Sesuai dengan janji nya hari kemarin, sekarang Sky berada di ruangan besar yang selalu dia enggan kan untuk di kunjungi. Namun, sekarang mau tak mau dia harus pergi ke tempat ini selain untuk menemani temannya itu. Sky merasa bosan sebab sudah satu jam lamanya dia menunggu Hanin, tetapi gadis itu tak kunjung datang membuat Sky berdecak sebal. Katanya dia janji akan segera datang, tetapi dia malah mengingkari janjinya hari ini.
Baru saja, Sky hendak pergi untuk meninggalkan dunia besar yang tak pernah dia sukai karna keramaiannya. Hanin datang dengan wajah yang terlihat lelah, dengan sedikit berlari Sky menghampiri gadis itu dengan tatapan penuh pertanyaan.
"Maaf, gue tadi ketiduran. Semalem Bunda gue nyuruh bikin kue, katanya buat lo."
Sky yang ingin marah mengurung niatnya dan tersenyym. Bundanya Hanin memang sangat baik, dulu Sky sering sekali bermain ke rumah Hanin. Tetapi, sejak saat itu dia terlalu sibuk dengan dunianya dan juga jadwal kuliahnya. Sehingga dia tak memiliki waktu sedikitpun untuk pergi dan bermain-main dengan Hanin.
"Makasi, tenang juga sih. Lagian gue baru sampe tadi cuman yah gue khawatir lo pergi kemana-mana," ucap Sky berbohong. Dia tak ingin membuat Hanin merasa bersalah kepada nya terlebih jika dia kekurangan tidur karna perintah Bundanya.
"Yaudah sih buru belanja, keburu nanti siang ada kelas. Mana kelasnya sama si Ibu bawel lagi! Bisa mati kita kalau misal ketelatan satu detik aja." Hanin merangkul Bahu Sky, mengajak nya untuk pergi dan segera melihat-lihat ke dalam.
Sesekali, mereka memang harus menghabiskan waktu untuk mencari referensi baru. Agar karya mereka selalu tak stuck di satu tempat, namun tentu saja berbeda dengan Sky yang memiliki imajinasi luar biasa. Tanpa pergi melihat lingkungan sekitar, karya nya selalu indah layaknya sebuah mahakarya milik Tuhan.
Hanin selalu merasa iri pada potensi dan juga bakat yang di miliki oleh Sky, tetapi dia juga sangat bangga karna Sky adalah temannya. Hingga mereka selalu menghabiskan banyak waktu bersama sejak pertemuan yang tak sengaja di sebuah toko alat-alat lukis. Tentu saja pandangan pertama Hanin terhadap Sky berbeda saat pertama kali dengan saat mereka menjadi teman.
Awalnya, Hanin mengira bahwa Sky adalah gadis angkuh yang tak ingin berteman dengan siapapun. Tetapi ternyata dia adalah malaikat tak bersayap yang akan selalu berada di sisi Hanin saat dia membutuhkan sebuah pertolongan. Sekarang, meski wajah Sky terlihat sama sejak mereka bertemu tetapi alih-alih mereka yang semakin jauh keduanya semakin dekat seolah telah terjerat oleh takdir untuk bersama.
Hanin berlari menghampiri Sky yang tengah menatap sepasang alat lukis dengan cepat tangannya mengambik alat itu sambil tersenyum girang.
"Gue beliin, anggap aja hadiah karna lo sudi nemenin gue belanja. Mana lama banget lagi," ujar Hanin dengan wajah yang tak pernah luput dari senyuman.
Sky yang sedang melamun terkejut saat mendengar suara Hanin, bukannya dia meminta untuk di belanjakan hanya saja sejak tadi dia sedang berpikir apakah dia harus membeli alat lukis itu atau tidak. Dia takut jika di rumahnya masih ada.
"Nggak usah Nin, lagian tadi gue cuman lihat-lihat aja. Sama mikir di rumah masih ada atau nggak," ucap Sky merasa tidak enak hati.
"Nggak papa, lo kayak sama siapa aja. Biasanya juga gue di traktir lo kan? Nah kali ini giliran gue traktir lo, lagian cuman alat lukis doang."
Hanin berjalan mengambil barang belanjaannya. Menuju kasir untuk membayar dan segera mengakhiri sesi belanja keduanya, sebab waktu sudah menunjukkan pukul dua belas siang dan pukul satu siang nanti mereka berdua ada kelas siang yang mengharuskan hadir tanpa adanya titip absen.
***
Hanin dan Sky sekarang berada di rumah milik Hanin, sesuai dengan keinginan Bunda nya. Sejak malam, Bunda Hanin selalu memperingati dirinya agar tak lupa memgajak Sky kerumahnya untuk berkunjung dan makan bersama. Keduanya sudah setuju bahwa akan berangkat bersama menuju kampus dari rumah Hanin, meski awalnya Sky menolak keras dengan alasan karna segan oleh Bunda Hanin.
Tentu saja Hanin akan membuat beribu cara agar Sky mau dan pergi bersama. Hingga akhirnya gadis sedingin gunung everest itu pergi ke rumah Hanin. Saat keduanya masuk ke dalam rumah, Bunda Desi menyambut dengan hangat.
"Sky, ih Bunda kangen banget sama kamu. Kamu kok jarang main ke sini sih? Padahal Bunda mau ngajak kamu makan yang enak," ucap Desi dengan wajah sumringah. Wajah yang selalu sama sejak pertama kali Sky masuk dan berkunjung ke rumah ini.
Sky tersenyum kikuk. "Maaf tante, aku beneran sibuk. Jadi nggak punya waktu buat pergi main atau keluar."
"Panggil Bunda aja, biasanya juga kamu panggil Bunda. Pasti lupa yah karna kebiasaan nggak main? Kamu sibuk ngapain sih sampe nggak sempet ketemu Bunda? Bunda kangen banget loh."
"Dia kan selalu berduaan mulu sama lukisan nya Bun," ucap Hanin menimpali.
"Hush! Kamu yah Nin, jangan gitu. Eh iyah Bunda malah ngajak kamu ngobrol di sini, mending masuk ke dalam yuk!" ajak Desi sambil merangkul Sky dan membiarkan nya duduk di kursi.
Dengan cepat, Desi wanita parub baya yang sangat menyukai Sky itu pergi menuju dapur dengan alasan untuk mengambil makanan dan juga minuman. Membuat Sky merasa tidak enak sebab merasa merepotkan, ini salah satu alasan Sky merasa malu mengunjungi rumah Hanin kembali. Bunda nya selalu membuatkan dia makanan dan juga minuman meski pun jika wanita paruh baya itu baru selesai pergi dari luar.
"Sky. Kayaknya lo anak nya Bunda deh bukan gue, dia kalau ada lo beuh baik bener beda kalau ada gue udah di cincang kali yah. Apalagi kalau diem mulu," ucap Hanin sambil bergidik ngeri. Jika saja Hanin selalu diam di rumah tanpa melakukan pekerjaan apa saja, Ibunya akan dengan sigap memarahi Hanin dan berkata ucapan-ucapan lainnya.
"Mana ada, Bunda lo baik banget. Gue jadi malu takut ngerepotin Nin," ujar Sky tak enak.
"Yaelah, kalem aja. Bunda mah orang nya chill juga, lagian dia yang nanyain lo mulu atuh. Kalau nggak di bawa lo nya nanti gue pasti di tanyain mulu."
Sky tak menanggapi ucapan Hanin. Matanya memandang sebuah jam dinding yang tersimpan di dekat figura-figura kecil. Sekarang kurang dari satu jam lagi akan kelas. Membuat Sky tersadar bahwa dia harus segera pergi dan nenyelesaikan sesi makan-makannya.
"Nin, udah hampir masuk." Sky berucap sambil memperhatikan Hanin yang masih enak dengan makannya bahkan acuh tak acuh dengan keadaan dan jam dinding yang terus berdetak.
"Anjir! Gue nggak nyadar. Yaudah buru berangkat."
Hanin dan Sky dengan cepat pergi keluar untuk segera menuju kampus mereka. Otak waras mereka masih bergerak agar tidak berleha-leha dan terjauhkan dari amukan dosen killer di kampusnya.