Aksara melayangkan tamparan keras ke pipi Maya. Pria itu sudah geram dengan kelancangan calon istri barunya itu. Maya dengan seenaknya merebut ponsel, yang merupakan privasinya. Dan Aksara tidak menyukai itu.
Tidak satu orang pun yang pernah melakukan ini kepadanya. Sedangkan Maya, baru menjadi calon istri saja sudah lancang. Apalagi nanti saat sudah menikah. Aksara semakin ragu, namun tak punya ide lain. Sepertinya, otaknya semakin tua semakin lamban berpikir.
Maya memegang pipinya yang baru saja diberi cap tangan. Bibirnya mengerucut geram. Matanya menatap nyalang dengan hidung kembang kempis. Terengah-engah karena menahan marah.
"Kau menamparku lagi, Mas? semudah itu kau melayangkan tanganmu? aku ini calon istrimu! bahkan belum menjadi istri, kau sudah kegenitan dengan gadis di luar sana!"
"Bukan urusanmu! yang penting aku menikahimu, kan? jangan ikut campur!" bentak Aksara tak kalah geram.