Pragma memijit pelipisnya pelan menatap ajudan pria tua bangka di depannya. Dia masih berdiri di depan pintu, karena Pragma menahannya di sana. Sedangkan si empu mendekati ajudan tersebut, menatap pria yang seumuran dengannya tajam.
"Apalagi yang kau inginkan? Mengapa selalu datang tanpa diundang seperti ini, apakah kau sudah beralih profesi untuk menjadi penguntit?" Sarkasme Pragma benar-benar melayangkan tatapan permusuhan pada pria di depannya.
"Saya hanya ingin menyampaikan amanat dari Tuan saya, bahwa dia benar-benar minta maaf atas hadiah yang dikirimkan untuk putramu. Karena mainan darinya dia terluka, apakah ada hubungannya dengan mainan itu sampai dia masuk rumah sakit?" tanya Ezakiel melayangkan pertanyaannya bodoh. Dia menyadari jika apa yang dia tanyakan tidak masuk akal, menanyakan apakah karena mainan, yang dikirimkan Tuannya membuat putra dari Pragma masuk ke dalam rumah sakit. Tapi apa boleh buat ini semua atas perintah Tuannya yang notabenya calon mertuanya.