"Ka–kamu, kenapa bisa datang ke rumahku?" Alexa terlihat sangat kaget, Ia tidak percaya dengan apa yang matanya saksikan saat ini.
Nyali Raka sangat besar karena telah berani mendatangi sarang macan, pemuda itu seolah tidak mempunyai rasa takut sedikit pun saat berbicara bertatap muka langsung dengan Indra yang notabene bukanlah orang biasa.
Daniel yang awalnya berniat untuk mengambil minum di dapur seketika mengurungkan niatnya. Pria itu meletakkan gelasnya di atas meja , Ia lalu berjalan mendekat ke arah Alexa dan berdiri di samping gadis itu untuk mencari tahu tujuan Raka datang ke rumah Alexa.
Entah kenapa, Daniel selalu merasa terusik karena kedatangan Raka. Jelas terlihat ekspresi wajah Daniel yang menunjukkan rasa ketidaksukaannya terhadap Raka. Daniel menganggap Raka sebagai saingannya dan ia ingin agar pemuda itu menjauh dari Alexa.
Raka mengangkat tangan kanannya sambil tersenyum manis. "Hai, Lex ... terima kasih karena sudah mengundangku datang ke rumah kamu," ucap Raka asal, pria itu hanya mengada-ada karena kenyataannya Alexa tidak pernah mengundangnya datang ke rumah.
Alexa semakin dibuat melongo karena ucapan Raka, gadis itu langsung menatap wajah Daniel yang berada tepat disampingnya yang kini juga sedang menatap wajah gadis itu. Alexa menggeleng-gelengkan kepalanya kepada Daniel yang mengisyaratkan kalau ucapan Raka tidaklah benar.
Indra menatap tajam ke arah putrinya, Wajah lelaki itu terlihat sangat kesal. Indra kemudian berdiri dari tempatnya dan berjalan menghampiri putrinya yang sedang berdiri terpaku dengan wajah yang masih terlihat bingung.
"Setelah pemuda itu pulang, temui papa di ruang kerja!" setelah memberi perintah kepada Alexa, Indra berlalu pergi ke ruang kerjanya.
Alexa menghela napas panjang, kepalanya terasa berdenyut dan terasa sangat sakit. Gadis itu menempelkan telapak tangannya di dahi lalu meremas rambutnya karena kepalanya terlalu pusing menghadapi semua masalahnya yang menimpanya belakangan ini.
Alexa berjalan menghampiri Raka, ingin rasanya gadis berteriak dan mencaci maki pemuda berwajah tampan itu. Tapi sayangnya ia sudah terlalu pusing dan lelah untuk melakukan hal itu, Daniel masih berdiri di tempatnya untuk menemani dan mengawasi Alexa.
"Apa kamu sudah gila?! Kenapa kamu tiba-tiba datang ke rumahku? Aku bisa terkena masalah besar karena ulahmu," omel Alexa kepada Raka yang masih terlihat santai duduk di sofa.
Alexa langsung duduk tepat di sebelah Raka agar ia tidak perlu berbicara dengan suara kencang karena ia tidak mau suaranya terdengar sampai ke ruang kerja papanya.
Raka menghela napas panjang. "Lex ... tujuanku datang ke sini tuh baik, aku mau minta izin kepada papamu untuk menonton konser sekaligus mengenalkan kamu secara resmi di keluargaku setelah ujian kelulusan selesai," jelasnya dengan penuh percaya diri.
"Apa? Apa kamu bilang? Dalam rangka apa kamu mengenalkanku pada keluargamu?" tanya Alexa bingung seraya memandang ke arah Daniel yang juga sama bingungnya dengan ucapan Raka.
"Karena aku sangat menyukaimu! Dan aku benar-benar serius ingin menjalian hubungan denganmu," jujurnya
Raka tiba-tiba menyambar tangan kanan Alexa dan menggenggamnya erat.
"Apa-apaan sih, Raka? Lepasin tanganku!" Alexa mencoba melepaskan genggaman tangan Raka, tapi tenaga Raka terlalu kuat dan semakin kuat menggenggam tangan Alexa.
Daniel terpancing emosi, pria itu tidak tahan dengan tingkah Raka yang berani menyentuh tangan Alexa. Dan Untuk pertama kalinya juga Daniel benar-benar terbakar api cemburu, saat melihat pria lain berani menggenggam tangan Alexa dihadapannya.
Daniel langsung menghampiri Alexa, pria itu langsung melepaskan tangan Alexa dari genggaman tangan Raka, Ia dengan cepat menarik lengan Alexa ke belakang tubuhnya.
"Pergi dari sini! Tidakkah kamu tahu? Kedatanganmu ke rumah ini hanya akan membawa masalah untuk Alexa," hardiknya.
"Ini bukanlah urusan anda! Ini adalah urusanku dengan Alexa! Jadi ... jangan coba-coba untuk ikut campur," ucap Raka tidak mau kalah.
"Jelas, ini adalah urusanku! Aku tidak akan membiarkan pemuda sepertimu mendekati Alexa! Kamu sudah melampaui batas dan aku tidak akan membiarkanmu menyentuh Alexa lagi!"
Daniel mencengkeram kerah baju Raka, emosinya sudah tidak dapat terbendung lagi. Selama ini ia memendam kekesalan terhadap pemuda itu karena selalu saja menempel pada Alexa, bahkan Raka juga sering merangkul Alexa dihadapan Daniel.
"Batasan apa yang anda maksud? Alexa bukanlah siapa-siapa anda! Jadi, saya bebas untuk mendekati Alexa, bukan?" Raka mengangkat dagunya untuk menantang Daniel.
Melihat suasana semakin memanas, Alexa langsung melompat ke tengah yakni diantara Daniel dan Raka yang sedang bersitegang. Gadis itu berusaha memisahkan kedua pria itu agar tidak terjadi perkelahian.
"Hentikan! Jangan berkelahi di sini! Kak Daniel lepasin Raka, Kak!" Alexa berusaha melepaskan cengkeraman tangan Daniel dari kerah baju Raka tapi tindakannya itu sia-sia saja karena tenaga Daniel terlalu kuat.
"Kak Daniel! Tolong lepasin Raka," pinta Alexa memelas. "Apa kak Daniel mau, Alexa mendapat hukuman dari papa gara-gara kak Daniel dan Raka bertengkar? Alexa mohon." Alexa kembali mengiba kepada Daniel.
Daniel menatap wajah Alexa yang sedang memelas dan pria itu benar-benar merasa iba kepada Alexa. Daniel mendengus kesal lalu ia segera melepaskan cengkeraman tangannya dari kerah baju Raka seraya mendorong tubuh pemuda itu menjauh.
Raka segera merapihkan kembali bajunya yang terlihat sedikit berantakan. Pemuda itu masih menatap wajah Daniel dengan emosi.
"Dan kamu, Raka! Sebaiknya kamu pulang! Tidak ada yang perlu dibicarakan lagi, aku hanya menganggapmu sebagai teman saja. Tidak lebih! Kalau kamu masih ingin berteman denganku, lebih baik kamu pergi sekarang juga." Alexa menggunakan ancaman untuk mengusir Raka.
"Ta–tapi, Lex."
"Please, Raka! Kamu pulang sekarang! Apa kamu mau aku mendapat hukuman dari papaku gara-gara masalah ini? Tolong Raka," pinta Alexa memelas.
Raka merasa iba, kali ini ia akan mengalah dan menuruti kata-kata Alexa. "Baiklah, aku akan pulang. Tapi aku tidak akan pernah menyerah begitu saja, aku akan buktikan kepadamu dan papamu kalau aku adalah pria sejati yang layak untuk menjadi pasanganmu," ujar Raka dengan mimik wajah yang serius.
"Aku pulang dulu," pamit Raka lalu berjalan keluar dari rumah Alexa.
Alexa menghela napas panjang, gadis itu merasa sangat lega karena Raka sudah pergi dari rumahnya. Memang, satu masalah sudah selesai. Tapi masih ada masalah lain yang harus ia selesaikan, yaitu masalah dengan sang papa.
"Lex ... mau kak Daniel temani? Biar kak Daniel yang menjelaskan kesalahpahaman ini kepada Om Indra," ucap Daniel seraya menahan lengan Alexa saat gadis itu hendak berjalan menuju ke ruang kerja sang papa.
Alexa menepis tangan Daniel lalu menoleh ke arah pria itu. "Tidak perlu! Lebih baik kak Daniel menenangkan diri dulu! Kak Daniel tadi kenapa, sih? Tidak biasanya 'kan kakak emosi seperti itu," omelnya.
Daniel hanya terdiam. Pria itu tidak mau mengatakan kepada Alexa kalau ia tadi merasa cemburu kepada Raka, ia tidak mau membuat Alexa menjauh setelah mendengar alasannya.
Alexa berdecak lalu ia pergi meninggalkan Daniel sendirian di ruang utama. Gadis berwajah mungil itu berjalan menuju ke ruang kerja sang papa.
Seperti biasa, Alexa hanya berdiri sambil melipat tangannya ke belakang. Kali ini ia tidak merasa bersalah, jadi ia bisa menatap mata Indra tanpa perlu merasa takut.
"Jadi ... pemuda tadi itu adalah pacarmu?" tanya Indra serius.
"Bukan," jawab Alexa mantap. "Raka dan Alexa cuma berteman, tidak lebih!" Alexa berusaha menjelaskan hubungan antara ia dan Raka.
"Apa kamu yakin? Lalu kenapa anak itu berani datang ke rumah dan bilang ingin mengenalkanmu kepada orang tuanya? Apa kamu pikir bisa membohongi papa?" Indra mencecar Alexa, lelaki itu meragukan ucapan putrinya.
Alexa tersenyum sinis. "Percuma saja Alexa jelaskan semuanya kepada papa. Toh! Papa tidak pernah percaya 'kan sama ucapan Alexa!"
Indra hanya terdiam sejenak seraya menatap wajah putri semata wayangnya, hanya dengan melihat wajah Alexa saja lelaki itu tahu kalau putrinya itu berkata jujur. Kali ini Indra melepaskan Alexa.
"Baiklah! Papa percaya kepadamu," ucap Indra sambil menganggukkan kepalanya.
"Apa papa sudah selesai menginterogasi Alexa? Kalau sudah, Alexa mau kembali ke kamar dan meneruskan belajar."
"Belum! Masih ada satu hal lagi yang papa mau sampaikan," cegah Indra saat Alexa hendak pergi keluar dari ruangannya.
Indra kemudian membuka laci meja kerjanya lalu mengambil sebuah map transparan berwarna putih dan meletakkan map itu di hadapan Alexa.
"Ambil dan bacalah," perintah Indra.
Alexa menuruti perintah Indra, gadis itu mengambil map dan membacanya sesuai perintah sang papa. Dahi Alexa terlihat mengerut saat membacanya.
"Apa ini, Pa? Tanpa persetujuan Alexa, Papa sudah mendaftarkan Alexa di sebuah Universitas negeri, Fakultas Management Bisnis?!"
"Papa tidak butuh persetujuanmu! Karena papa punya hak penuh untuk menentukan kamu harus kuliah dimana dan juga fakultas apa yang harus kamu ambil," ujar Indra ringan.
Alexa terperangah. "Papa tega! Ini adalah hidup Alexa! Meskipun papa adalah orang tua kandung Alexa, Papa tidak punya hak untuk mengatur hidup Alexa! Alexa juga punya impian yang ingin Alexa wujudkan, Kenapa Papa begitu egois!" mata Alexa berkaca-kaca.
"Papa tidak egois, Alexa! Ini semua demi masa depanmu, impian apa yang ingin kamu wujudkan? Impian menjadi Dokter? Lupakan! Papa tidak akan membiarkan masa depanmu suram hanya karena memilih bekerja sebagai seorang dokter! Masa depanmu adalah menjadi pewaris tunggal kerajaan bisnis Prayoga, bukan seorang Dokter tanpa masa depan!" mata Indra melotot dan ia terus saja memaksakan ambisinya kepada Alexa.
Air mata Alexa mengalir. "Papa Egois!! Alexa benci papa! Alexa benci papa," teriaknya sambil menangis.
Alexa berlari keluar dari ruang kerja papanya, gadis itu membanting menutup pintu dengan keras hingga terdengar bunyi berdebam yang terdengar sampai ke seluruh ruangan.
Mata Alexa menatap ke arah Daniel yang terlihat sedang menunggunya di bawah tangga. Alexa dan Daniel kini saling menatap.
Sesekali gadis itu terlihat mengusap air matanya yang tidak berhenti mengalir. Alexa lalu berlari menaiki tangga dan melewati Daniel begitu saja sambil berderai air mata.
Alexa segera masuk ke dalam kamarnya dan langsung mengunci pintu dari dalam. Daniel yang tadi mengikuti Alexa dari belakang hanya bisa berdiri di luar pintu kamar Alexa sambil mendengarkan suara tangisan gadis itu.
"Apa yang harus kak Daniel lakukan, Lex? Kak Daniel tidak ingin melihatmu menderita seperti ini," ucap Daniel sedih.
To be continued.