Nero tidak bisa berbuat apa-apa selain diam dan menerima semua pukulan yang ayahnya lontarkan kepadanya. Sialnya lagi, ia juga sadar kalau kakaknya tidak akan mungkin membantunya karena sebenarnya mereka berdua sangat tidak berkuasa di depan papanya. Apalagi di depan papa Art.
Papa Nash beralih untuk meraih rokok mahal miliknya yang selalu ia sembunyikan di dalam saku jas miliknya. Ia memilih untuk duduk di atas kursi kebanggaannya sambil menghirup rokoknya. Sementara itu, Nash hanya bisa diam saja. Ia tidak tahu harus melakukan apa lagi kali ini dan ia juga binggung sendiri sekarang.
Tiba-tiba ia lupa mengenai tujuannya untuk datang ke sini.
"Berurusan dengan Allesio secara terang-terangan seperti tadi sama sekali tidak akan menguntungkan kita," kata papa Nash entah kepada siapa. Nash hanya bisa memperhatikan papanya dengan tatapan mata yang sedikit sayu.
Ia merasa kelelahan. Ia ingin mengambil cuti untuk beberapa hari, tapi ia malah harus terjebak dengan semua pekerjaan ini dan tentu saja tidak ada satu orang pun yang bisa menggantikannya jika ia benar-benar memutuskan untuk cuti.
Bahkan adik bodohnya ini sekalipun, ucap Nash di dalam hatinya.
"Sama seperti kalian, aku juga merasa iri dengan keputusan orang tua kami untuk menentukan siapa yang akan menjadi CEO dari perusahaan ini. Aku tidak akan menyerangnya karena aku tahu jika aku ketahuan malah semuanya akan sia-sia," kata papa Nash masih sambil menyesap rokok mahal itu.
"Jika kalian mau, aku akan mengizinkan kalian untuk menyerang Allesio dari belakang. Entah bagaimana cara kalian untuk menjatuhkannya. Aku takkan peduli dengan cara yang kalian gunakan. Asal, jangan sampai kalian tidak melakukan semua dengan bersih," kata papa Nash yang membuat senyum di wajah Nash dan Nero langsung terbit begitu saja.
Kalau mereka sudah mendengarkan hal semacam ini dari papanya, berarti kalau mereka melakukan apapun, papa akan senantiasa melindungi mereka. Tapi, dengan catatan kalau mereka harus melakukan semuanya dengan sangat baik, dan dari belakang tentunya.
***
"Kau tidak harus memaksakan dirimu untuk terdiam di sini lebih lama lagi. Kau bisa pergi sekarang juga," kata Allesio sambil melirik Aleera yang sedang menyajikan kopi dan air mineral di atas meja dekat sofa. Di dekat meja itu, ada Allesio yang masih setia duduk di atas sofa.
Okay, luka itu sudah diperban dan Aleera adalah salah satu orang terhebat yang bisa bertahan di dekatnya dalam mode dirinya yang menyebalkan seperti ini.
Allesio tidak terlalu berharap banyak mengenai apa yang Aleera pikiran tentang dirinya, kalaupun pada akhirnya semua hal mengenai Allesio di pikiran Aleera adalah semua hal mengenai keburukan saja.
Allesio di mode meresahkan seperti ini sama sekali tidak asik diajak bicara, pikiran buruk Allesio benar-benar memenuhi seluruh kepalanya. Ia bahkan akan berpikir untuk melakukan hal yang tidak-tidak kalau sedang sendirian.
"Aku sedang menunggu ibu dan ayahmu," kata Aleera sambil menatap ke arah Allesio dengan berani. Allesio melirik tangan Aleera yang masih sedikit bergetar. Wanita ini benar-benar sok berani dan suka ikut campur urusan orang lain, ya.
"Kau bisa menunggu mereka di ruangan mereka. Jangan di ruanganku. Aku sedang benar-benar tidak bisa diganggu," kata Allesio masih mencoba mengusir Aleera. Mata Allesio tidak seperti apa yang Aleera lihat tadi. Wajahnya sudah terlihat lebih tenang walaupun Aleera tidak bisa berhenti merasa takut.
Tapi, Aleera ingin di sini.
Aleera hanya terdiam dan tidak menjawab ataupun merespon perkataan dari Allesio. Allesio pun memutuskan untuk ikut diam. Ruangan ini benar-benar terasa sunyi sekarang.
Bunyi handphone Allesio membangunkan Allesio dari kesunyian yang berhasil menghipnotis mereka berdua. Allesio sepertinya lupa mematikan handphone miliknya. Sial, ia benar-benar ingin marah tapi ia binggung harus marah kepada siapa.
"Ada ap—"
"Maaf, apa wanita itu ada di sana?" Tanya Yasa yang sepertinya merasa sedikit takut saat bertanya kepada Allesio. Allesio menghela napasnya, lalu ia melirik ke arah Aleera. Tapi, bukannya meminta untuk pulang atau sebagainya, Aleera malah mengelengkan kepalanya.
Allesio yang bodoh atau wanita ini yang bodoh. Padahal, tatapan mata sinis dari Allesio ini sudah benar-benar ada di tahap paling atas, paling mengerikan bahkan. Tapi, wanita ini sepertinya membutakan matanya sendiri.
Aleera yang ada di depannya saat ini benar-benar terlihat berbeda dengan Aleera yang ia lihat dan ia cari beberapa waktu sebelumnya. Apa ia memiliki kembaran?
"Kalau kau ingin mencarinya, jangan kepadaku, sialan!" Suara teriakan Allesio mengema. Lalu, Allesio menutup sambungan telpon itu.
Yasa pasti akan mengerti. Pasalnya, wanita di depannya inilah yang tidak mengerti dan Allesio pun tidak mengerti dengan pola pikirnya sendiri. Ia seharusnya bisa dengan mudah menarik wanita ini keluar dari ruangannya. Ia lah yang memiliki kuasa penuh atas gedung ini dan ia bisa mengusir semua orang yang menggangunya di sini. Tapi, ia tak melakukannya kepada wanita ini. Aneh, kan?
"Pulanglah! Aku juga akan pulang," kata Allesio pasrah. Allesio bangkit dari duduknya. Ia melirik ke arah pecahan kaca yang sudah wanita itu bersihkan tadi. Bahkan pecahan minumannya tadi sudah tidak tersisa sedikitpun di atas lantai ruangannya.
"Antar aku pulang," kata Aleera yang tidak Alessio indahkan. Allesio masih berjalan menuju ke kursi singgasananya. Sudah diberi kebaikan dan diampuni karena mengganggu orang lain, wanita ini malah memilih untuk meminta hal yang lebih kepadanya.
Permintaan Aleera takkan Allesio ikut. Kenapa? Allesio masih dalam pengaruh minuman yang ia minum tadi. Sedangkan ia saja berencana untuk pulang dengan taksi. Ia juga takkan mau meminta supir keluarga mereka untuk mengantarkan dia untuk pulang ke rumah mereka. Walaupun sebenarnya Allesio yakin papanya sudah meminta supir untuk menunggui Allesio di bawah.
Yasa lah yang mengendarai mobil untuk keluarganya dan ia yakin sopir akan menunggu untuk Allesio.
Allesio duduk di atas kursinya sambil membereskan berbagai macam hal yang ada di tas mejanya. Aleera malah berjalan menuju ke mejanya dan meminta hal yang sama dengan apa yang ia katakan tadi.
Kalau saja orang tua mereka tidak dekat, mungkin saja Allesio sudah benar-benar meninggalkan wanita ini di sini.
"Tak mau!" Jawab Allesio dengan wajah memerah. Entah kenapa wajah Allesio memerah. Mungkin ia marah kepada Aleera.
Aleera hanya ingin memastikan kalau Allesio akan pulang dengan selamat. Setidaknya, ia bisa mengendarai mobil milik Allesio untuk mengantar Allesio pulang. Laki-laki di depannya ini pasti masih mabuk berat.
"Aku mau pulang," rengek Aleera yang dibalas oleh gelengan dengan Allesio.
"Kau tahu di mana pintu keluarnya dan kau tahu di mana mobilmu berada," jawab Allesio enteng.
Tebak apa yang terjadi selanjutnya.
***
Bersambung