Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Lentera Sky

saturnanteam
--
chs / week
--
NOT RATINGS
4.2k
Views
Synopsis
Sky, gadis yang tak terlalu percaya dengan sebuah fantasy. Namun, sejak kejadian dia menolong seekor kucing jantan yang kesakitan di sebuah hutan dengan rumahnya. Dia semakin tak mengerti dengan kata fantasy, apakah semuanya nyata atau hanya angan dia saja? Karna kejadian saat itu, Sky harus mengurus seorang manusia atau seekor kucing? Entahlah, tapi laki-laki itu mengatakan bahwa dia adalah seorang Manusia siluman. Hatinya ingin mempercayainya namun seolah Nalarnya berkata lain. Semuanya kembali menjadi rumit, saat kucing itu berkata bahwa dia adalah suaminya. Padahal keduanya tak pernah mengucapkan janji suci sakral hanya sebuah pertolongan terhadap kucing bisa membuat Sky berubah menjadi seorang istri sekarang? Apakah itu sebuah keajaiban atau sebuah kesialan?
VIEW MORE

Chapter 1 - Lembaran pertama

Sky gadis itu selalu berpusat pada satu titik, hanya tentang seni dan seluruh hal yang berkaitan dengan seni itu. Hingga dia akhirnya memilih sebuah jurusan yang sangat dia sukai Seni. Sky terlalu menatap dalam pada seni yang sedang dia buat, hingga lupa bahwa di sampingnya Hanin tengah berbicara dengan kesalnya.

"Lo dengerin gue nggak sih? Gue dari tadi ngajak ngomong loh Sky!" ucap Hanin sedikit menaikkan nada bicaranya.

Sky selalu fokus dan akan melupakan sekitarnya jika semuanya sudah menyangkut tentang Seni dan tentu saja hal itu selalu membuat lupa akan sekitarnya. Jika saja Hanin tak memiliki banyak kesabaran mungkin sekarang dia akan berteriak keras di hadapan Sky yang sejak tadi mengabaikan nya.

"Sky," panggil Hanin sekali lagi.

Kali ini Sky menoleh, dia menatap temannya dengan sedikit terkejut sebab raut wajah Hanin terlihat kesal. "Lo kenapa Nin? Kok kayak kesel banget sih?"

"Kata gue sih lo nyari pacar Sky! Biar nggak kelihatan ngenes dan terus natap itu lukisan."

Sky tak mengerti yang di maksud dengan Hanin, dia mengerutkan keningnya. Sebelum akhirnya otak warasnya kembali bekerja dia sadar mungkin saja dirinya terlalu fokus pada lukisan yang sedang dia buat hingga tak mendengarkan ucapan temannya itu bahkan sampai membuat Hanin kesal tak tertolong.

"Maafin gue, gue kan nggak tahu kalau lo ngomong." Sky merasa bersalah, tapi dia tak pernah bisa menahan jika dia sudah bertemu dengan Seni dan seluruh hal tentang Seni dengan cepat seolah dunianya telah berubah pada titik itu.

"Mending lo nyari pacar Sky," ucap Hanin, kali ini dengan kekehan yang membuat hati Sky sedikit menghangat. Dia tahu seberapa jauh Hanin akan sebal dan kesal kepadanya, gadis itu tak akan pernah marah terlalu lama.

"Ogah, gue masih muda yah Nin buat pacaran."

"Mata lo muda, umur udah hampir kepala dua juga." Hanin berdecak sebal kembali, memang Sky adalah orang yang paling menyebalkan yang pernah Hanin kenal.

"Baru mau Nin, ngomong-ngomong lo mau bilang apa tadi sama gue?"

Hanin sedikit berpikir, dia sampai lupa apa yang harus dia katakan kepada Sky. Semuanya gara-gara keduanya terlalu sering bertukar ucapan.

"Gara-gara lo sih ah, gue jadi lupa."

Sky hanya diam, dia menggelengkan kepalanya mendengar ucapan Hanin yang memang ada benarnya. Jika saja sejak tasi Sky mendengarkan Hanin tentu saja gadis itu tak perlu repot-repot harus mengulang seluruh ucapannya. Namun, namanya juga Sky jika sudah bertemu dengan lukisan dia akan lupa dengan sekitarnya.

"Nah gue inget! Nanti bakalan ada pentas Seni. Lo mau ikut kan?" tanya Hanin ketika dia sudah mengingat apa yang akan dia tanyakan kepada Sky.

"Lo tahu sendiri jawabannya."

Hanin terkekeh mendengar ucapan itu, namun bagi Sky suara tawa dari Hanin membuatnya kesal. Hanin selalu sering bertanya basa-basi yang membuatnya harua mendengarkan semuanya. Bukan karna tak ingin tetapi Sky juga sedang fokus menyiapkan lukisannya untuk hari itu.

"Hehehe, maafin gue. Besok lo free kan? Temenin gue jalan dong! Please ya? Gue mau beli beberapa alat buat ngelukis dan juga__"

"Pergi ke Mall." Sky memotong ucapan Hanin, dia tahu dengan jelas bahwa Hanin selalu ingin pergi ke tempat ramai ketika mereka akan hadir pada acara-acara besar yang kampus mereka akan adakan.

"Tahu aja lo, emang temen kesayangan banget deh! Jadi, ikut ya? Ibu gue rese banget kalau gue nggak pergi sama lo. Nantinya malah ngira gue kelayapan ke tempat lain, padahal cuman pergi buat beli baju dan peralatan lainnya." Hanin mengomel dengan jelas eaut wajahnya terlihat kesal saat dia menceritakan bagaimana sifat ibu nya yang over protective ketika dia pergi ke luar.

"Lo sih sering keyapan. Gue temenin, tapi jangan lama-lama. Gue belum selesain baca buku yang gue suka asal lo tahu yah," ucap Sky sambil tertawa. Dia membereskan beberapa alat lukis yang sejak tadi berantakan di depan nya.

"Buku apa lagi sih? Lo nggak bosen yah? Kalau nggak baca buku yah keseharian lo tuh ngelukis, kalau nggak ngelukis yah baca buku. Mau gue cariin pacar nggak? Atau kayak atur date date gitu loh, biar lo nggak terus pacaran sama buku atau kanvas lo itu. Ngeri banget gue gila," ucap Hanin. Sebenarnya Hanin tahu, bahwa Sky melakukan semuanya untuk pelarian dari semesta yang terlalu membuat hidup gadis itu seperti sebuah lelucon.

Hanin tahu Sky hanya berpura-pura terlihat kuat. Padahal gadis itu terlalu banyak menyimpan luka yang ingin sekali Hanin bantu untuk menyembuhkan nya, namun nyatanya Hanin tak bisa membantu. Hanya Seni dan buku lah yang membuat Sky terlihat tenang dan baik-baik saja.

"Ogah banget sih gue date gitu-gituan, gue mau nya sama pangeran dari kerajaan aja gitu atau kayak cowok tampan-tampan gitu."

Hanin menggeleng tak habis pikir dengan temannya ini. "Gila! Kalau gitu mah kenapa nggak cowok yang lo tolak kemari aja? Di kan ganteng banget anjir, lo sih malah tolak kasian banget."

Sky tak mendengarkan ucapan Hanin, sesungguhnya bukan tak ingin dia menerima semuanya. Hanya saja, Sky takut. Dia takut kembali kehilangan ketika dia sudah membuka hati dan menggantungkan dirinya kepada orang itu.

"Eh Sky, lo nggak mau pergi ke luar dulu? Udah waktu istirahat anjir. Kok gue nggak denger yah?" tanya Hanin. Benar, dia tahu bahwa sejak tadi keadaan berubah menjadi canggung. Sky kembali berdiam diri dan Hanin cukup sadar bahwa semua karna ucapan nya. Dia lupa gadis itu tengah menutup luka besar lagi dan lagi, bukannya membantu untuk menyembuhkan Hanin malah membuatnya semakin terbuka lebar.

"Dari tadi bel Nin, telinga lo kemana sih? Padahal biasanya kalau soal istirahat paling duluan denger nya. Dari tadi juga gue lagi beresin ini peralatan yah karna kamu ke kantin lah."

Hanin terkekeh malu. "Gue nggak denger, karna dari tadi terlalu lihatin lo sih ah."

"Nin, kayaknya lo deh yang perlu nyari pacar. Gue jadi takut kalau lo malah suka sama gue terlebih kita sering sama-sama. Ngeri banget loh Nin," ujar Sky dengan tawa renyah yang dia akhiri sebagai ungkapan nya.

"Najis lo, gue masih normal anjir dan asal lo tahu gue lagi ngejar Elbian yah."

Sky menggelengkan kepalanya. Hanin terlalu sering mengucapkan nama Elbian, bagaimana bisa dia melupakan semua hal yang selalu Hanin ucapkan. "Lo nggak bosen di gantungin dia? Kalau gue sih males banget."

Obrolan hangat mereka berakhir di sana. Keduanya pergi menuju kantin untuk mengisi perut mereka yang sudah berdemo meminta untuk di isi, apalagi sekarang sudah waktunya untuk makan siang.