Bu Hanum dari tadi mondar mandir di ruang tamu, sebentar- sebentar dia membuka pintu, terlihat cemas dan khawatir di wajahnya.
Wanita paruh baya itu mencemaskan putrinya yang belum juga pulang dan tanpa ada kabar. Beberapa kali bu Hanum menghubungi Garnis, tetapi hanya suara operator yang mengatakan bahwa nomer yang dihubungi sedang tidak aktif.
Mendengar suara mobil berhenti di depan rumahnya, bu Hanum bergegas keluar, raut wajah yang sebentar tadi nampak panik dan cemas hilang seketika saat melihat Garnis keluar dari mobil berwarna silver itu, beberapa kantong belanjaan yang di bawa Garnis membuat dahi bu Hanum berkerut.
"Dari mana saja to Nduk sampai sore begini baru pulang, berkali- kali ibu telfon juga ndak aktif, bikin ibu cemas saja," tutur bu Hanum sebelum Garnis sempat mengucap salam. Garnis merasa sangat bersalah sudah membuat ibunya khawatir.
"Assallamualaikum Bu, maafkan Garnis sudah bikin ibu cemas, tadi banyak urusan yang menyita banyak waktu dan tadi baterai gawai Garnis habis Bu," ujar Garnis menjelaskan sambil meraih tangan ibunya lalu menciumnya dengan takzim.
"Oalah, ya sudah Nduk," nampak kelegaan di wajah bu Hanum setelah mendengar penjelasan Garnis.
"Nduk, kenapa belanja lagi,itu di kulkas masih ada stok bahan makanan untuk beberapa hari lagi kan?" tanya bu Hanum saat melihat Garnis mengeluarkan beberapa jenis bahan makanan yang tadi dibelinya di supermarket.
"Kita besok akan kedatangan tamu Bu, jadi tadi Garnis sekalian mampir belanja untuk hidangan tamu kita besok," jawab Garnis, lalu menceritakan tentang pertemuannya dengan bulik Hasnah tadi.
Mendengar cerita putrinya, bu Hanum nampak kaget, rasanya tak percaya dengan apa yang didengarnya. Garnis sengaja tak menceritakan tentang warisan yang dikatakan bulik Hasnah,dia hanya bercerita bahwa keluarga almarhum Ridwan ingin bersilaturahmi.
Soto ayam, ayam goreng kalasan, perkedel kentang, tahu dan tempe goreng asin, ikan bawal saos asam manis, capcay dan telur masak balado siap terhidang di meja makan. Bu Hanum tersenyum puas melihat hasil masakan Garnis yang nampak menggugah selera.
" Nampaknya ada yang sedang bahagia hari ini," Garnis yang baru saja menyelesaikan masakan terakhirnya tersenyum simpul melihat ibunya yang duduk di salah satu kursi meja makan.
"Wah, yang ini sangat istimewa, cumi cabai hijau ala chef Garnis Zulaikah," bu Hanum mengabaikan usikan putrinya tadi,netranya tertumpu pada piring lonjong berisi cumi cabai hijau itu.
"Assallamualaikum," terdengar suara lelaki mengucap salam.
"Waalaikumsalam," hampir serentak bu Hanum dan Garnis menjawab salam.
" Jeng Hanuuumm!" seorang wanita tiba-tiba menerobos masuk mendahului orang-orang yang berada di depannya, wanita itu langsung memeluk bu Hanum, pelukannya yang sangat erat membuat bu Hanum susah bernafas. Wanita itulah yang kemarin bertemu Garnis, bulik Hasnah.
"Sudah Buk, kasihan mbak Hanum ndak bisa nafas," ujar pak Bowo, suami bulik Hasnah.
Akhirnya bulik Hasnah melepaskan pelukannya,netranya berkaca-kaca menatap bu Hanum dan Garnis. Bu Hanum mempersilahkan tamu-tamunya duduk. Garnis sengaja menggelar karpet untuk duduk,supaya lebih leluasa dan santai. Rumah yang biasanya sunyi, hari ini mendadak ramai.
"Nduk sini duduk dekat ibu," wanita paruh baya yang masih terlihat cantik itu memanggil Garnis, untuk duduk di sebelahnya. Dia adalah bu Kartika, ibu dari almarhum Ridwan. Garnis menatap bu Kartika,mengangguk lalu menghampirinya.
Walaupun hanya beberapa menit menjadi menantu bu Kartika, Garnis yakin bu Kartika adalah sosok ibu mertua yang baik.
Sesekali Garnis mencuri pandang ke satu persatu keluarga almarhum suaminya, dari delapan orang yang ada, hanya seorang yang kelihatan tak ramah, yaitu bulik Sari, adik dari bulik Hasnah.
"Alhamdulilah, akhirnya kita bisa bertemu dengan bu Hanum dan nak Garnis, kami hampir putus asa mencari keberadaan kalian Bu," pak Yanuar mengawali pembicaraan, netranya tertuju kepada bu Hanum.
Bu Hanum menceritakan alasan kenapa harus pindah, tanpa ada yang ditutupi.
"Dan kedatangan kami ini selain ingin silaturahmi ada hal penting yang harus saya sampaikan," pak Yanuar menyambung bicaranya tadi yang sempat terhenti karena bu Hanum memberikan penjelasan.
Mendengar perkataan pak Yanuar dalam hati bu Hanum bertanya, ada masalah apa lagi yang akan menimpa putri semata wayangnya itu.
"Ada masalah apa pak?" akhirnya bu Hanum tak bisa menahan rasa ingin tahunya.
"Ndak ada masalah apapun Jeng," bu Kartika yang menjawab pertanyaan bu Hanum." Monggo dilanjutkan pak,biar hati ibu ini lega dan tenang," bu Kartika menyambung ucapannya, dan membuat bu Hanum semakin bingung.
" Begini Bu,waktu Ridwan meninggal statusnya sudah sah sebagai suami Nak Garnis. Jadi Garnis yang berhak mewarisi apa yang dimiliki Ridwan.
Untuk lebih singkatnya, tujuan utama kami ke sini adalah untuk menyerahkan semua ini," tutur pak Yanuar singkat tapi jelas,sambil menyerahkan sebuah map yang berisi beberapa sertifikat dan surat-surat berharga lainnya.
Bu Hanum yang dari tadi penasaran terkejut dan tak percaya dengan apa yang dilihatnya, sementara Garnis hanya diam dan belum juga menyentuh map yang masih berada di depan pak Yanuar.
Bu Kartika meraih map tersebut. " Nduk, di dalam map ini ada 5 sertifikat tanda kepemilikan restoran milik almarhum Ridwan, dan 3 sertifikat rumah yang berada di kota ini, 2 BPKB mobil, 2 BPKB motor , 2 buah buku tabungan serta ATM, semua ini milikmu, terimalah!"
Garnis tak juga menerimanya, dia ragu-ragu, antara ingin menerima atau menolaknya, dialihkannya pandangannya ke arah bu Hanum, dan ibunya juga masih diam, tak memberikan reaksi apapun.
" Ayo Nduk cah ayu, terima pemberian dari almarhum suamimu, itu semua sudah jadi hakmu Nduk," bulik Hasnah yang dari tadi diam akhirnya bersuara.
"Kalau memang ndak mau lebih baik jangan dipaksa Mbak, mungkin dia memang ndak butuh, toh harta dia sudah banyak, mau buat apa lha wong anak juga ndak punya. Masih banyak orang yang lebih membutuhkan Mbak!" tiba-tiba bulik Sari ikut berbicara, nadanya yang agak keras dan ketus membuat Garnis semakin ragu untuk menerimanya. Dia takut timbul masalah gara-gara warisan dia sendiri tak pernah mengharapkannya.
Pak Yanuar tak setuju dengan ucapan Sari. Dia tetap kukuh ingin menyerahkan apa yang sudah menjadi haknya Garnis. Pak Yanuar paham, Sari adik bungsunya itu memang memiliki sifat iri terhadap siapapun.
" Saya tetap akan memberikan hak kepada yang berhak, dan di sini yang paling berhak atas semua harta Ridwan adalah nak Garnis," ucap pak Yanuar tegas. Bulik Sari kelihatan marah mendengar ucapan abang sulungnya itu. Pak Yanuar mempunyai dua adik perempuan, yaitu Hasnah dan Sari.
"Kami juga berhak atas harta warisan Ridwan. Kami mau sampeyan adil!" bulik Sari bersuara keras. Semua diam, menunggu apa yang akan disampaikan pak Yanuar.
"Tolong jelaskan siapa 'KAMI' itu, kami siapa Sar?" pak Yanuar menatap adiknya dengan tajam.
"Kami kan juga keluarga Ridwan, kami juga berhak. Sampeyan ini memang aneh Mas, orang lain dimuliakan, keluarga sendiri diterlantarkan!"bulik Sari semakin berani,perasaan marah dan benci terhadap Garnis jelas kelihatan.
"Garnis bukan orang lain, dia adalah menantuku, anakku!" bu Kartika yang dari tadi mencoba menahan emosi terhadap adik iparnya akhirnya bersuara dengan keras.
"Menantu? Anak? Apa kalian ndak ingat Ridwan meninggal gara-gara menikah dengan menikah dengan wanita pembawa sial ini?" bulik Sari panas mendengar kalimat kakak iparnya. Kata-katanya semakin berani menjelekkan Garnis.
"Ridwan meninggal memang sudah taqdir, ndak ada kaitannya dengan Garnis, ingat itu Sar!" tukas bulik Hasnah pelan.
"Sudah jelas perempuan ini pembawa sial, kenapa masih dibela Mbak? Buktinya suami keduanya juga meninggal setelah menikahinya, mungkin perempuan ini memuja ilmu pesugihan!" ucap bulik Sari semakin kasar dan marah, dia berbicara sambil tangannya menuding ke arah Garnis.lk
"SARI!" pak Yanuar membentak adiknya.