Chereads / My AL / Chapter 2 - Tangis

Chapter 2 - Tangis

Wanita berbaju putih itu sudah pergi dari ruangan ini dan Alessio kecil malah dibiarkan sendiri di ruangan sebesar ini. Hari semakin larut dan malam semakin kelam. Alessio kecil malah mengisi waktu kosong dengan melihat-lihat jarum yang ada di tangannya ini.

Ia memutar tangannya berulang kali, mencari cara agar bisa membuka jarum ini. Pasti ada suatu tombol yang membuat jarum ini lepas dari tangannya dan selang ini pun tidak akan menahannya lebih lama lagi di rumah sakit ini.

Ya. Alessio, 16 tahun. Ia harus kabur dari rumah sakit yang mungkin sebentar lagi akan menodongkannya uang sebanyak jutaan atau bahkan miliaran. Ia akan kabur malam ini dan sekarang ia sedang mencari cara agar bisa terlepas dari selang dan jarum bodoh ini. Setelah itu, ia tidak akan menunda diri untuk kabur dari rumah sakit ini. Bagaimana pun caranya.

"Hiks..." Alessio kecil mendengar suara tangisan yang benar-benar terdengar sangat dekat darinya. Alessio kecil sempat berpikir kalau hal ini ulah dari makhluk gaib, tapi Alessio kecil juga tidak mau terlalu memikirkannya. Ini rumah sakit dan banyak orang yang meninggal di sini, jadi wajar saja, kan?

Alessio kecil turun dari ranjang rumah sakit dan membawa tiang yang tersambung dengan selang di tangannya ini. Tadi, wanita berbaju putih itu sudah mengatakan kepadanya kalau ia bisa pergi ke toilet dengan membawa tiang ini ikut bersamanya.

Tapi, kalau ia ingin melarikan diri dari rumah sakit ini, ia tidak boleh membawa apapun. Hukuman yang ia dapatkan mungkin akan sangat berat jika ia mengambil tiang dan selang ini. Lagian, apa gunanya tiang dan selang yang menyakitkan ini?

Tapi, kalau baju rumah sakit ini mungkin akan ia bawa. Hei, ia masih tidak tahu dimana mereka meletakkan baju miliknya. Baju lusuh dan kotor miliknya. Lagian, mungkin baju tipis rumah sakit ini tidak akan semahal itu, kan?

Allesio kecil berniat membuka pintu ruangan ini, tapi suara seorang wanita malah menghentikannya.

"Membunuh seorang anak laki-laki sok pintar berusia 18 tahun itu tidak sesulit yang kau bayangkan," Kata-kata itu malah membuat gerakan Allesio kecil terhenti. Suara tangis anak kecil pun masih terdengar di telinganya. Suara itu malah semakin jauh saat ia berada di pintu ruangan ini, kamarnya.

Oh iya, sebenarnya ia baru saja bangun tidur tadi karena pengaruh obat yang ia minum. Obat itu diberikan wanita berbaju putih kepadanya. Lalu, saat ia membuka mata, wanita berbaju putih itu sudah tidak ada di sini.

Okay, balik lagi ke suara tadi. Suara wanita yang melengking itu benar-benar mengganggu Allesio kecil. Apalagi wanita itu sepertinya hanyalah orang jahat. Membunuh? Kira-kira siapa yang wanita itu bunuh?

"Aku yang membunuhnya, kau tidak usah mengarang cerita," Sekarang malah terdengar suara laki-laki. Allesio kecil tidak mau ikut campur urusan orang lain.

Hidupnya saja belum baik, kenapa ia harus capek-capek mengurus orang lain.

Saat Allesio kecil berbalik ingin menuju ke ranjangnya, ia malah menemukan seorang anak perempuan yang bersembunyi di samping lemari kamar ini. Jadi, suara tangis itu berasal dari anak perempuan ini?

Wajar saja Alessio tidak sadar, anak perempuan itu terlihat bersembunyi di cela lemari. Anak perempuan itu duduk meringkuk sambil memeluk kedua kakinya erat.

Anak perempuan itu mungkin tidak sadar kalau Alessio kecil sedang melihatnya karena ia masih sibuk menutupi kedua wajahnya dengan cara menudukkan kepalanya.

"Siapa kau?" Akhirnya pertanyaan itu keluar juga dari mulut Alessio kecil. Anak perempuan itu langsung mengangkat kedua wajahnya. Wajahnya yang cantik itu dipenuhi dengan air mata dan berwarna sedikit kemerahan.

Ruangan yang terang ini memperlihatkan wajah anak perempuan itu dengan sangat jelas. Alessio kecil terkesima. Anak perempuan yang terlihat tak berdaya itu benar-benar cantik di matanya.

"Aku...Aku minta.." Anak perempuan itu mengatakan sesuatu dengan suara yang kecil dan putus-putus. Sangat tidak jelas dan berhasil membuat wajah binggung terpampang di Allesio kecil.

"Apa orang yang ada di depan itu adalah orang tuamu?" tanya Allesio kecil penasaran. Allesio kecil berjalan mendekat anak perempuan yang cantik itu. Anak perempuan yang merasa ketakutan itu spontan langsung berdiri dan menyenderkan dirinya di dinding. Matanya memerah dan tangannya bergetar.

Allesio kecil bisa melihat itu. Tangan yang bergetar. Saat tangan Allesio bergetar, berarti Allesio kecil sedang merasa kelaparan.

Allesio kecil pun meraih kue yang masih berada di atas meja nakas. Kue itu diberikan oleh wanita berbaju putih itu kepadanya. Padahal ia akan membawa kue itu bersamanya di saat ia kabur, tapi mungkin anak perempuan itu lebih membutuhkannya.

Setelah kue yang ada di dalam plastik itu sudah ada di tangannya, ia langsung berjalan mendekati wanita itu. Berniat ingin memberitakan kue itu kepada anak perempuan itu, tapi sepertinya anak perempuan itu malah makin terlihat ketakutan.

Okay, tidak ada cara lain.

"Aku akan melempar kue ini. Lebih baik, kau memakannya agar tanganmu berhenti bergetar!" seru Allesio kecil yang membuat anak perempuan itu binggung.

"Tunggu, tapi aku tidak lap—"

"Satu, dua, tiga," Allesio melempar makanan itu pelan pada hitungan ketiga, lalu anak perempuan itu berhasil menangkapnya. Kue itu pas mengenai tangan dari anak perempuan itu.

"Makanlah, setelah itu kau harus pulang. Rumah sakit ini sangat mahal dan kita tidak boleh membuang-buang uang," pesan Allesio yang membuat anak perempuan itu binggung.

Anak perempuan itu membuka plastik kue itu dan memakannya.

"Dimana ayah dan ibumu?" tanya Allesio yang sudah kembali ke ranjangnya. Ia juga sudah meletakkan tiang dan selang itu di tempat semula.

Mata Allesio tidak pernah berhenti menatap anak perempuan yang sedang sibuk dengan kue itu. Kelihatannya kue itu sangat enak. Tapi, Allesio sudah makan nasi tadi dan anak perempuan itu lebih membutuhkan kue itu ketimbang dirinya.

Padahal, mungkin ia tidak akan memiliki kesempatan untuk mendapatkan kue yang terlihat mahal itu.

Ah, sudahlah.

Anak perempuan itu sudah menyelesaikan acara makannya. Ia masih duduk meringkuk tapi wajahnya sama sekali tidak ia tundukkan. Wajahnya lurus menatap laki-laki yang terlihat sangat baik didepannya ini.

Sepertinya anak laki-laki ini tidak jahat. Seperti Ryu.

"Aku baru saja tiba dari London—" Cerita anak perempuan itu dimulai dan Allesio kecil memutuskan untuk mendengarkan semua cerita anak perempuan itu hingga ia merasa tenang.

Ia pernah menangis di pojokan karena tidak bisa makan. Banyak orang yang menagih utang kepada panti asuhan tempat ia tinggal. Lagi, ia tidak bisa berbuat apa-apa selain menangis di pojokan.

Kabur? Mungkin ia akan menundanya untuk hari ini. Tapi, ia harus kabur dari rumah sakit ini bagaimana pun caranya.

***

Bersambung