Chereads / Aku Pelakor / Chapter 10 - Mas Arman #3

Chapter 10 - Mas Arman #3

Arman merebahkan tubuhnya di samping Zora yang meringkuk tanpa sehelai benangpun dan menghela napas kelelahan. Dipeluknya istrinya dengan hangat, Arman samar-samar mengingat kapan terakhir dia menyetubuhinya. Rasanya sudah lebih dari sebulan mereka tidak bersekelamin. 

"Kamu kenapa, kali ini kok rasanya agak-agak gimana, gitu?" Tanya Arman.

"Agak gimana, gimana Mas?"

"Ya, kayak yang nggak terangsang sama aku, padahal uda lebih dari sebulan rasanya kita gak berhubungan."

"Ah, masa sih?" Zora melirik gugup.

"Apa jangan-jangan kamu suka sendiri ya?" pertanyaan Arman membuat Zora menahan nafasnya sedetik.

"Nggak ih, mas ini apa sih?" Zora merasa tidak enak mendengar pertanyaan miring dari suaminya itu dan menatap jari jemarinya yang lentik, pikirannya melayang ke kak Tirta yang mungkin masih menunggu balasan pesan darinya selama hampir sejam penuh. Lalu otaknya mencerna apa yang barusan saja terjadi padanya. 

Lengan kekar Arman mendekap tubuh imut Zora, tubuh mereka yang masih hangat dan terbasahi keringat bergelinjang lembut ketika Arman mengeratkan pelukannya. Tangan Arman yang besar sepenuhnya menangkup buah dada Zora dan memanjakannya dengan kecupan-kecupan ringan di leher dan tengkuknya.

Zora tiba-tiba berpikir, "Andai saja saat ini aku berada di pelukan kak Tirta yang lembut dan humoris."

Zora membelalakkan matanya, terkejut dengan apa yang baru saja melintas di pikirannya. Matanya bergulir ke kiri dan ke kanan dengan gugup, merasa bersalah. Sibuk sendiri dengan Tirta dan rasa bersalah, tanpa disadarinya Arman sudah menyelipkan kembali kejantanannya ke dalam kemaluan Zora sambil perlahan mempermainkan tombol kecil Zora yang sedang sensitif-sensitifnya saat itu. Zora terkesiap dan hampir menjerit kecil saat seketika digempur kembali. Arman menyetubuhinya dengan semangat yang bahkan lebih lagi dari sesi sebelumnya. Zora sesaat menatap Arman yang berpindah posisi ke atasnya. Tatapan mata Arman yang liar dengan nafsu memancing birahi Zora memuncak. Bagaimana tidak, Arman itu betul-betul laki-laki bertubuh seksi yang diingini banyak wanita. Tidak hanya satu dua perempuan yang mengharapkan untuk berada di posisi Zora saat ini, digarap sampai lemas. 

Tangan kecil Zora menggerayangi dada bidang Arman, sayup-sayup terdengar dentingan notifikasi dari handphone Zora di ruang tamu dan otaknya berbisik lirih, "kakTirta," mengejutkan dirinya sendiri sekali lagi.

"Aduh Zora apa sih?!" Pikirnya kemudian, marah dan menegur otaknya yang terus menerus berbelok ke orang yang salah. 

"Gimana kalo sampe keceplosan nyebutin namanya coba?!!" Kegugupannya malah memancing Zora mencapai klimaks lebih cepat dan dia pun mengerang, merintih lirih merasakan puncak kenikmatan yang entah sebenarnya berasal dari mana atau dari siapa. Arman mengenali reaksi yang diberikan Zora ketika tubuhnya menegang dan liang nafsunya menjadi sangat basah. Arman pun bermanuver untuk bergerak lebih intens demi mencapai kenikmatannya sendiri.

***

Arman dengan segera tertidur pulas setelah membersihkan diri dengan singkat di kamar mandi yang terletak di kamar tidur utama itu. Sementara Zora beberapa kali melirik jam dinding dan mencuri pandang ke arah Arman, memastikannya sudah benar-benar terlelap. Setelah dia yakin, Zora beranjak turun dengan sangat perlahan dari kasur dan berjingkat keluar kamar. Sudah lewat tengah malam, sesi kedua persetubuhan mereka tadi berlangsung sedikit lebih singkat dari sesi pertama. Zora buru-buru ke ruang tamu, tempat dimana dia tadi meninggalkan tasnya ketika masuk ke dalam rumah. Dirogohnya tas itu untuk menemukan handphonenya, dengan cepat dilepaskannya kembali tasnya ke lantai dan dibukanya kunci layar  handphone itu. Ketika dibukanya aplikasi LAYN, Zora mengeluh sendiri, "Duh, hampir 2 jam coba, nant kak Tirta ngambek gimana doonnkk…"

"Sayang, lagi apa? Kayaknya kamu hari ini gak buka UsSing ya? DM ku dicuekin." Pesan pertama  Tirta. 

"21.50, berarti waktu aku dijalan pulang tadi, kayaknya ga kedengeran," pikir Zora sambil mengingat-ingat.

"Wah, kemana nih sayangnya aku?" Pesan kedua pukul 22.22.

"Ini kayaknya gak lama setelah masuk rumah, yang aku mau buka tapi keburu mas Arman selesai bawa Oky ke kamarnya." 

"Zora sayang kalo weekend sibuk ya sama bapak suami?" Pesan ketiga pukul 22.48, itu pesan yang berdenting masuk waktu Arman menciuminya di ruang tamu, yang sempat mengagetkan Zora tadi.

Zora membaca pesan-pesan itu sambil berjalan ke arah kamar Oky, dia ingin tidur disana malam ini ketika membaca pesan selanjutnya yang membuatnya sumringah.

"Sayang, padahal aku kangen loh yang, ibu negara lagi pergi ada acara kantor, nginep dia sampe Senin pagi." Pesan keempat, 23.43, yang terdengar dari kamar tidur.

Zora merebahkan tubuhnya dengan santai di kasur Oky, sambil mengetikkan balasan untuk Tirta, "kak Tirta udah tidur ya?" Zora mengunci layar handphone nya dan meletakkannya di samping wajahnya, sambil mengelus-elus pipi tembam Oky yang lucu. Dijembelnya pipi Oky dan diciumnya dengan lembut. Zora lalu teringat mas Arman yang sudah tertidur lelap di kamarnya sendirian. Zora mengusap dadanya yang berdebar agak lebih kencang teringat betapa macho dan kerennya suaminya sebenarnya. Andai saja Arman tidak selalu ketus dalam menanggapi percakapan di keseharian mereka, tidak sering menghardik dan memaki Zora dengan sebutan "bego lu" ketika Zora melakukan sesuatu yang dianggap Arman sebagai kesalahan. Andai saja Arman memperlakukannya dengan sedikit lebih lembut dan berhenti melukai harga diri Zora.

Handphone Zora berdenting, kak Tirta membalas pesannya, membuat Zora berbinar senang.

"Boleh video call gak, yang?" begitu balasannya.

secepat kilat Zora meraih wireless headset di meja kecil di samping tempat tidur Oky dan memasangkannya ke handphone nya lalu menekan tombol 'panggil'. Tidak sampai 3 deringan, Tirta sudah menjawab panggilan dari Zora. Wajah kalemnya yang tirus memenuhi layar, membuat Zora harus menahan tawanya agar tidak kebablasan.

"Kak Tirta ngapain sih? Jauhan dikit kali, dari layarnya ih!" Zora cekikikan kecil, tangannya dikibas-kibaskan mengusir Tirta untuk menjauhi layar.

Tirta memundurkan handphone dan tersenyum lembut, membuat Zora trenyuh dan tubuhnya meleleh rileks. Tirta memang punya aura yang membuatnya tenang, apapun topik bahasan atau atmosfir yang sudah tercipta, Tirta bisa membelokkannya ke arah santai dan menenangkan. Hal ini yang berbeda jauh dari Arman yang sering kali membuat Zora cuma bisa merasa gugup, takut dan bersalah.

"Tidur di kamar Oky, kamu, ay?" tanya Tirta pelan.

"Iya, kak."

"Aku dicuekin 2 jam loh… Sibuk sama bapak negara ya?" selidik Tirta, jelas ada sedikit kecemburuan di nada pertanyaannya.

"Iya, kak, duh jadi malu ah," Jawab Zora, pipinya mendadak hangat.

"Duh imutnya pacar aku kalo lagi malu…" goda Tirta lagi, membuat Zora semakin merona, segera diperbaiki posisi duduknya dengan gelisah.

"Yang, bisa gak coba hape'nya simpen agak jauhan dikit?" pinta Tirta dengan kalem.

"Jauhin? Biar apa?" Zora mengangkat alis agak kebingungan dengan permintaan Tirta, tapi segera dilakukannya saat itu juga.

Diambilnya bantal dan diletakkan sekitar satu meter dari posisinya duduk untuk mengganjal bagian belakang handphone, lalu Zora kembali duduk di tempatnya semula. Sekarang Tirta bisa melihat seluruh tubuh Zora yang sedang duduk bersila di atas kasur.

"Udah, kak. Terus?" Tanya Zora masih belum sepenuhnya memahami maksud permintaan Tirta.

"Ya udah, kita ngobrolnya kaya gini aja," lanjut Tirta, wajah tirusnya nampak bersemangat waktu dia melanjutkan, "Lama banget tadi mainnya sama paksu?"

"Paksu?" 

"Iya, pak suami, heheh" Tirta terkekeh, lucu, tapi raut wajahnya bukan yang sepenuhnya sedang bercanda, nampak seperti sedang menahan perasaan.

"Aaah, aku gak mau bahas itu sama kamu ah, Kak…" rengek Zora, yang entah kenapa, membuat ekspresi wajah Tirta berubah lagi.

"Kenapa gak mau? Aku malah penasaran, pengen tau tadi bisa sampe 2 jam gitu abis berapa ronde?" Zora mengelus-elus paha beningnya dengan gugup.

"Aku juga tadi mikir, Ra, pasti kamu lagi main sama suami kamu, makanya aku dicuekin," Tirta terhenti sejenak menatap ke bawah.

"Aku mikir, seandainya aja itu aku, meluk kamu, nyentuh kamu, tanganku di kulit mulusmu," Tirta menghela nafas dengan berat dan mengerang lembut, membuat Zora semakin gugup.

Nafas mereka berdua semakin berat sampai akhirnya Zora mengakui, "Iya kak, aku juga tadi mikirin kamu waktu lagi sama mas Arman."

"Bener, Ra?" Tirta melotot nampak tidak percaya, terlebih lagi Tirta pernah melihat foto Arman yang bagi Tirta bukan lawan yang sanggup ia kalahkan secara fisik.

"Iya, kak, maaf ya, aku jjuga ga tau gimana, tiba-tiba aja kepikiran gitu." Zora menunduk merasa tak enak.

"Duh aku jadi mikirin kamu di sini nih, jadi kepingin, heheh," mata Tirta menggerayangi tubuh indah Zora yang hanya ditutup setelan piyama satin bermodel tanpa lengan dan celana pendek.

Keduanya tertawa kecil gugup.

"Gimana nih, Ra, aku jadi kepingin nih, tanggung jawab hayoo…" goda Tirta

"Ih, apaan, ya salah kak Tirta mikirnya kemana-mana."

"Kamu enak tadi udah main 2 jam sama suami kamu, aku lagi sendirian loh ini, Ra."