Chereads / Cinta Arrogant Sang Editor / Chapter 4 - 4. Mulai Mengamati

Chapter 4 - 4. Mulai Mengamati

Sander melihat mobil Jeep dengan warna hijau dari kejauhan. Nampak mobil yang sudah berusia namun terlihat kuat. Mobil segala musim dan rintangan. Dia menunggu dekat sebuah pohon rindang di tapal batas antara kota dan desa yang akan dituju.

Mobil itu berhenti tidak jauh dari tempatnya duduk sambil menghisap sebatang rokok putih. Sebenarnya Sander bukan seorang perokok. Hanya sesekali saat dia ingin menunjukkan arogansinya.

Seorang pria turun dari mobil dan menuju ke arahnya.

"Pak Sander?"

"Ya,"

"Silahkan."

Pria itu berjalan di depan Sander kembali menuju mobil yang sejak tadi mesinnya memang tidak mati. Seolah tergesa untuk pergi dari tempat itu. Keduanya lantas naik dan mobil kembali melaju menuju jalan yang menjauhi pusat kota.

Dibalik kaca mata hitam yang bertengger di hidung tingginya, Sander sedang mengawasi jalan. Di dalam kepalanya dia membuat sebuah peta tentang arah menuju desa. Peta yang suatu hari nanti mungkin saja dia butuhkan.

Nampaknya desa itu memang seperti yang pernah dia dengar, dalam dan ada di tengah hutan. Tidak masuk akal! Sebuah desa dengan dua ribuan kepala ada ditengah hutan tanpa akses jalan yang memadai. Sander melihat ke sisi kanan dan kiri, sejauh mata memandang Sander hanya melihat pepohonan.

"Bapak, warga asli desa itu?" tanya Sander membuka pembicaraan dengan sopir yang membawanya.

Pria itu tidak membuka suara, hanya sebuah anggukan.

"Apa nama desa itu, Pak?"

"Welasti!" jawab pria itu singkat dengan nada tidak ramah.

"Hmm … Welasti! Nama yang sangat indah di telinga."

Pria disampingnya nampak sangat tidak tertarik untuk menanggapi Sander. Mobil mulai keluar dari hutan dan memasuki persawahan. Sander melihat jam tangan Army di tangannya. Hampir satu jam perjalanan sudah mereka lewati dan belum juga tiba.

Beberapa petani yang sedang sibuk di sawah mendadak berdiri dan mengamati mobil yang sedang membelah persawahan itu. Mereka menatap tajam seolah sedang mencurigai penumpang di dalamnya.

"Aroma persawahan yang menyejukkan. Apakah kita sudah dekat dengan Gunung Gede?" kembali Sander bertanya kepada pengendara Jeep itu.

"Ya, kita berada di kaki Gunung Gede Pangrango. Orang asing sulit untuk keluar dari tempat ini tanpa panduan!"

Di telinga Sander, perkataan pengemudi itu seperti sebuah ancaman. Namun Sander tetap tenang. Dengan tumpukan uang yang dibawanya, mustahil Sander tidak bisa keluar. Begitu pikirnya.

"Apakah petani di sawah ini adalah penduduk warga desa Welasti?"

"Ya!" sekali lagi pengendara mobil itu menjawb singkat.

Nampaknya dia terusik dengan berbagai pertanyaan Sander yang tidak seperti penumpang lainnya. Setengah jam kemudian, mobil memasuki kawasan pedesaan. Desa yang tertata indah dan rapi. Semua bangunan menampakkan kearifan lokal. Dan setiap rumah di hiasi dengan berbagai pohon dan bunga yang indah.

Mata Sander menangkap semua itu sebagai satu kesatuan taman. Seperti negeri dongeng versi desa. Orang dari kota seperti dirinya yang punya tujuan berlibur, pasti puas dengan pemandangan di desa ini. Nampak juga beberapa warung kecil menjual berbagai barang kebutuhan dasar.

Mobil terus berjalan melewati sebuah tikungan dan sedikit menanjak. Hingga sampai ke sebuah rumah yang kelihatannya paling megah dan mewah di antara rumah lain. Rumah dengan rancangan yang aneh menurut Sander.

Karena selain rumah utama, di sisi sayap kanan dan kiri terdapat rumah-rumah mini. Seperti gazebo namun tertutup dan ukurannya lebih besar. Mobil berhenti tepat di depan rumah tersebut.

"Silahkan, kita sudah sampai!" ucap pria pengendara itu.

Sander melihat sekeliling sebelum turun dari Jeep. Dia turun dengan cara melompat, matanya menatap waspada. Seorang pria paruh baya sekitar usia lima puluh tahun keluar dari dalam rumah. Dengan celana abu-abu dan baju kuning tersenyum mendekati Sander. Sementara di belakangnya dua pria dengan celana jeans, kaos dan jaket jeans mengekor.

"Tuan Sander! Selamat datang! Saya Ganda, kepala desa di sini." ucapnya ramah sambil mengulurkan tangan.

"Terima kasih!" ucap Sander dengan uluran tangan namun tanpa membuka kaca matanya.

Sander menarik sebungkus rokok dan mulai menyalakan sebatang untuk menghisapnya.

"Anda akan menempati rumah yang sangat istimewa. Pak Dalu telah membayar lunas semua."

"Oh, baiklah! Aku hanya akan tinggal selama satu minggu sesuai yang Dalu informasikan. Hanya untuk berlibur dan menenangkan diri."

"Tentu, Tuan. Anda bisa datang lagi nanti jika tertarik lebih banyak dengan desa kami."

"Tunjukkan rumah yang akan aku tempati!" ucap Sander semakin arogan.

Tanpa memperdulikan dua orang pria yang ada di belakang Ganda. Mereka berjalan ke arah sayap kanan rumah. Ganda membuka salah satu bangunan itu dengan kunci yang sudah siap di kantongnya. Nampak dia memang sudah menunggu Sander sejak tadi.

"Ini Tuan, sesuai pesanan Pak Dalu. Rumah dengan fasilitas lengkap. Yang tidak ada di desa ini adalan internet, namun untuk menelpon anda bisa melakukan."

"Ada air hangat? Aku ingin mandi."

"Tidak ada Tuan, nanti saya akan meminta Ratna untuk datang dan mengurus semua keperluan anda."

"Siapa Ratna?"

Ganda berpandangan dengan kedua orang di belakangnya. Menelan ludah sebelum berbicara.

"Salah satu pekerja kami. Dia akan banyak membantu anda nanti."

"Ok, tinggalkan aku sekarang. Dan bilang juga suruh Ratna datang dengan makanan. Aku sangat lapar. Perjalanan ke desa ini sangat memakan waktu dan tenaga."

"Baik, Tuan. Kami permisi."

Sander menutup pintu tanpa menguncinya. Meletakkan tas di atas sebuah kursi kayu. Dia melihat detail ruangan. Yang nampaknya memang di rancang untuk satu orang tamu. Dia menuju kamar tidur di ujung ruangan. Terdapat ranjang besar ukuran King Size, sebuah meja rias minimalis, lemari satu pintu. Tidak ada Air Conditioner disana. Karena udara siang hari pun rasanya dingin menusuk tulang.

Lalu Sander keluar dan kembali melihat ruang utama, terdapat satu set sofa melingkari sebuah televisi layar datar di dinding. Di sisi lain terdapat kitchen set dengan beberapa peralatan memasak yang tergantung rapi. Juga sebuah kulkas.

Dibukanya kulkas dan Sander melihat beberapa minuman juga makanan tersedia. Terlihat jelas bahwa ruangan ini dipersiapkan ketika Sander akan datang. Di sisi depan sejajar pintu terdapat satu set meja kerja menghadap ke luar. Dengan pemandangan arah jalan dan bangunan utama.

Sander membuka tirai yang menghalangi, dan melihat mobil Jeep lain datang. Nampak seorang pengendara pria lokal dan penumpang pria asing berkulit putih. Mereka berbincang sambil tertawa. Ganda keluar menyambut pria itu dengan wajah sumringah. Dan dia memberikan sebuah kunci lalu pria itu berjalan ke sebuah bangunan serupa yang Sander tempati.

Nampak bahwa pria itu sudah terbiasa datang ke tempat ini. Sesuatu berseru di benak Sander. Tempat yang terpencil dengan tamu-tamu istimewa. Penawaran villa yang luar biasa.