan mudah, tanpa perlawanan dan mulai menciumi bagian paling intim wanitanya itu. Desahan Zora semakin menguat saat tiba-tiba handphone Zora berdenting tiga kali, pesan masuk dari Tirta. Tubuh Zora menegang, terkejut mendengar notifikasi handphone-nya itu.

"Mas, Mas Arman," Zora tergugup seketika.

Arman menengadahkan kepalanya yang tadi sedang sibuk mencumbui kewanitaan Zora menatap istrinya itu.

"Oh, itu, anu, kita pindah ke kamar aja yu? Takut Oky kebangun," Zora berusaha untuk tidak menunjukkan kepanikannya.

Arman mengangguk dan dengan sigap memboyong Zora di lengannya ke arah kamar, tidak sabar untuk segera melanjutkan misi kejantannya, sementara gairah Zora sudah mencair karena mendengar notifikasi pesan dari kak Tirta.