Chereads / Kembali pada Pelukan Sang Pria Yang Tertinggal / Chapter 30 - Memperbaiki Pintu Yang Rusak

Chapter 30 - Memperbaiki Pintu Yang Rusak

"Jika kamu telah melakukan sesuatu yang salah, maka diamlah." Hanya itu yang dipikirkan Sigit Santoso saat itu.

Ayu Lesmana duduk di kursi pengemudi. Sigit Santoso mengencangkan sabuk pengamannya, tapi Ayu Lesmana langsung mendorong punggungnya. Ayu kemudian mengulurkan tangannya untuk menarik sabuk pengaman dan mengencangkannya ke Sigit Santoso. Saat Ayu Lesmana membungkuk, telinganya menempel pada bibir Sigit Santoso dan Sigit Santoso mencondongkan tubuhnya dengan cepat dan memberi Ayu Lesmana ciuman.

Ayu Lesmana terdiam dan mengangkat matanya menatap Sigit Santoso.

_ _ _ _ _

Ayu Lesmana mengerutkan bibirnya dan mengabaikan Sigit Santoso di samping. Ayu kemudian menyalakan mobil dengan ragu-ragu. Dia telah berada di ranjang rumah sakit selama bertahun-tahun di kehidupan sebelumnya. Kemampuan mengemudinya mungkin sudah berkarat.

Mobil melaju di jalan pegunungan dan Sigit Santoso duduk dengan tegang di kursinya.

Untungnya, hanya ada sedikit mobil di jalan sekarang.

Ayu Lesmana akhirnya mengendarai mobil sampai ke rumah sakit walaupun dengan ketakutan, pergi ke dokter, membayar tagihan, melihat dokter memotong kain kasa dan setelah di disinfeksi, tulangnya yang terbuka itu kemudian diobati. Ayu Lesmana berdiri di samping Sigit Santoso menonton semua itu dengan raut wajah ketakutan.

Ayu Lesmana memegang erat bahu Sigit Santoso, wajahnya pucat dan ketakutan. Tidak tahu kalau lukanya begitu parah.

Sigit Santoso terkejut, mengangkat tangannya yang lain dan menekannya di punggung tangan Ayu Lesmana.

"Kenapa tangan ini begitu lama dibiarkan seperti ini? Kalau lukanya terinfeksi, harus diamputasi." Dokter bergumam sambil menjahit luka Sigit Santoso.

Tangan Ayu Lesmana memegang dengan kuat bahu Sigit Santoso, tapi Sigit Santoso bahkan tidak mengerutkan alisnya, hanya dengan lembut menepuk punggung tangannya.

Tangannya dijahit dengan lebih dari sepuluh jahitan di ujungnya. Setelah jahitan itu, dokter membungkusnya dengan kain kasa. "Untuk beberapa hari ini jangan sampai kena air dulu dan lebih perhatikan dietmu dan hindari makanan pedas."

Ayu Lesmana mengangguk di sampingnya, dan akhirnya menghela nafas lega.

Keduanya kemudian keluar dari rumah sakit, Ayu Lesmana berjalan ke depan dengan obat di tangannya, Sigit Santoso mengikuti di belakang lalu membungkuk dan mengaitkan jarinya ke tangan Ayu Lesmana, dan Ayu Lesmana tiba-tiba menepis tangannya.

"Panggil temanmu untuk mengemudi." Ayu Lesmana memasukkan obat ke dalam mobil, berbalik dan menyerahkan kunci mobil kepada Sigit Santoso.

Mata Sigit Santoso muram.

"Panggil saja, minta tolong pada temanmu." Ayu Lesmana mengangguk.

"Jangan begitu." Sigit Santoso menjawab lemah.

Ayu Lesmana mengerutkan kening.

Sigit Santoso mengulurkan tangan dan memeluk Ayu Lesmana,membenamkan dagunya di pundak Ayu Lesmana, "Aku salah, jangan marah padaku. Aku minta maaf."

Ayu Lesmana tertegun. Dia tidak menyangka Sigit Santoso akan meminta maaf padanya dan bertingkah manja seperti bayi.

"Ayu, Hardiono yang memberitahuku bahwa kamu pergi dengan orang lain, itu yang membuatku marah." Sigit Santoso memeluknya, menggosok leher Ayu Lesmana dengan pipinya.

Ayu Lesmana selalu berpikir bahwa Sigit Santoso memang manja seperti ini.

"Ayu, jangan marah padaku."

Ayu Lesmana kemudian mendorongnya menjauh dan menatapnya dengan serius, "Bagaimana kamu bisa melukai tanganmu sampai seperti itu?"

"Ini bagian dari tugas." Kata Sigit Santoso.

"Apakah sudah selesai?" Tanya Ayu Lesmana lagi.

"Ya."

Ayu Lesmana menggigit bibir bawahnya. Melihat ekspresi gugup Sigit Santoso, dia membuka bibirnya dan berkata, "Aku tidak marah padamu."

Sigit Santoso diam.

"Tapi kamu harus bertanggung jawab untuk memperbaiki pintu rumahku." kata Ayu Lesmana.

Sigit Santoso segera mengangguk.

Ayu Lesmana berkata lagi, "Dan kamu harus memastikan dengan baik apa yang orang lain katakan padamu di masa depan."

Sigit Santoso mengangguk lagi.

Ayu Lesmana menatapnya dan berkata dengan serius, "Sigit Santoso, aku tidak akan berbohong padamu. Kamu harus percaya padaku. Bahkan jika kita benar-benar tidak bisa bersama, aku akan tetap berteman denganmu."

Sigit Santoso terdiam sesaat, "Mengapa kita harus berteman?"

Ayu Lesmana tertegun, menggelengkan kepalanya sambil tertawa, "Maaf."

Mereka telah mencapai titik itu di kehidupan sebelumnya, Ayu Lesmana sudah hidup bersama Sigit Santoso.

Melihat senyum Ayu Lesmana, Sigit Santoso terdiam sejenak. Lalu kemudian berkata "Apa kamu masih ingin dibantu dengan pelajaran sekolahmu?"

Ayu Lesmana teringat tentang pelajaran matematika yang dia ceritakan terakhir kali padanya. Tapi saat itu Sigit hanya punya tiga hari libur, dan dia tidak bisa membantu. Sekarang dia baru saja mengambil cuti lagi selama seminggu, jadi dia bisa tinggal bersamanya untuk sementara waktu.

"Karena cedera, jadi banyak liburan?" Ayu Lesmana memandangi tangan Sigit Santoso.

Sigit Santoso berpikir sejenak, "Lupakan."

Sigit Santoso bergegas ke kantor komandan dengan tangan berlumuran darah, mengatakan bahwa istrinya melarikan diri dengan seseorang. Dan komandannya mungkin juga melihat bahwa dia terluka, jadi dia memberinya liburan dua hari lagi.

Ayu Lesmana tidak bisa mengetahuinya. Dalam kehidupan sebelumnya, dia ingat bahwa Sigit Santoso juga memiliki bekas luka di tangannya. Dan Ayu tidak tahu bagaimana dia terluka sebelumnya. Mungkin ini sebabnya.

Tapi Sigit Santoso tidak kembali seperti saat ini di kehidupan sebelumnya. Apa mungkin Sigit Santoso tidak meminta cuti di kehidupan sebelumnya?

"Aku akan meminta ibuku melamarmu dalam dua hari." Sigit Santoso tiba-tiba mengucapkan kalimat itu.

Ayu Lesmana mengangkat matanya dan melihat ekspresi serius di wajah Sigit Santoso.

Sigit Santoso meraih tangannya lagi, "Ayu..."

"Aku hanya mau menikah setelah lulus dari perguruan tinggi." Ayu Lesmana berkata dengan serius.

Ayu Lesmana tidak ingin menikahi Sigit Santoso dengan citra seorang gadis desa yang tidak lulus SMA seperti kehidupan sebelumnya. Karena Ayu tidak dapat menyangkal bahwa prasangka buruk yang dia buat terhadap Sigit Santoso di kehidupan sebelumnya, kebanyakan berasal dari keluarganya dan kerabat serta teman-teman yang meremehkan.

Sigit Santoso yang agung akan menikahi seorang gadis desa yang tidak memiliki pendidikan dan tidak memiliki latar belakang keluarga kaya. Semua orang mengatakan hal negatif semacam itu padanya. Hal itu yang membuat Ayu Lesmana membenci Sigit Santoso, membenci keunggulannya dan membenci kecerdasannya.

Tapi sekarang saat bersamanya dan berdiri di depannya, Ayu Lesmana harus mengakui kegagalannya dan dia tidak bisa memaafkan kesalahannya.

Sigit Santoso terkejut mendengar jawaban Ayu Lesmana pada awalnya, lalu tiba-tiba memeluk Ayu Lesmana.

"Calon istri!"

Semua orang di sekitar situ memandang mereka, wajah Ayu Lesmana langsung memerah, "Sigit Santoso, tenanglah!" Sigit Santoso mengusap rambutnya, lalu menatap Ayu Lesmana dengan tatapan yang sangat cerah, bibirnya tidak bisa menahan senyumnya yang manis.

Ayu Lesmana mengangkat tangannya dan mengusap kepalanya juga. Lalu tiba-tiba panik teringat pintu rumahnya, Ayu Lesmana kemudian menarik tangan Sigit Santoso, "Ayo pulang untuk memperbaiki pintu, atau ibuku akan kembali dan kamu mungkin akan di marahinya."

Sigit Santoso menyetujui, "Baik, ayo cepat pergi. "

Ayu Lesmana hendak mengemudi, tapi Sigit Santoso menahannya.

"Tidak ada SIM! Tidak boleh, biarkan aku yang mengemudi."

Ayu Lesmana yang mengemudi dari gunung, hanya mengandalkan keberaniannya dan untung saja tidak mengemudikan mobil ke dalam selokan.

Sigit Santoso mengatakan dia yang akan mengemudi, tetapi Ayu Lesmana menatapnya. Berkata kalau mereka harus membeli peralatan dulu untuk memperbaiki pintunya.

Keduanya lalu pergi untuk membeli peralatan terlebih dahulu di kota dan kemudian kembali ke desa dengan mobil.

Sesampainya di rumah, Ayu Lesmana memanggil Teddy Lesmana beberapa kali, tapi ternyata Teddy Lesmana tidak ada di rumah. Ayu Lesmana mengerutkan kening dan berjalan mengelilingi rumah. Widya Perdana juga sudah pergi.

Sigit Santoso berdiri di depan pintu seperti seorang penjaga.

"Teddy mungkin keluar untuk bermain, aku akan melihat pintu ini dulu. Jangan gerakkan tanganmu." Ayu Lesmana berjongkok, engsel pintu telah hancur dan ada sebuah lubang pecah di tengah pintu kayu.

Ayu Lesmana terkekeh, "Sigit Santoso, kamu benar-benar telah merusak pintu ini."