Sesampainya di rumah, Ayu Lesmana memanggil Teddy Lesmana beberapa kali, tapi ternyata Teddy Lesmana tidak ada di rumah. Ayu Lesmana mengerutkan kening dan berjalan mengelilingi rumah. Widya Perdana juga sudah pergi.
Sigit Santoso berdiri di depan pintu seperti seorang penjaga.
"Teddy mungkin keluar untuk bermain, aku akan melihat pintu ini dulu. Jangan gerakkan tanganmu." Ayu Lesmana berjongkok, engsel pintu telah hancur dan ada sebuah lubang pecah di tengah pintu kayu.
Ayu Lesmana terkekeh, "Sigit Santoso, kamu benar-benar telah merusak pintu ini."
_ _ _ _ _
"Tidak terlalu parah." Sigit Santoso berjalan mendekat dan menyentuh pintu dengan tangannya yang tidak terluka. "Sekarang sudah waktunya bagi Hardiono untuk mengirim peralatannya."
Tiba-tiba suara Teddy Lesmana terdengar dari luar halaman, "Kakak!"
Teddy Lesmana bergegas masuk dari halaman dan melihat dua orang berjongkok dekat pintu. Setelah beberapa saat, Teddy menatap Sigit Santoso dengan waspada, dalam diam. Mundur kebelakang Ayu Lesmana.
Ayu Lesmana sedikit terkejut karena biasanya Teddy Lesmana selalu menyukai Sigit Santoso. Ayu berdiri dan menyentuh kepala Teddy Lesmana. "Ada apa?"
Teddy Lesmana menatapnya dengan ekspresi yang rumit, "Kakak, bisakah kita berbicara berdua dengan tenang."
Ekspresi Sigit Santoso menegang, dan ia merasa agak terkejut saat melihat Teddy Lesmana menghindarinya.
Ayu Lesmana melirik Sigit Santoso, terbatuk ringan, dan menundukkan kepalanya ke Teddy Lesmana dan berkata, "Katakan saja di sini."
Teddy Lesmana membusungkan pipi wajahnya dan berkata dengan marah, "Keluarga kak Sigit Santoso datang untuk mencari Kakek! Kakek sangat marah sampai dia masuk ke rumah sakit!"
Sigit Santoso menginjak pintu yang jatuh dilantai tanah, dan pintu itu benar-benar menjadi rusak semua.
"Apa kakek baik-baik saja?" Ayu Lesmana ketakutan.
Teddy Lesmana menggelengkan kepalanya, "Aku belum tahu."
Sigit Santoso langsung mengerutkan kening, "Siapa yang mengatakan itu padamu?"
Ekspresi Sigit Santoso berubah pada saat itu, dia bahkan tidak memikirkannya, dia hanya bisa menebak bahwa Nadia santoso pasti pergi menemui kakeknya dan mengeluh.
"Ayo pergi ke rumah sakit." Ayu Lesmana kemudian berkata pada Sigit Santoso.
Ayu Lesmana menatap Sigit Santoso dengan serius, dan seseorang dari keluarganya secara pribadi datang untuk memperingatkannya bahwa dia tidak diizinkan untuk menghubungi Sigit Santoso lagi, sesuatu yang tidak pernah Ayu Lesmana duga. Bagaimanapun, hal itu tidak pernah terjadi dalam hidup Ayu Lesmana sebelumnya.
"Ayu Lesmana, aku akan menyelesaikannya sendiri." Sigit Santoso meremas tangan Ayu Lesmana dengan erat.
"Tidak, aku ingin pergi bersama." Ayu Lesmana mengerutkan kening, dia mendapat firasat buruk soal ini.
Ketiganya lalu bergegas ke rumah sakit saat itu juga.
Setelah tiba di rumah sakit, kakek Budi Santoso, nenek Endang dan Nadia santoso semuanya berada di koridor, dan di samping mereka ada keluarga besar keluarga Hendro Lesmana.
Kakek Gumelar telah tinggal di rumah Hendro Lesmana sejak istrinya meninggal, dan saat itu Pak Malik pergi ke rumah Ayu Lesmana terlebih dahulu dan menemukan ternyata tidak ada seorangpun di rumahnya, jadi dia pergi mencari Gumelar.
Siapa yang tahu daya tahan psikologis Gumelar ternyata lemah, tidak seperti ketika dia masih muda. Setelah Gumelar mengucapkan beberapa patah kata dan menambahkan beberapa kata dari Nadia santoso, dia menjadi cemas beberapa saat dan langsung jatuh.
Kemudian Gumelar dibawa ke rumah sakit, setelah diperiksa oleh dokter, dokter berkata tidak ada yang serius, hanya tinggal menunggu Gumelar bangun.
Wijaya Lesmana bergegas menerima telepon saat bekerja di pabrik. Hendro Lesmana melihat Wijaya Lesmana sedang menundukan kepalanya dan menutupi wajahnya setelah menjawab telepon. Wijaya Lesmana kemudian bertanya kepada ayahnya tentang situasi kakek.
"Tidak ada yang perlu diragukan lagi, Ayu Lesmana sudah memprovokasi orang besar, aku tidak tahu apakah Ayah akan bisa bertahan kali ini" Hendro Lesmana berbicara dengan tajam, seakan ada jarum di kata-katanya.
Wijaya Lesmana mengangkat tangannya dan menyeka wajahnya, memandangi keluarga Nadia santoso yang duduk di sebelahnya dengan rasa malu.
Dengan kruk di tangannya, Kakek Santoso duduk di kursi dan Endang duduk di sampingnya, Nadia santoso memegang tangannya, ekspresi wajahnya samar, dan dia tidak terlihat merasa bersalah.
"Ayu Lesmana seharusnya sudah lama memberi tahu Sigit Santoso." Wijaya Lesmana menggertakkan gigi dan berpikir.
Jika Ayu Lesmana tidak pernah berhubungan dengan Sigit Santoso sebelumnya, mereka tidak akan menerima barang-barang pemberian Sigit Santoso dan Wijaya Lesmana tidak akan memarahi mereka ketika kembali sekarang. Jika ada yang perlu dibicarakan, dia pasti merasa malu.
"Kakak, aku akan segera membereskan masalah ini." Wijaya Lesmana membungkukkan tubuhnya, lalu berjalan ke arah Kakek Santoso.
"Pak Budi Santoso..." Wijaya Lesmana berdiri di depan kakek Santoso.
Kakek Santoso mengangkat matanya, meskipun otot-otot di tubuhnya mulai menyusut karena usianya yang sudah tua, tulangnya yang kuat dan matanya masih tajam seperti elang dan masih bisa menunjukkan betapa kuatnya dia ketika dia masih muda.
Wijaya Lesmana menelan ludah, "Pak Budi santoso, Anda pasti memiliki beberapa pertanyaan tentang kesalahpahaman ini. Putri kami, Ayu Lesmana tidak ada hubungan apa-apa dengan Sigit."
Sebelum Pak Malik berbicara, Nadia santoso menyipitkan alisnya, matanya menatap tajam pada Wijaya Lesmana, "Om Wijaya, berarti anda tidak mengenal putrimu dengan baik."
Wijaya Lesmana terkejut.
Nadia santoso mencibir lagi kepada Wijaya Lesmana, "Terakhir kali anakmu juga masih menerima hadiah dari kakakku, seekor kelinci, tahukah kamu soal itu?"
Kelinci itu disimpan di kandang ayam mereka. Tentu saja Wijaya Lesmana tahu.
Tetapi sebelum berkata lebih banyak, Wijaya Lesmana berpikir Sigit Santoso bukan memberikan kelinci itu sebagai hadiah, Wijaya Lesmana diam sebentar dan mengerutkan kening lalu berbicara lagi, "Aku akan mengembalikan semua hadiah yang telah diberikan Sigit Santoso dengan senang hati, jika Sigit memberikan sesuatu, kami akan membalasnya."
"Tidak perlu, kalian bisa membuang barang-barang itu setelah digunakan. "
Wajah Wijaya Lesmana terasa seperti ditampar dengan keras dengan kata-kata itu.
"Kami hanya berharap Ayu Lesmana akan berhenti mengganggu kakakku. Karena dia sudah pernah menolaknya."
"Oke! Saya akan memberitahu Ayu Lesmana agar dia sendiri yang menjelaskan kepada Sigit Santoso bahwa dia tidak akan berhubungan lagi dengan Sigit di masa depan." Wijaya Lesmana berkata dengan gemetar, semua harga dirinya seperti di injak-injak ke tanah oleh Nadia santoso.
Nadia santoso mengangguk dengan arogan, "Itu bagus."
Nadia Santoso kemudian menatap Kakek Santoso dan berkata, "Kakek, ayo pergi."
Tapi kakek Santoso tidak bergerak, "Tunggu."
Nadia santoso tidak begitu mengerti. Apa yang ditunggu kakek? Bukankah masalahnya sudah diselesaikan.
"Wijaya Lesmana, Ayu Lesmana benar-benar mencintai Sigit." Nenek Endang tidak bisa menahan diri untuk tidak berkata.
"Kami telah mendengar bahwa Ayu Lesmana memiliki seseorang yang dia suka, jadi kami hanya ingin datang dan bertanya pada Ayu Lesmana tentang apa yang dia maksud."
Nadia santoso mengerutkan kening, "Nenek?"
Nenek Endang memelototi Nadia Santoso, sedikit ketidaknyamanan melintas di wajahnya yang selalu lembut. Meskipun dia mendengar apa yang dikatakan Nadia santoso, dia pikir salah bagi Ayu Lesmana untuk menggantung Sigit Santoso saat masih berhubungan dengan laki-laki lain.
Tapi apa yang dikatakan Nadia santoso terlalu menyakitkan bagi harga diri Wijaya Lesmana. Bagaimana mereka bisa begitu menghina orang lain.
Wijaya Lesmana menundukkan kepalanya, "Saya mengerti, saya akan menjelaskan kepada Ayu Lesmana untuk tidak mengganggu Sigit Santoso lagi."
Nadia santoso ditatap oleh Nenek Endang. Nenek sedang tidak dalam mood yang baik, dan berkata dengan dingin, "Kalau begitu lebih baik kamu yang melakukannya."
"Nadia santoso!" Sebuah suara pria bergema koridor.
Sigit Santoso berjalan dengan wajah muram.