BUGH
BUGH
BUGH
Pragma meninju tembok untuk melampiaskan amarahnya. Meninju dengan begitu brutal, darah segar kembali mengucur dari buku-buku tangannya. Darah itu merembes hingga ke lantai bahkan mengotori tembok putih tersebut.
"Akhhhhhhhh," teriak Pragma keras menarik rambutnya kasar. Tidak memedulikan bau anyir di sekitarnya, dia benci dirinya yang lemah di hadapan Gelora. Jika saja wanitanya itu bukan wanita luar biasa bukan pemberontak jika dirinya memberi ancaman, maka Pragma sudah mewanti-wanti Gelora untuk tidak menyebut nama pria itu di depannya.
"Mungkin kau harus membunuhnya Pragma. Jika dia tiada, maka tidak akan pernah ada alasan dia mengambil anakmu."
"Jangan Pragma, jika kau membunuhnya kamu malah akan menanamkan sendiri kebencian di hati Rean, jika saat dewasa nanti dia mengetahui kamu membunuh ayah kandungnya. Lebi–"