A new day has come. Hari ini, Attaya sudah harus kembali ngantor. Dia sudah bangun pukul enam pagi tadi. Sekarang, aku, dia, dan Mama tengah menikmati sarapan bersama. Waktu baru menunjukkan pukul tujuh seperempat pagi.
"Hari ini kamu ikut Mama, ya, Freya?" ucap Mama, sambil menyendoki sarapannya.
"Mau diajak ke mana, Ma?"
"Ke salon dan ke minimarket."
"Oke, Ma, aku mau. Daripada di rumah bengong aja kek sapi ompong," jawabku, sambil tersenyum.
"Mama mau creambath?" tanya Attaya pada mamanya.
"Enggak. Mama mau me-make over Freya. Biar penampilannya semakin cetar dan memesona."
Aku tersipu malu mendengar jawaban Mama. Apalagi saat Attaya melirikku, duh, tambah malu rasanya.
"Oke, terserah Mama aja, deh." Attaya menjawab, sambil menyerutup kopinya.
Setelah Attaya berangkat ke kantornya, aku membantu Bik Asih membereskan rumah. Setelah itu, aku bergegas mandi, karena Mama sudah siap pergi.
Pertama-tama, Mama mengajakku mengunjungi salah satu minimarketnya yang berada di daerah Japunan. Dua karyawan Mama nampak tengah bekerja dengan rajin. Seorang berada di meja kasir, dan seorang lagi tengah menata barang di rak.
"Hai, Fitri, Lusi! Perkenalkan, ini istrinya Attaya. Namanya Freya." Mama memperkenalkanku dengan kedua karyawannya. Aku menyalami keduanya dengan hangat.
Setelah menyelesaikan urusan di situ, Mama mengajakku ke toko bangunan miliknya yang juga berada di daerah Japunan. Benar kata Attaya, karyawannya lelaki semua. Mana dah pada tua-tua. Di toko bangunan ini, urusan Mama agak lama. Aku menunggu Mama sambil mengobrol dengan karyawan-karyawan Mama.
Tepat pukul sepuluh pagi, akhirnya kami berdua sudah berada di sebuah salon di kawasan Pecinan. Mama menyuruh kapster untuk memotong rambutku dengan model yang serasi dengan bentuk wajahku. Juga melakukan creambath dan facial padaku. Mama sendiri hanya melakukan lulur, menicure dan pedicure saja.
"Ma, aku ngantuk, nih," ucapku, saat kapster memijat punggungku.
"Merem aja, Freya! Di salon emang hawanya bikin ngantuk." Mama menjawab dengan santai. "Habis dari sini, entar ikut Mama ke toko baju, ya. Kita beli beberapa dress casual untuk kamu pakai di rumah.
"Oke, Ma," jawabku sambil menguap. Sekarang, aku benar-benar ingin tidur dan memejamkan mataku sejenak.
Aku tak tahu berapa lama aku tertidur. Aku terbangun, ketika kapster mau membilas rambutku. Setengah jam kemudian, kami pun meninggalkan salon. Mama mengarahkan mobilnya menuju sebuah pusat perbelanjaan di Magelang. Di sana, Mama memilihkanku beberapa dress casual, empat buah hotpants dan t-shirt model slim fit. Mama sendiri tak membeli apapun untuk dirinya sendiri.
"Mama tahu, kamu dan Attaya masih serba canggung. Kalian belum melakukan malam pertama, kan?"
Aku menggelengkan kepalaku dengan malu.
"Mulai hari ini, bersikap manis pada Attaya, ya, Nduk. Jangan sungkan-sungkan untuk menggoda dia. Buat dia jatuh cinta padamu. Oke, Freya?"
"Ya, Ma, aku akan berusaha. Tapi aku gak janji bisa berhasil ya, Ma. Mama kan tahu, Attaya dah punya pacar."
"Dia gak serius sama Valerie. Tenang aja, dia akan jatuh cinta padamu, cepat atau lambat."
Usai berbelanja, Mama mengantarkanku pulang. Setelah itu, Mama pergi lagi ke minimarket yang satunya lagi, yang berada di daerah Tegalrejo.
***
"Beli apa, Nduk?" tanya Bik Asih padaku, saat aku tengah menaiki tangga dengan tersaruk-saruk.
"Baju, Bik." Aku berhenti, untuk menjawab pertanyaan Bik Asih.
"Rambutmu baru, ya?"
"Iya, Bik. Mama ngajak aku ke salon tadi. Aku masuk kamar dulu, ya, Bik. Capek banget rasanya."
Mendengar ucapanku, Bik Asih pun mengangguk. "Makan siang sudah siap, ya, Nduk. Kalau sudah lapar langsung turun, ya! Nyonya jarang makan siang di rumah soalnya.
"Ya, Bik, makasih."
***
Pukul setengah lima sore, Attaya masuk ke kamar dengan wajah murung. "Kamu kenapa, Atta?"
"Gak papa. Lagi capek aja," jawab Attaya dengan wajah datar.
"Kupijitin mau, gak?" Aku menawarkan diri.
Attaya mengangguk pelan. "Entar ya, aku mau mandi dulu."
Aku menunggu Attaya di ranjang, sementara ia pergi mandi. Tak berapa lama kemudian, ia sudah siap dipijit.
"Emang banyak kerjaan di kantormu?" tanyaku, sambil memijiti bagian punggungnya.
"Hmmm ...." Attata tak menjawabku, hanya mengeluarkan sebuah geraman.
Aku malas mau bertanya-tanya lagi. Jadi, kuteruskan saja memijatinya. Tak lama kemudian, dengkur halus Attaya mulai terdengar. Baru saja aku turun dari ranjang, terdengar Bik Asih memanggil nama Attaya. Segera kubukakan pintu untuknya.
"Nduk, ada Mas Beryl nyariin suamimu," ucap Bik Asih dengan nada pelan.
"Attaya tidur, Bik. Barusan kupijitin, terus langsung tertidur lelap. Katanya dia kecapekan, gitu."
Bik Asih terlihat manggut-manggut. "Ya udah, kamu aja yang menemui dia."
"Tapi kan aku gak kenal sama Beryl, Bik."
"Ya nanti kenalanlah. Ayo, turun, temui dia!" Bik Asih menggandeng tanganku, mengajakku menemui temannya Attaya yang bernama Beryl itu.
"Mama belum pulang, Bik?" tanyaku, saat kamu sudah berada di tangga.
"Belum. Hari ini acara Nyonya padat. Maklum, menjelang akhir bulan, jadi banyak kerjaan."
Aku mengangguk tanda mengerti. Bik Asih kemudian masuk ke kamarnya. Sementara aku menemui Beryl yang sudah duduk di sofa dengan sopan. Secangkir teh hangat dan setoples kue sudah tersedia di meja ruang tamu sebagai jamuan untuk Beryl.
"Hai, perkenalkan aku Freya istrinya Attaya." Aku mengulurkan tanganku padanya dengan sopan.
Ia tampak agak kaget melihatku. Namun, ia tetap menerima jabatan tanganku dengan hangat. "Hai, aku Beryl, sahabat sekaligus tangan kanannya Attaya di perusahaan."
"Mana Attaya, Freya?" tanya Beryl kemudian.
"Dia lagi tidur. Katanya dia kecapekan. Trus kupijitin bentar, eh tertidur dia."
"Oh, gitu ya." Beryl nampak manggut-manggut.
"Kamu ada perlu penting sama dia, ya? Kalau penting banget, biar kubangunin dia."
"Penting gak penting sih. Bukan urusan perusahaan sebenarnya, melainkan urusan pribadi."
"Apakah ada hubungannya dengan pacar Attaya yang bernama Valerie?" tebakku asal aja.
Mendengar pertanyaanku, Beryl sontak terkejut. " Kamu tahu tentang Valerie?"
Aku mengangguk. "Mamanya Attaya sejak awal sudah memberitahuku perihal Valerie."
Beryl terdiam beberapa saat. "Jadi gini, dua hari yang lalu aku memergoki Valerie berada di sebuah night club dengan seorang lelaki berewokan. Saat itu, kebetulan aku lagi menemani saudaraku clubbing. Soalnya dia habis putus cinta. Daripada entar dia kenapa-kenapa, mendingan kutemani dia pergi ke night club-nya. Demi Tuhan, aku melihat mereka bermesra-mesraan, ciuman bibir dan lain-lainnya. Aku bahkan sempat memotret mereka secara diam-diam. Lalu tadi siang, saat jam istirahat kutunjukkan bukti itu padanya. Setelah itu, dia jadi diam aja sepanjang hari."
"Boleh kulihat fotonya?"
"Boleh, dong." Beryl menjawab sambil mengeluarkan ponsel dari saku celananya.
"Nih, Freya!" Beryl menyodorkan ponselnya padaku.
Aku menerimanya dengan tangan agak gemetar. Kulihat ada seorang gadis cantik berambut sebahu, tengah duduk mesra dengan seorang lelaki berewokan tampan, yang kutaksir berumur 35 tahunan. Mereka duduk begitu dekat dan intim. Melihat posisi tubuhnya, sepertinya keduanya baru saja usai berciuman. Aku menyerahkan kembali ponsel itu pada Beryl.
"Kalian ngobrolin apa?" Suara Attaya tiba-tiba terdengar dari arah tangga.