Ayu Lesmana kemudian mengangkat wajahnya dan berpura-pura bodoh, "Seperti yang kamu katakan, aku sangat menyukai Rangga Perdana. Tapi itu dulu dan sudah terlambat bagiku untuk merasa kasihan padanya. Apa yang aku lakukan padanya adalah karena dia menyakiti hatiku terlebih dulu.."
Belum selesai berbicara, tiba-tiba pintu yang setengah terbuka itu ditendang dengan keras, dan pintu kayu itu membuat suara yang sangat keras.
Ayu Lesmana sangat terkejut dan ketakutan sehingga dia hampir melompat, dia mengerutkan kening dan melihat ke pintu. Ketika dia akan mengutuk, dia melihat wajah muram Sigit Santoso.
Hati Ayu Lesmana tiba-tiba berdegup dengan kencang.
_ _ _ _ _ _
"Sigit ... Sigit Santoso ..." Ayu Lesmana tergagap sedikit, dia menelan ludahnya, jari-jari tangannya merapat dengan gugup.
Widya Perdana juga terkejut setelah melihat Sigit Santoso, dan dalam sedetik wajahnya berubah ekspresi polos, "Kak Sigit ..." Widya Perdana tersedak, dan berjalan mendekat ke arahnya.
Sigit Santoso mengangkat tangannya dan mendorong Widya itu pergi, melangkah menuju Ayu Lesmana, "Apa yang baru saja kamu katakan?!"
"Aku tidak tahu apa maksudmu." Ayu Lesmana mencoba membantah.
Inilah yang dikatakan Nadia Santoso, bahwa Ayu menggantungnya, dan mendekati Rangga Perdana.
Mata Sigit Santoso terlihat penuh amarah dan raut wajahnya sangat mengerikan.
"Sigit Santoso?" Ayu Lesmana ingin mengulurkan tangan dan menyentuhnya, tapi Sigit Santoso tiba-tiba menahan tangannya.
Ayu Lesmana sedikit terluka memikirkan apa yang baru saja dia katakan, merasa Sigit Santoso mungkin salah paham. Ayu Lesmana kemudian mencoba mengulurkan tangannya lagi dan belum sempat dia mengulurkan tangannya, Sigit Santoso memeluk pinggangnya.
"Eh?"
Ayu Lesmana tidak sempat bereaksi, dan seluruh badannya diangkat oleh Sigit Santoso. Perutnya berada di bahu Sigit Santoso.
"Sigit Santoso ..." Ayu Lesmana memanggilnya dengan panik.
Sigit Santoso lalu berbalik dan melangkah keluar.
Widya Perdana berdiri di depan pintu, masih terlihat mencoba untuk berakting polos, dengan mata berair. Tepat ketika dia ingin membuka mulutnya untuk berpura-pura lagi, dia kemudian ditatap oleh tatapan kelam Sigit Santoso.
"Brengsek." Suara Sigit Santoso dingin.
Widya Perdana bergidik dan menyerah.
Ayu Lesmana merasakan kemarahan Sigit Santoso yang kuat di belakang.
Sigit Santoso kemudian membuka pintu mobil dengan satu tangan, lalu melemparkan Ayu Lesmana ke kursi depan, menarik sabuk pengaman dan memasangkannya tanpa suara.
Ayu Lesmana menggigit bibirnya, dan melihat kain kasa di tangan Sigit Santoso, dengan sedikit darah mengecap di kain kasa itu. Ayu Lesmana tertegun. Tiba-tiba dia mengulurkan tangan dan meraih pergelangan tangannya, "Sigit Santoso, ada apa dengan tanganmu!"
Sigit Santoso mengangkat matanya dan menatap Ayu Lesmana dalam diam, dan terlihat seperti ada amarah tak berujung di matanya yang dalam.
"Kamu..."
Ayu Lesmana ingin berbicara, tapi Sigit Santoso kemudian mengangkat tangannya, lalu menutup pintu mobil dengan keras.
Ayu Lesmana panik, dia melihat Sigit Santoso kemudian menyalakan mobil, dan bergegas pergi. Ayu Lesmana terhempas di kursinya, jika saja dia tidak memiliki sabuk pengaman, dia seharusnya langsung menabrak kaca.
Ayu Lesmana marah. Cara Sigit Santoso bersikap saat itu sangat buruk. Dan membuatnya hendak berteriak, tapi sesuatu terlintas di benaknya. Sebelumnya Ayu juga pernah melihat Sigit Santoso kehilangan kesabarannya di kehidupan sebelumnya, tetapi dia tidak peduli sama sekali tentang itu, tapi sekarang berbeda. Ayu Lesmana tidak punya pengalaman untuk membujuk Sigit Santoso.
Mobil itu tiba-tiba menghajar jalanan yang tidak rata, dan seluruh badannya bergetar hebat.
Badan Ayu Lesmana melompat naik turun, membuat dia ketakutan dan dengan gemetar berkata, "Sigit Santoso ... Jangan mengemudi terlalu cepat ..."
"Hmm… Sigit Santoso, pelan-pelan!" Ayu Lesmana dengan cemas meraih pegangan di sampingnya, mobil berbelok tajam lagi dan melayang di tengah jalan. Ayu Lesmana terhempas naik turun di kursinya, seperti pedal sepeda ketika dikayuh.
Ayu melirik Sigit Santoso dengan panik, dan melihat bahwa dia tidak mengenakan sabuk pengaman, dan hatinya berdegup dengan kencang, "Sigit Santoso! Sudah kubilang, kata-kata itu hanya omong kosong, jangan terlalu memikirkannya. Bahkan kamu Jika kamu ingin marah, tegur lah aku atau bertengkar denganku! Apa kamu mau kita mati bersama!"
Ayu Lesmana adalah orang yang sudah pernah merasakan mati sekali dalam hidupnya dan dia tahu rasa keputusasaan saat sekarat. Dia tidak ingin mengalami hal yang sama untuk kedua kalinya. Terutama saat dia hidup lagi seperti saat ini, dia jelas ingin membalikkan masa depan dirinya dan Sigit Santoso. Ayu ingin mereka bersama sekarang.
Sigit Santoso menginjak pedal gas, dengan urat biru menonjol di dahinya, tangannya memegang erat setir mobil, persendiannya kuat dan kukunya memutih karena tekanan yang begitu kuat.
"Sigit Santoso!"
"Ayu Lesmana, sudah kubilang, aku takut kamu berbohong padaku!" Sigit Santoso meninju setir mobil dan klakson mobil berbunyi keras.
"Aku tidak berbohong padamu!"
Sigit Santoso tidak bisa mendengarkan sama sekali. Dengan wajah tegang, ia mengendarai mobil di jalanan gunung. Setelah beberapa saat, ia akhirnya menginjak rem.
Wajah Ayu Lesmana pucat dan ketakutan.
Sigit Santoso kemudian turun dari mobil, dan berjalan menuju kursi penumpang dan mengangkat Ayu Lesmana dari kursi penumpang.
"Tidak, aku tidak membohongimu Sigit Santoso, kata-kata itu tidak masuk akal, aku sama sekali tidak menyukai Rangga Perdana." Ayu Lesmana terengah-engah mencoba menjelaskan kata demi kata.
Sigit Santoso dengan cemberut berjalan ke bungalo depan tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Ketika Ayu Lesmana dilempar ke tempat tidur empuk yang besar, kepalanya pusing dan tiba-tiba ciuman Sigit Santoso jatuh di bibirnya sebelum dia sempat bereaksi.
Tangan Sigit Santoso menekan pergelangan tangan Ayu dengan kuat, membuatnya tidak bisa bergerak.
Ayu Lesmana mencium bau darah yang kuat di sekitarnya, dan tangan yang dipegangnya tiba-tiba terasa lengket.
"Sigit Santoso, lepaskan!"
Sigit Santoso mengangkat tangannya dan memegang dagu Ayu Lesmana, dan matanya menatap dengan tatapan yang dingin, "Jika aku menginginkanmu, kamu tidak bisa menolak."
Ayu Lesmana menatapnya dan hatinya serasa tenggelam.
Tiba-tiba Ayu Lesmana merasakan ada hawa dingin di belakangnya dan kecemasan di hatinya berangsur-angsur memudar. Ayu Lesmana akhirnya tahu seperti apa Sigit Santoso di mata orang lain di kehidupan sebelumnya.
"Ayu Lesmana..." Jari Sigit Santoso menyentuh bibir Ayu.
Tatapan itu seolah menelannya hidup-hidup.
"Kita… bisakah kita mengobrol?" Ayu Lesmana bertanya dengan gemetar.
"Katakan padaku kenapa kamu membohongiku?" Suara Sigit Santoso terdengar sangat dingin.
"Aku tidak membohongimu..."
"Aku mendengar kalau kamu membawa Rangga Perdana ke tempat biliar hari itu." Mata Sigit Santoso semakin dingin. Dia mengangkat tangannya, dan kain kasa kasar menyentuh leher Ayu Lesmana.
Ayu Lesmana gemetar.
Dengan cepat Sigit Santoso kemudian merobek pakaiannya.
Ayu Lesmana menutup matanya dengan erat, tapi dia tidak berani bergerak.
Seluruh badan Ayu Lesmana gemetar ketakutan dan Sigit Santoso yang sedang berada di atasnya melihat Ayu Lesmana dan tiba-tiba berhenti, kemudian bangkit berdiri dan membanting lampu meja di samping tempat tidur, lalu pergi ke lemari dan membanting beberapa cangkir teh dan TV.
Dia berlari ke seberang ruangan seperti binatang buas, dan kain kasa di tangannya yang berwaran merah penuh darah.
Ayu Lesmana dengan gemetar memperhatikan gerakan liar Sigit Santoso, dan tidak berani mengucapkan sepatah kata pun.
Dengan mata merah, Ayu Lesmana menyaksikan Sigit Santoso menjadi gila, berpikir bahwa dia sangat sekarat di kehidupan sebelumnya, dan bagaimana Sigit Santoso bisa menanggungnya dan tidak membunuhnya.