Rangga Perdana langsung menjadi bingung, matanya melebar karena panik.
Kemudian dia diseret ke belakang oleh dua pria jangkung itu. Kedua pria itu memegang lengan Rangga Perdana dan menariknya keluar dengan wajah tanpa ekspresi.
"Ayu Lesmana! Ayu Lesmana, kamu wanita jalang, tunggu pembalasanku!" Rangga Perdana tahu bahwa dia akan mati, dan dia mengutuk seperti orang gila.
Jika bukan karena Ayu Lesmana, bagaimana kecurangannya bisa terungkap saat itu.
"Ayu Lesmana!" Suara Rangga Perdana serak.
Ayu Lesmana menjilat bibirnya. Dia tidak menyangka akhir dari Rangga Perdana akan begitu menyedihkan. Dan pemuda tadi lalu duduk dan mengelap keringat di dahinya lalu berkata.
"Haruskah kita bertanding?" Ardian menatap Ayu Lesmana.
Ayu Lesmana mengangkat bahu sedikit, "Kamu tidak bisa mengalahkanku."
Ardian terdiam sesaat, mempertimbangkan kebenaran dari perkataan Ayu Lesmana, lalu mengerucutkan bibirnya dan berkata dengan serius, "Aku tahu kamu hebat."
"Ya." Ayu Lesmana mengangguk dengan tulus.
Senyuman muncul di wajah kurus Ardian, "Maukah kamu datang lagi kesini nanti?"
Ayu Lesmana memikirkannya dan menggelengkan kepalanya, "Tidak."
Ayu tidak tertarik dengan permainan biliar itu sendiri, dia hanya bermain dengan Sigit Santoso di kehidupan sebelumnya beberapa kali, tapi dia cukup menguasai teknik yang diperlukan dalam permainan itu. Dan dibandingkan dengan keterampilan bermain Sigit Santoso, keterampilannya tidak ada apa-apanya.
Ardian terlihat kecewa di wajahnya lalu berjalan ke nampan dan menyerahkan uang di atas nampan, "Kamu menang. Kamu berhak dengan hadiah ini"
Ayu Lesmana tidak menolak. Dia memang menang dan dia lalu mengambil uang itu dengan senang hati.
"Aku sedikit penasaran, kenapa kamu tahu kalau dia curang?" Tatapan Ardian tidak menentu, seakan ada sesuatu yang mengganjal.
"Rangga Perdana paling suka menyombongkan dirinya sendiri. Dia sudah bertanding dan mempermainkan begitu banyak orang-orang yang ada disini." Ayu Lesmana mulai menjelaskan.
"Jika metode yang begitu cerdas itu ketahuan, bagaimana dia bisa membuat orang-orang disini merasa bahwa dia hebat?" Ayu Lesmana tertawa, sambil meletakkan stik biliarnya.
Lalu mengangguk ke orang-orang di dalam ruangan, "Aku jelas tidak sama dengannya, jadi tidak ada keraguan tentang niatku untuk mengungkap yang sebenarnya. Selamat tinggal, semuanya." Ayu kemudian berjalan pergi setelah mengatakan itu.
Kali ini, Ayu Lesmana sudah memutuskan semua hubungan masa depan dengan Rangga Perdana. Mulai sekarang, Rangga Perdana harus kembali ke dunianya yang malang, egois, dan suram.
Dia bahkan tidak layak untuk menjadi lawan Sigit Santoso.
Dalam hidup ini, Sigit Santoso harus memulai hidupnya yang lebih baik.
Mata Ayu Lesmana tiba-tiba terasa agak sakit, dia lalu mengangkat tangannya dan mengusap matanya. Melihat matahari yang cerah di luar, dia tiba-tiba merindukan Sigit Santoso.
Ardian memperhatikan Ayu Lesmana pergi dan kemudian melihat bola di atas meja.
"Ardian, kamu ingin melawan gadis itu?" Seseorang dari kerumunan tiba-tiba maju dan bertanya, tersenyum dengan sangat ambigu.
Ardian menggelengkan kepalanya dengan lemah, "Aku tidak akan bisa mengalahkannya."
Dia tidak bisa mengalahkan Rangga Perdana sebelumnya, jadi dia pergi latihan dikarenakan itu. Dia sebenarnya juga tidak berpikir teknik Rangga Perdana dapat mengalahkannya, tetapi Ayu Lesmana berbeda.
Bakatnya seakan sudah di ambang batasnya, bahkan jika dia belajar selama sepuluh tahun lagi, dia merasa dia tidak akan mencapai level yang sama dengan Ayu Lesmana.
Ardian mengeluarkan saputangan dari sakunya dan menyeka tangannya. "Teman-teman, silahkan lanjutkan bermain lagi." Selesai berbicara, dia kemudian membungkuk sedikit, mengucapkan selamat tinggal, dan kemudian keluar.
_ _ _ _ _ _
Setelah cukup lama ditahan oleh Hardiono tadi, Nadia Santoso kemudian menendang punggung Hardiono.
Ekspresi wajah Hardiono kemudian berubah, dan dia dengan cepat menurunkannya.
"Apa yang kamu lakukan!" Nadia Santoso terhuyung dan menatap Hardiono ketika dia berdiri.
Hardiono mengusap keningnya, "Bisakah kamu bersikap lebih pintar?"
"Apa maksudmu?" Wajah Nadia Santoso muram, menggertakkan gigi dan hendak menggigit Hardiono sampai mati.
"Apa kamu benar-benar ingin mengganggu Ayu Lesmana? Bagaimana jika dia meminta Sigit Santoso untuk memarahimu nanti?" Hardiono menghela nafas.
Nadia Santoso mengerutkan kening, "Kakakku tidak bodoh."
"Dia seperti orang bodoh saat menghadapi Ayu Lesmana." Hardiono memutar matanya.
Sikap Sigit Santoso terhadap Ayu Lesmana tidak diragukan lagi kalau dia sedang benar-benar jatuh cinta.
Nadia Santoso menurunkan pandangannya. Dia mengingat apa yang telah dilakukan Sigit Santoso setelah bertemu dengan Ayu Lesmana. Dia kemudian menatap Hardiono dengan serius, "Lalu apa yang harus kita lakukan sekarang?"
Hardiono mengangkat tangannya ke arah Nadia Santoso.
Walaupun Nadia Santoso merasa agak jijik disentuh olehnya, tetapi ketika dia memikirkan tentang berurusan dengan wanita seperti Ayu Lesmana, dia benar-benar harus meminta pengalaman Hardiono.
Nadia Santoso membungkuk, dan Hardiono membisikkan di telinganya.
Setelah beberapa saat, mata Nadia Santoso tiba-tiba membelalak, dan lalu berdiri menatap Hardiono dengan tatapan tidak percaya.
Hardiono menyelipkan rambutnya, merasa sangat bangga.
Setelah mengucapkan selamat tinggal pada Hardiono, Nadia Santoso kemudian langsung pulang. Ketika dia kembali ke rumah. Ibunya, Dewi Sastro, sedang bermain piano di rumah, Dewi Sastro baru-baru ini membeli piano dan memainkannya setiap hari.
Nadia Santoso masuk ke ruang tamu dan mengerutkan keningnya dengan kesal.
"Bu, katakan saja jika kamu ingin membunuh orang-orang dirumah." Nadia Santoso berjalan mendekat dan mengulurkan tangan, lalu mengambil kertas note musiknya.
Dewi Sastro menghentikan tangannya, dan ketika dia mendongak dan melihat Nadia Santoso, matanya yang indah terkejut, "Oh, kenapa kamu kembali lagi?"
Nadia Santoso mendengus, " Di mana nenek?".
"Dia sedang minum teh dengan kakekmu." Dewi Sastro meregangkan badan.
Nadia Santoso berpikir sejenak, "Kalau begitu aku akan menunggunya kembali."
Dewi Sastro meliriknya, "Apa ada sesuatu?"
Nadia Santoso mengangguk, "Ada hal yang cukup besar."
"Oh." Dewi Sastro menjawab cuek merasa tidak ingin tahu.
Nadia Santoso juga tidak ingin memberitahunya, karena ibunya telah pergi ke keluarga Ayu Lesmana untuk melamarnya sebelumnya. Nadia Santoso tidak tahu kenapa ibunya ingin melihat Ayu Lesmana.
Dewi Sastro lalu melangkahkan kaki menuju ke kamarnya.
Tapi telepon di ruang tamu tiba-tiba berdering.
Dewi Sastro berjalan mendekat dan mengangkat telepon, "Halo.. Oh Sigit Santoso..."
Mata Nadia Santoso berbinar, melangkah mendekat dan meraih telepon dengan tangan ibunya, "Halo!"
Nadia Santoso mendorongnya menjauh dan menjawab telepon sendiri "Kak Sigit"
Sigit Santoso tertegun di telepon, "Nadia Santoso?"
"Iya ini aku."
"Apakah kamu tidak sekolah?" Suara Sigit Santoso agak lelah. Dia bergegas kembali ke barak militer dari setelah menerima panggilan malam itu. Kali ini ada sebuah geng narkoba yang membuat onar di kota. Jadi pemerintah meminta orang-orang dari pasukan militer untuk membantu.
Setelah bertarung selama beberapa hari, mereka akhirnya bisa menaklukkan geng narkoba itu. Dan dia baru saja kembali ke barak hari itu, kemudian memiliki kesempatan untuk menelepon.
Nadia Santoso mengangkat tangannya dan menyentuh telinganya, "Ada yang tidak beres, jadi aku pulang."
Sigit Santoso, "Benarkah?"
"Tentu saja, dan aku ingin membicarakan tentang suatu hal. Kakak, kamu tahu aku tadi berada di tempat bermain biliar bersama Hardiono dan tebak aku bertemu dengan siapa disana barusan? "Nadia Santoso mengetukkan ujung jarinya ke meja.
Sigit Santoso sedikit tidak tertarik, dan bertanya dengan santai, "Siapa yang kamu lihat?"
"Ayu Lesmana." Nadia Santoso mencibir.
"Dan dia bersama Rangga Perdana." Nadia Santoso melanjutkan.
Ekspresi wajah Sigit Santoso mendadak muram dan tangannya mengepal tanpa sadar.