Chereads / Serpihan Kasih Yang Retak / Chapter 9 - Bu Sari Mengamuk

Chapter 9 - Bu Sari Mengamuk

"Bu_bukan begitu maksud ibu Nak, ibu cuma ingin..."

"Ingin apa Bu? Ingin anakmu ini cepat mati?" Zulhash memotong kalimat ibunya dengan santai.

"Zulhash! Kamu sama saja dengan bapakmu, ndak pernah ngerti perasaan ibu. Mana baktimu sebagai anak? Dari mengandung sampai melahirkanmu, ibu bertarung nyawa demi kamu, dan ibumu ini yang memberimu ASI, yang merawatmu sampai kamu dewasa dan sekarang sukses, ini semua berkat ibumu, lalu mana baktimu untuk membalas semua pengorbanan ibumu?" Zulhash diam tak bergeming ketika ibunya bicara sambil memukul dadanya bertubi-tubi.

Sudah biasa menghadapi sikap ibunya seperti ini, kalau sedang marah pasti yang dibicarakan tentang bakti dan balas budi. Kadang-kadang Zulhash merasa kesal dan bosan menghadapi tingkah laku ibunya yang bisa dibilang bar-bar ketika sedang emosi.

Bukan karena tak ada yang mau, ada beberapa wanita yang berusaha mendekati Zulhash, karena selain berwajah tampan,dan mapan dalam kariernya, Zulhash terbilang kuat dan tekun dalam ibadahnya.

Bugh! Bugh!

Gdubrakk!

Klonthang!

Pyaarr!

Zulhash terkejut ketika mendengar suara-suara tak beraturan. Netranya terbelalak melihat ibunya yang sedang kalap, semua benda yang ada di dekatnya di banting dan di lempar.

Bantal- bantal sofa berserakan di lantai, pecahan kaca vas bunga berserakan dan masih banyak lagi benda yang dijadikan sasaran kemarahan bu Sari. Zulhash berusaha mencegah ibunya untuk tidak bertindak lebih. Mungkin karena merasa diabaikan ibunya bertindak seperti itu.

"Sudah Bu, sudah! Sebenarnya apa yang membuat ibu marah?" Zulhash memeluk dan menuntun ibunya lalu mendudukkannya di sofa dengan hati-hati. Jauh di lubuk hatinya Zulhash merasa sedih dan trenyuh melihat keadaan ibunya.

" Masih juga tanya kenapa ibu marah? Kenapa kamu ndak ngerti-ngerti, ibu mau kamu menikah dengan Garnis!" bu Sari menjawab pertanyaan Zulhash dengan keras.

Zulhash tak habis fikir, kenapa ibunya sangat suka bicara keras, padahal kalau bicara pelanpun Zulhash dan pak Anas masih bisa mendengar dengan jelas, tapi sepertinya bu Sari baru merasa puas setelah bicara dengan keras.

"Baik Bu, secepatnya saya akan menikah, supaya keinginan ibu punya menantu dan cucu terkabulkan, malam ini juga kita pergi melamar calon menantu ibu," Zulhash berkata dengan santai dan tenang, tapi sikap santainya itu membuat ibunya terkejut.

" Kamu ndak membohongi ibumu ini kan? Kenapa ndak bilang dari tadi waktu kita berkunjung ke rumah Garnis, kan bisa sekalian ibu lamarkan Garnis untukmu," bu Sari yang tadi berwajah merah padam karena marah, mendadak berubah ceria setelah mendengar perkataan Zulhash.

"Saya mau menikah, tapi bukan dengan Garnis Bu," kata Zulhash dengan pelan dan hati-hati.

"Apa? Kamu mempermainkan ibumu ini? Siapa perempuan itu? Jangan bilang kalau kamu mau melamar si Ainun, janda babu yang ndak jelas asal- usulnya, ibu ndak ridho dan ndak akan merestui!" kata-kata ibunya membuat Zulhash kaget, dari mana ibunya tahu perihal Ainun, sedangkan Zulhash tak pernah cerita sama sekali.

Apa mungkin bu Hesti yang bercerita kepada ibunya, waktu itu memang Zulhash pernah makan di sebuah restoran dengan Ainun, dan kebetulan bu Hesti juga sedang berada di restoran itu bersama teman-teman arisannya. Bu Hesti adalah tetangga yang tinggal tak jauh dengan rumah Zulhash.

Sebulan yang lalu, Ainun menemukan sebuah gawai di sebuah bangku yang berada di taman dekat gang rumahnya. Tak sampai satu jam kemudian, seseorang menghubungi nomer gawai yang ditemukan Ainun, atas kesepakatan Ainun bersedia menemui pemilik gawai tersebut untuk menyerahkan gawainya.

Ainun sengaja menemui pemilik gawai tersebut di restoran yang berada di dekat tempat tinggalnya, karena pemilik gawai tersebut laki-laki, Ainun tak mau memberikan alamat rumahnya ketika pemilik gawai tersebut mau mengambil gawainya di rumah Ainun.

Dan ketika Ainun dan Zulhash baru saja sampai di restoran itu, bu Hesti datang menghampiri meja di mana Zulhash dan Ainun duduk. Bu Hesti mengenal Ainun karena dulu mereka bertetangga ketika bu Hesti masih mengontrak rumah di dekat rumah Ainun. Dan baru setahun yang lalu bu Hesti pindah mengontrak rumah dekat rumah Zulhash.

"Iya Bu, saya mau melamar Ainun," jawab Zulhash asal-asalan. Padahal Zulhash juga tak tahu siapa Ainun sebenarnya. Waktu ketemu di restoran ,Zulhash dan Ainun cuma berkenalan nama dan tak banyak cerita.

Zulhash juga tak menanyakan status Ainun, karena memang tujuan bertemu karena Ainun mau menyerahkan gawai yang ditemukannya. Dan acara makanpun karena Zulhash yang memaksa Ainun untuk menerima traktirannya sebagai ucapan terima kasih.

"Silakan kamu nikahi babu itu, tapi jangan harap ibu merestuimu!" suara bu Sari yang sangat nyaring

membuat pak Anas yang sedang berada di kamarnya terganggu, lelaki paruh baya berperawakan tinggi besar itu keluar dari kamarnya.

" Dari tadi pagi ribut, teriak- teriak apa ndak merasa capek Bu?" hanya sebuah pertanyaan santai dari pak Anas tapi membangkitkan amarah istrinya.

"Hei Pak Anas, kalau ndak bisa bikin seneng istrinya ndak usah ikut campur. Jadi lelaki harusnya mikir gimana caranya nyenengin istri!" bu Sari masih saja bertahan dengan sifat egonya.

"Hei Bu Sari, belajarlah mensyukuri nikmat. Masih belum cukup dengan apa yang kita punya? Rumah besar, mobil mewah, kebon sawit berhektar-hektar, dan itu perhiasan yang nempel di badan ibu, sampai seperti toko emas berjalan, apa masih kurang?" Pak Anas mengikuti gaya ucapan istrinya dengan santai.

Zulhash yang menyaksikan perseteruan orang tuanya hanya bisa tersenyum dan geleng kepala. Zulhash sangat kagum dan suka dengan sifat bapaknya. Walaupun ibunya sedang marah semarah-marahnya, pak Anas menghadapinya dengan kalem dan santai. Pak Anas tahu tak ada gunanya menanggapi kemarahan istrinya.

"Bapak dan anak sama saja, ibu benci kalian!" ujar bu Sari nampak kesal.

Pyaaarrr!

Karena kesal bu Sari beranjak pergi dari tempat duduknya, dan tangan kirinya sempat menampar gelas berisi kopi yang baru saja diambil oleh Zulhash dari dapur. Melihat semua itu pak Anas dan Zulhash berpandangan, lalu seperti dikomando, mereka hampir bersamaan melangkah keluar.

" Hei, kalian mau ke mana?" bu Sari berteriak ketika pak Anas dan Zulhash masuk ke dalam mobil.

" Mau melamar Ainun bu," Zulhash yang menjawab pertanyaan ibunya. Pak Anas mengernyitkan keningnya ketika mendengar kalimat Zulhash.

" Ainun itu siapa,calon istrimu?" tanya pak Anas ketika mobil sudah keluar dari gang rumahnya.

" Bukan Pak, saya asal jawab saja," jawab Zulhash santai.

"Ha...ha...ha, bapak ndak tanggung jawab kalau tensi darah ibumu naik," pak Anas tertawa mendengar jawaban Zulhash.

" Awas saja kamu Zulhash, tak akan aku biarkan masuk rumah ini, pergi saja sama jandamu!" bu Sari sangat marah karena suami dan anaknya mengabaikan dirinya.