Sore hari setelah selesai bekerja, Ansel yang sudah merasa tak karuan sedari siang setelah mendengar cerita dari Alex yakni bosnya sekaligus seorang sahabat dari Elea, kini memilih untuk pulang terlebih dahulu guna menjernihkan hati dan pikirannya.
ARGH!
Teriakan Ansel saat sudah berada di dalam kamar sontak memancing perhatian orang-orang yang berada di rumah. Semua bisa dengan jelas mendengar teriakan Ansel karena memang rumah yang ditempati Ansel bersama keluarga tidak terlalu besar dalam kata lain hanyalah rumah yang sederhana.
Brug!
Sang ayah pak Ardi langsung berlari kencang menuju kamar Ansel dan membuka pintu kamar Ansel dengan perasaan tergesa-gesa. Tiara dan juga ibu pun menyusul pak Ardi dan melihat Ansel sedang membanting beberapa barang yang ada di dalam kamarnya.
''Ansel! Ada apa ini?'' tanya pak Ardi.
Pertanyaan pak Ardi tampaknya tak digubris sama sekali oleh Ansel yang terus membanting barang di depan seluruh anggota keluarga. Karena kesal dengan sikap Ansel, maka pak Ardi pun langsung berjalan cepat menuju ke arah Ansel.
''ANSEL! Cukup!'' teriak pak Ardi seraya menahan tubuh Ansel yang terus berontak membanting barang-barang yang ada di dekatnya tersebut.
"Nggak Yah! Semuanya nggak boleh terjadi!" rengek Ansel yang tak kuasa menahan air matanya.
"Ayo duduk dulu, Sel! Kamu harus tenang." Pak Ardi sang ayah berhasil menenangkan Ansel. Sementara Ansel dan pak Ardi duduk dibibir ranjang, sang ibu dan Tiara memilih meninggalkan kamar Ansel untuk tidak mengganggu percakapan antara ayah dan anak laki-lakinya tersebut.
"Ansel, ada apa sebenarnya? Hal apa yang membuat kamu sebegini marahnya?" tanya pak Ardi.
"Elea, Yah."
"Ada apa dengan Elea?"
"Aku nggak habis pikir kenapa Elea bisa memutuskan untuk menikah dengan laki-laki lain selain aku, Yah!" rengek Ansel.
"Apa kamu serius dengan ucapan kamu itu? Elea? Menikah dengan siapa?" tanya ayah shock.
"Aku baru saja mendapat kabar dari pak Alex bahwa Elea akan menikah dalam waktu dekat ini."
DEG~~~
Pak Ardi pun tak habis pikir. Apa kesalahan yang sudah dibuat oleh Ansel sehingga membuat Elea yang selama ini terlihat sangat mencintai Ansel, tiba-tiba memutuskan untuk menikah dengan laki-laki lain. Padahal, Elea sudah di anggap anak sendiri oleh pak Ardi.
"Ansel, apa sebelumnya Elea sudah membicarakan hal ini denganmu?" tanya pak Ardi.
"Tidak, Yah. Selama ini aku menjauh dari Elea bukan karena aku sudah tak cinta apalagi ingin putus dengan Elea. Aku hanya ..., aku hanya belum siap dengan semua keadaan yang mungkin akan membuatku sakit hati karena keluarganya," ungkap Ansel.
"Kamu salah jika melakukan hal itu, Sel. Ayah pun merasa kasihan terhadap Elea saat kamu enggan menemuinya. Setiap hari Elea datang ke sini untuk mencari kamu, tapi kamu malah mengumpat sampai Elea pulang lagi. Apa kamu memikirkan perasaan Elea saat itu?"
"Aku bingung, Yah. Apa yang harus aku lakukan sekarang?"
"Lebih baik kamu temui Elea dahulu, Sel! Bicarakan dengan baik-baik. Pikiran kamu harus tetap jernih saat berhadapan dengan Elea!"
Ansel menganggukkan kepala. Lalu pak Ardi pun pergi meninggalkan anak laki-lakinya itu sendiri di dalam kamar dan membiarkannya berpikir sejenak.
Hening ..., saat suasana kamar berubah menjadi sangat hening, Ansel menghela napas dengan panjang seraya memejamkan kedua matanya. Ia mencoba menenangkan hati dan pikirannya yang amat kacau karena kenyataan yang sedang ia hadapi saat ini.
''Elea ..., kenapa kamu melakukan ini semua padaku. Ku pikir, kamu tidak akan mengambil keputusan gegabah karena ada satu hal yang mengunci hubungan kita sehingga kamu tidak akan lari dariku, tapi ternyata, kamu berani menepis kenyataan itu dan pergi dari hidupku,'' gumam Ansel seraya menyeka kedua pipinya yang basah.
''Baiklah, Elea. Aku akan segera menemui kamu. Tunggu aku Elea, jangan gegabah dengan memutuskan untuk menikah dengan laki-laki lain selain aku,'' batin Ansel.
Karena lelah, Ansel pun membaringkan tubuhnya di atas ranjang hingga tertidur lelap. Ansel menunggu hari esok yang kebetulan adalah hari libur. Ansel berniat untuk segera menemui Elea di rumahnya.
Esok hari, rumah Elea pukul 10.45 ...
Tok ... Tok ... Tok!
Ansel mulai mengetuk pintu rumah Elea. Meski sebenarnya sangat canggung bagi Ansel menemui Elea di rumahnya, ia memberanikan diri demi Elea.
KREK~~~
Pintu terbuka, asissten rumah Elea pun bertanya pada Ansel, ''Maaf, Mas cari siapa?'' Ansel pun langsung menjawab ''Mbo, maaf apakah Elea ada di rumah?'' tanpa beliau tahu, Mbo Darmi sang asissten rumah Elea pun mempersilahkan Ansel masuk dan menunggu di ruang tamu tanpa bertanya dahulu pada orang rumah tentang siapa Ansel sebenarnya.
Mbo Darmi pergi memanggil Elea, sedangkan Ansel duduk dengan harap cemas.
Semenit ... Dua menit, saat Ansel menunggu kedatangan Elea, suara entakkan kaki pun terdengar. Hal itu membuat Ansel semakin gugup.
''Kamu!?'' terdengar suara laki-laki paruh baya yang membuat Ansel langsung menoleh ke arahnya. Sekujur tubuh Ansel pun langsung gemetar, kedua telapak tangan mulai mengeluarkan bulir-bulir keringat.
''P---Pak Bakrie!?'' Dengan tergesa-gesa Ansel menyebut nama pak Bakrie yang selama ini ia segani.
''Kamu ...,'' ucap pak Bakrie lagi seraya berjalan mendekati Ansel yang berdiri kaku di hadapannya.
''Berani-beraninya kamu datang dan menampakkan wajah di depan saya setelah apa yang sudah kamu lakukan pada keluarga saya, ya? Mau apa kamu datang ke rumah ini, hah?'' tanya pak Bakrie yang mulai meluapkan emosi.
''S---Saya ..., saya ingin menemui Elea, Om,'' ujar Ansel.
''Enak saja! Lebih baik kamu angkat kaki dari rumah ini sekarang juga!'' sentak pak Bakrie.
''Om, saya mohon. Saya perlu untuk bertemu dengan Elea.'' Ansel memohon pada pak Bakrie agar diizinkan untuk bertemu dengan Elea.
"Pergi sekarang!" teriak pak Bakrie.
"Berhenti!" teriak Elea yang baru saja datang dan langsung menghampiri ayah dan juga Ansel. Dengan tatapan penuh kekecewaan, Elea tetap berusaha tegar saat menatap kedua mata Ansel yang kini berani menampakkan batang hidung di depannya.
"Yah, tolong tinggalkan kami berdua," ujar Elea.
"Elea, suruh laki-laki ini pergi dari rumah kita. Dia tak pantas menginjakkan kaki di rumah ini!" ujar pak Bakrie.
"Yah, tolong! Tinggalkan kami!" kedua matanya berkaca-kaca saat menitah sang ayah pergi. Sedangkan Ansel tak mampu menatap wajah Elea yang terlihat sendu.
Mau tidak mau pak Bakrie pun pergi meninggalkan Elea dan Ansel. Di ruang tamu yang megah, kini hanya ada Ansel juga Elea yang masih asyik saling menatap satu sama lain.
"Elea ...," ucap Ansel.
"Duduklah, Sel!" titah Elea yang terlihat tak bisa lagi membendung air matanya.
"Mau apa kamu datang ke rumah ini?" tanya Elea.
DEG~~~