"PERGI!! Ingat jangan pernah datang lagi untuk urusan ini!!" teriak Pak Sugondo yang telah naik pitam saat Ardi mengatakan orang yang baru datang ini adalah Bagas, calon suami Ajeng yang gagal.
GAGAL? Miris sekali mendengarnya. Gagal bukan hanya batal.
Bagas menunduk tak berani menatap lekat kedua mata Pak Sugondo. Rasa bersalahnya menutup semua niat baiknya karena sudah terusir sebelum mencoba.
"Maafkan Bagas, Pak. Bagas menyesal. Bagas ingin menjelaskan bahwa Bagas ada rapat penting yang tidak bisa di tunda. Jadi mau tidak mau Bagas harus memimpin rapat, karena Papah sudah lebih dulu ke Yogya. Mungkin kalau Papah masih di Jakarta, situasinya tidak akan seperti ini," ucap Bagas pelan menjelaskan.
"CUKUP!! Tak perlu beralasan lagi. PERGI!! Ardi tutup pintunya, tidak perlu menerima tamu tak di undang seperti itu," teriak Pak Sugondo kepada Ardi.
Tanpa basa basi lagi, Ardi langsung menutup pintu dengan sangat keras, hingga membuat Bagas tersentak kaget.
"Adikmu kemana!! Ayah tidak mau tahu, adikmu harus ketemu dalam waktu satu kali dua puluh empat jam, jika tidak kita harus lapor polisi," tegas Ayah Sugondo dengan suara keras membentak.
Ardi menatap Dimas yang baru saja turun dari lantai dua. Ia turun karena mendengar keributan di bawah.
Ayah Sugondo menatap Ardi lalu menatap Dimas secara bergantian.
"Jangan-jangan kalian berdua memang bersekongkol untuk menyembunyikan Ajeng, seperti dulu!!" tanya Ayah Sugondo dengan nada keras.
Dimas menggelengkan kepalanya dengan cepat. Begitu pun dengan Ardi yang menggelengkan kepalanya dengan cepat.
"Tidak Ayah!! Sama sekali tidak!! Dimas saja belum ada ke kamar Ajeng sejak semalam Ajeng pamit untuk istirahat," cetus Dimas berbohong.
Ardi menatap Dimas. Bingun harus menjawab bagaimana jika kebohongannya terbongkar.
"Mas Ardi katanya mau antar Dimas ke kantor imigrasi?" tanya Dimas mengalihkan pembicaraan agar Ayah Sugondo tidak semakin naik pitam.
"Jadi!! Sebentar Mas ganti baju dulu. Ayah, Ardi mau pergi sama Dimas," ucap Ardi berpamitan lalu berlari ke kamarnya untuk mengambil jaket dan mengganti pakaiannya.
Di tempat lain ...
Bagas kembali pulang dengan wajah lesu. Mau tidak mau Bagas kembali pulang ke Jakarta.
Pesawatnya sebentar lagi akan terbang menuju Jakarta.
Ponsel Bagas berdering dengan keras. Festi, sekertaris Papah Surya meneleponnya.
"Ya Fes, ada apa?" tanya Bagas pelan.
"Hari ini mulai penerimaan karyawan baru untuk posisi sekertaris, yang nantinya akan membantu Pak Bagas. Lalu, untuk tes wawancara di wakilkan saja atau menunggu Pak Bagas yang ingin mewanwancarai?" tanya Festi dengan sopan.
"SErahkan saja pihak HRD. Bilang Pak Bambang, tolong dia yang wawancara. Pak Bambang tahu selera saya," titah bagas dengan tegas.
"Baik Pak. Akan saya teruskan informasi ini ke Pak Bambang. Karena sepagi ini sudah ada sepuluh orang yang mengantri untuk melamar pekerjaan di posisi ini. Ada dua orang rekomendasi dari rektor Universitas di Yogyakrata. Secara administrasi, kedua gadis ini mumpuni dan fresh gaduate," ucap Festi pelan.
"Boleh kirim ke saya CV mereka berdua dan foto mereka," titah Bagas kepada Festi.
"Baik Pak bagas, nanti akan saya kirimkan untuk Bapak," ucap Festi pelan.
Sambungan telepon itu di tutup. Bagas masih menunggu pesawat yang akan membawanya pulang ke Jakarta.
Cuaca di Jakarta saat ini sangat cerah. Kinan dan Shella sudah sampai di depan gedung raksasa milik SURYA GROUP, setelah berputar lima kali untuk memastikan gedung ini yang Kinan tuju, walaupun tadi sempat kesasar.
"Kinan, mau di temani atau mau sendiri saja?" tanya Shella dengan lembut.
Mobil itu sudah di parkir di depan gedung raksasa itu, Shella sudah mematikan mesin mobil dan turun dar mobil sedan miliknya.
Kinan sudah berada di luar mobul merapikan pakaiannya. Rok span hitam pendek dan kemeja berwarna putih dengan corak bordir batik. Sepatu hak tinggi dengan tas kecil yang mengalung cantik di lengan mungilnya serta map berisi surat lamaran.
Beberapa kali melihat kaca mobil di bagian belakang unutk merapikan rambut, dan berkali-kali menyemprotkan minyak wangi agar lebih percaya diri. Rambutnya pun di rapikan berulang kali.
"Sudah cantik. Nanti dapat Bos didalam," goda Shella yang hanya bisa menggelengkan kepala melihat tingkah Kinan.
"Aamiin ...." jawab Kinan mengaminkan.
Shella pun tertawa keras, tanpa bersalah dan tanp aberdosa.
"Di Aminkan ya?" ucap Shella yang masih tersenyum.
"Iya dong, Mbak. Doa baik itu harus di aminkan," jawab Kinan sambil tersenyum.
"Bukannya tadi malam sudah di jodohkan?" tanya Shella yang kelepasan bicara langsung menutup mulutnya.
"Apa? Tadi Mbak Shella bilang apa? Di jodohkan? Siapa? Kinan?" tanya Kinan dengan penasaran.
Kinan menggelngkan kepalanya cepat. Rasanya tidak mungkin dan tidak percaya dengan ucapan aneh Mbak Shella, tapi Mbak Shella tidak mungkin berbohong, paling tidak Mbak Shella mendapatkan informasi dari Mas Dimas, itu tandanya semua itu benar adanya.
"Maaf, bukan apa-apa Kinan. Lupakan ucapan Mbak Shella tadi, oke," ucap Shella yang tidak enak hati.
"Tidak Mbak. Sebenarnya ada apa? Tolong beritahu Kinan?" tanya Kinan penasaran.
"Nanti saja ya. Fokus dulu sama test wawancara hari ini," ucap Shella menasehati.
Pikiran Kinan buyar seketika. tapi, benar kata Mbak Shella, Kinan harus fokus dulu dengan test wawancara siang ini, baru bertanya dengan Bapak dan Ibu tentang acra tadi malam. Lalu, kenapa Kinandi suruh cepat-cepat pergi oleh Mas Dimas. Ada apa sih, sebenarnya? Malah buat penasaran Kinan? batin Kinan di dalam hatinya.
"Oke. Kinan masuk dulu ya Mbak. Mbak Shella mau nunggu atu nanti datang menjemputu Kinan lagi?" tanya Kinan pelan.
"Takut lama, mending Mbak Shella pulang dulu, nanti di jemput lagi ya? Kinan telepon Mbak ya, kalau sudah selesai?" titah Shella denan lembut.
"Iya Mbak. Doain Kinan ya? Semoga di terima ...." ucap Kinan dengan rasa cemas.
"Pasti Mbak doain yang terbaik. Tapi Mbak Shella yakin sekali, kalau kamu pasti di terima Kinan. Kamu sudah cocok menjadi sekertaris," ucap Shella memuji.
"Bisa aja mujinya. Apa kabar Mas Dimas ya?" goda Kinan sambil berlalu dan melambaikan tangannya kepada Shella.
Shella menggelengkan kepalanya pelan. Lucu dan menggemaskan, dua kata untuk Kinan dan menggambarkan karakter Kinan yang masih kekanak-kanakkan.
"Mas Dimas. shella sudah antar Kinan ke gedung dimana ia harus wawancara. Dia senang sekali. Kalau di terima, aku biarkan dia mencari kost sendiri atau bagaimana?" tanya Shella pelan kepada Dimas melalui sambungan teleponnya.
Entah apa jawaban Dimas dari arah seberang sambungan telepon itu.
"Baklah. Biar nanti aku bantu carikan kost yang lengkap fasilitasnya dan aman. Tetap aku pantau, Mas. Iya. Percaa sama Shella," ucap Shelal pelan.
shella menatap punggung Kinan yang sudah menjauh bahkana menghilang dari balik pintu masuk gedung. Saatnya Shella kembali ke rumah untuk istirahat, karena nanti malam Shella harus jaga shift malam di rumah sakit tempat ia bekerja.