Salim tahu bila pesannya sampai ke Arsia dengan salah tatkala dilihatnya perubahan ekspresi serta aura gadis itu. Arsia, dari yang sebelumnya nampak bak anak kucing yang tersudut sekarang berubah jadi seperti singa yang mengamuk.
Dengan bersungut-sungut Arsia mengatainya sebagai lelaki kurang ajar. Ini pertama kali dalam hidupnya ada orang yang berani mengatainya seperti itu. Di depan mukanya maksudnya. Kalau di belakang punggungnya Salim justru tidak akan terkejut. Selama 25 tahun hidupnya dia tinggal di istana. Jangankan manusia, dinding pun bahkan berbisik.
Salim tidak ada ide mengenai perubahan perangai Arsia yang mendadak itu. Gadis itu tidak seperti seseorang yang mengidap gangguan kejiwaan walaupun tingkahnya sangat kekanakan. Salim pun melirik pada Behram. Mungkin pelayannya itu tahu apa yang sedang berlangsung di sana saat ini.
Behram dengan sedikit mengangkat kepalanya menatap ke tuannya. Pria tua itu menangkap pesan tersirat dari sorot mata Salim kepadanya. Tapi Behram hanya bisa menunduk dan menggeleng pelan sebagai jawabannya. Apa yang tidak diketahui Salim, itu pulalah yang tidak diketahuinya. Arsia sungguh mengejutkan bahkan bagi Behram yang telah hidup selama 65 tahun dan melintasi zaman.
'Gadis itu tiba-tiba saja meledak seperti petasan banting', batin Behram.
Yang dari awal Behram memberikan penilaian kurang pada Arsia, sekarang dia semakin menguranginya. Bahkan sudah di minus ketika gadis itu mengatai tuannya. Sayangnya Behram harus menahan diri untuk membalas Arsia karena Salim menahannya.
Melalui sorot matanya Salim memberitahu Behram bila Arsia tidak tahu siapa mereka dan tidak harus tahu makanya biarkan saja. Terpaksa Behram menuruti perintah Salim meskipun itu membuatnya gatal sampai ke seluruh badan sebab tak dapat memberi pelajaran bagi Arsia. Setidaknya Behram sedikit lega karena mereka tidak akan bertemu lagi dengan Arsia setelah gadis itu keluar dari sana seminggu kemudian.
Atau begitulah yang Behram dan Salim pikir. Karena setelahnya Arsia membanting kunci di hadapan mereka. Kalau hanya kunci perak tidak masalah, sebab itu kunci rumah Salim. Namun kunci emas itu... Arsia menyentuhnya!
Behram sampai melebarkan mata untuk memastikan pengelihatannya. Kalau-kalau matanya sudah rabun parah karena faktor usia. Tetapi Behram tidak salah lihat.
Pria itu kemudian menoleh pada Salim. Dilihatnya Salim terdiam di tempatnya dengan tatapan mata yang tertahan pada kunci emas di hadapannya. Sudah pasti tuannya itu juga melihat dan memikirkan hal yang sama dengan Behram.
'Yıldıray! Bocah sialan itu bagaimana dia bisa memberikan kunci emas itu pada gadis ini!', Behram murka. Namun pria tua itu hanya dapat memendamnya dalam hati. Dia tidak ingin menambah pelik suasana di tempat itu. Terlebih karena Arsia mengamuk dan menunjukkan tanda-tanda akan angkat kaki dari sana.
Jelas gadis itu tidak akan bisa pergi. Lalu bagaimana Salim dan Behram akan menjelaskan penyebabnya pada Arsia?
Apa yang terjadi di luar perkiraan Salim. Selama ini memang Salim tahu bila Yıldıray bocah yang nakal. Tetapi kenakalan Yıldıray hanya sebatas meminta uang lebih untuk foya-foya. Sekarang, Salim dibuat terkejut akan tindakan Yıldıray yang sejauh ini.
'Anak rubah sudah berubah menjadi anak ular rupanya', Salim merubah penilaiannya terhadap Yıldıray.
Nyata-nyata Yıldıray menanggalkan posisinya dan menipu Arsia untuk mengemban tanggung jawabnya -- tanggung jawab yang diberikan secara langsung oleh Salim kepadanya. Kalau ini di kesultanan, Yıldıray sudah pantas dihukum gantung karena sudah mengkhianati Şehzade (1) Kesultanan Ottoman. Sudah pasti Salim akan menghukum bocah itu namun saat ini dia harus terlebih dahulu menyelesaikan masalah di hadapannya yang ditimbulkan oleh pemuda itu.
Sekarang Salim melihat bila Arsia sudah menyentuh kunci emas tersebut. Allah tahu bisa saja Arsia sudah menyentuhnya sejak awal. Itu artinya tugas sudah berpindah dari Yıldıray ke Arsia. Pasti si bocah jahanam itu melakukan pengalihan tugasnya saat dirinya dan Behram dalam perjalanan mereka ke 2019. Kalau tidak, tentu Salim dapat merasakan ikatannya yang berubah dengan si pemegang kunci.
"Aku akan keluar dari sini sekarang juga!"
Salim mengangkat wajahnya memandang Arsia saat mendengar gadis itu mengaum padanya. Arsia benar-benar terlihat bagaikan singa di depannya kini. Mata mereka saling memandang dan Salim dapat merasakan kemurkaan membara dalam diri Arsia. Kemudian, tanpa memberi kesempatan bagi Salim untuk berbicara, Arsia pergi begitu saja.
Salim segera berdiri mengejar Arsia. Tentu bukan pekerjaan yang sulit baginya. Hanya dengan sekali melangkah Salim sudah dapat meraih lengan gadis itu dan menahannya.
'Lengannya kecil sekali', batin Salim merasakan keberadaan lengan Arsia di bawah tangannya.
Dalam genggamannya, Salim dapat merasakan bila Arsia tersentak kaget. Gadis itu menoleh padanya. Sepasang mata hitam Arsia beradu dengan manik hijau chartreuse miliknya.
Salim kemudian menurunkan pandangannya ke bawah, ke arah bibir Arsia. Bibir penuh gadis itu saat ini berkerut menahan letupan amarah dalam dirinya, mengimbangi mata hitamnya yang berapi-api.
Api permusuhan dengan jelas dikobarkan oleh gadis itu. Namun Salim justru terpaku. Bibirnya terkatup mendapati pemandangan di depannya tersebut. Matanya menolak untuk berhenti bergerak di atas wajah Arsia. Salim menikmati seluruh ekspresi yang ditampilkan oleh gadis itu.
'Sungguh menarik', pikir Salim.
Setelah selama ini hanya bertemu dengan orang-orang yang menyembunyikan diri mereka, kini Salim menemukan sesuatu yang berbeda. Arsia dengan gamblang menunjukkan emosi dalam dirinya. Gadis itu bagaikan titik merah di antara monokrom -- berbeda dan mencolok. Atau mungkin, Arsia bagaikan suara detik jam di tengah waktu yang berhenti berdetak.
"Apa yang kau lakukan?" sentak Arsia. Nada suaranya tidak tinggi -- cenderung datar -- tetapi dingin dan menusuk.
"Kau tidak bisa pergi kemana pun," Salim menegaskan.
"Lepaskan aku!" perintah Arsia dengan mendesis. Gadis itu tidak berontak untuk melepaskan lengannya namun Salim dapat merasakan bila tubuh Arsia menegang.
"Tapi kau tidak akan pergi kemana pun?" Salim mengulang. Kali ini dengan maksud berkompromi. Tangannya masih menggenggam lengan Arsia, erat tetapi tak sampai menyakiti.
Arsia menghela nafasnya kasar melalui mulut. Matanya menatap Salim tajam. "Bukankah kau yang menyuruhku untuk keluar dari rumah ini? Sekarang kau menahanku untuk tinggal di sini? Ada apa, Tuan Salim? Apakah kau mulai tergoda padaku?" Arsia mulai mengomel kembali. Rentetan kata-katanya meluncur dari mulutnya seperti hujan anak panah dalam peperangan.
Mendengarnya Salim malah tersenyum. Dia tidak terprovokasi oleh ucapan Arsia barusan. Sebaliknya dia merasa senang karena akhirnya menemukan penyebab gadis itu memusuhinya saat ini.
Sepasang mata hijaunya juga masih dengan leluasa bergerak di atas Arsia, memperhatikan seluruh ekspresi yang tercipta di sana. Arsia marah dan kesal padanya sehingga wajah gadis itu kini tertekuk-tekuk seperti jemuran yang tidak dilipat dan dibiarkan teronggok selama bertahun-tahun. Benar, sekusut itu. Menggelikan sekali.
"Kenapa kau tertawa? Apakah aku terlihat seperti lelucon bagimu?" Arsia menghardik.
"Tidak. Kau terlihat seperti jemuran kusut," jawab Salim jujur.
Dilihatnya bibir Arsia semakin berkerut. Sudah pasti gadis itu sedang bersiap untuk mencecarnya kembali. Namun sebelum itu terjadi Salim sudah menarik lengan Arsia dan membawa gadis itu kembali ke ruang tamu.
Tentu saja Arsia memberikan penolakan. Gadis itu terpaksa mengikutinya seperti hewan kurban karena perbedaan kekuatan mereka yang cukup signifikan. Ujungnya, wajah Arsia membentur punggung Salim. Cukup keras hingga menimbulkan bunyi 'buk'.
Melihatnya, Behram panik seketika. Meskipun tahu tidak akan terjadi apapun terhadap tuannya tetapi Behram tetap khawatir karena tubuh ningrat Salim baru saja dihantam oleh sesuatu yang hina.
"Yang Mulia!" pria tua itu refleks berseru memanggil tuannya.
Arsia, dengan mulutnya membentuk huruf 'o' kecil, menatap datar pada Behram. Kemudian dengan suara pelan yang penuh ketidakpercayaan gadis itu berkata, "Fix, kalian gila."
Dan begitulah bagaimana mereka mulai berkejar-kejaran di dalam rumah tersebut malam itu.
---
(1) Pangeran.