Samar terlihat seperti Elea yang baru saja keluar dari Cafe. Ya, Ansel ternyata sedikit menyadari bahwa Ia baru saja melihat sosok Elea namun tak Ia hiraukan.
"Ah sudahlah. Mungkin itu hanya bayanganku saja," batin Ansel yang menyangkal bahwa wanita yang Ia lihat adalah Elea.
Ansel pun melanjutkan perbincangan dengan wanita yang ada di hadapannya tersebut.
Ia adalah Hanna. Hanna—seorang wanita berusia dua puluh empat tahun yang menjadi teman lama dari Ansel. Mereka tidak duduk berdua dengan disengaja. Ansel dan Hanna hanya kebetulan bertemu di Cafe tersebut hingga akhirnya mereka pun memutuskan untuk berbincang.
Namun kesalahpahaman yang Sudan terlanjur dirasakan oleh Elea, tak bisa membenarkan apapun alasan itu sebelum Elea dan Ansel saling bertemu.
Elea yang kini berpikir negatif pada Ansel, membuatnya merasa hina setelah apa yang selama ini sudah ia lakukan dengan Ansel. Hal itulah yang membuat Elea begitu marah pada Ansel.
"Kamu jahat, Ansel! Jadi ini alasan kamu menghilang dariku?" gumam Elea seraya memukul setir mobil miliknya saat ia sampai di depan rumah.
BRUG~~~
Elea membanting pintu mobil lalu berjalan cepat masuk ke dalam rumah. Saat ia masuk ke dalam rumah, sontak sikapnya yang meraung-raung kesal, membuat sang ibu pun kebingungan. ''Elea, kamu kenapa Nak?'' tanya ibu seraya berjalan mendekati Elea yang hendak menaiki anak tangga untuk menuju kamarnya yang berada di lantai dua.
''T---Tidak apa-apa, Bu. Aku hanya butuh waktu untuk sendiri. Maaf Bu, aku harus pergi ke kamarku,'' ujar Elea yang langsung saja melanjutkan menaiki anak tangga yang ada di depannya tersebut.
Tentu sikap Elea membuat sang ibu pun merasa khawatir. Beliau pun langsung berjalan menuju kamar menemui sang suami yang tak lain adalah pak Bakrie yang masih terbaring lemas.
KREK~~~
Terlihat pak Bakrie yang sedang duduk menyandar ke kepala ranjang seraya menoleh pada sang istri. ''Ayah ..., kenapa Ayah tidak tidur?'' tanya sang istri yang seketika berjalan cepat menuju pak Bakrie.
''Tidak apa-apa, Bu. Ayah merasa sudah membaik. Oh ya, bagaimana keadaan Elea?'' tanya pak Bakrie.
''Nah itu dia, Yah. Mengenai Elea ..., sebetulnya ada yang ingin aku tanyakan padamu. Sebenarnya, apa yang sedang kamu rencanakan untuk Elea?''
Pak Bakrie terdiam melamun saat mendengar pertanyaan sang istri. Dengan terpaksa, pak Bakrie pun menjawab semua pertanyaan istrinya secara rinci tanpa ada yang ia tutup-tutupi dari beliau.
''Yah! Kenapa Ayah diam saja?''
''Bu ..., memang ada yang aku sembunyikan dari kamu tentang anak kita, Elea. Sebenarnya ..., aku berniat untuk menjodohkan Elea dengan Zayn, anak dari kerabat Ayah yang bernama pak Jhon.''
DEG~~~
''Apa? Menjodohkan? Apa maksud kamu menjodohkan Elea dengan Zayn? Apa kamu lupa bahwa Elea sudah memiliki kekasih yaitu Alex?''
''TIDAK! Elea tidak boleh menikah dengan laki-laki itu. Dia sudah berani membohongi kita, Bu. Aku sudah tahu bahwa dia bukanlah Alex si pengusaha sukses seperti yang ia dan Elea katakan. Dia telah berpura-pura di depan kita, Bu!'' ungkap pak Bakrie.
''J---Jadi ..., Elea dan Alex sudah merencanakan kebohongan ini demi restu kita? Lalu, siapa Alex sebenarnya?''
''Kita tidak perlu tahu siapa dia sebenarnya. Percuma. Dia tidak penting lagi bagi kita. Bu ..., kamu harus membantu Ayah untuk membujuk Elea agar ia mau menikah dengan Zayn!''
''Entahlah, Yah. Aku melihat bahwa Elea sangat mencintai kekasihnya itu. Aku tidak yakin apa dia mau menikah dengan laki-laki pilihan kamu,'' ujar sang istri.
Mendengar kalimat sang istri yang seperti sudah putus asa sebelum mencoba, pak Bakrie pun sedikit kesal dan marah pada sang istri. Pak Bakrie terus meyakinkan sang istri agar ia mau ikut membantunya membujuk Elea bagaimana pun caranya.
Apa boleh buat, terpaksa sang istri pun mengiyakannya walaupun dalam benaknya, ia tak mau lagi membujuk Elea agar mau menikah dengan laki-laki yang bukan pilihan hatinya.
~~~
Tiga hari kemudian, Elea music berusaha melupakan kejadian yang ia lihat di Cafe beberapa hari yang lalu tersebut. Ia bahkan mencoba menyibukkan diri dengan hanya mengingat keburukan-keburukan Ansel agar ia bisa dengan mudahnya menghilangkan perasaan cinta yang terukir sangat dalam di lubuk hati.
Namun, seakan alam pun tak menyetujuinya, Elea sama sekali tidak berhasil melupakan Ansel. Justru perasaan ingin bertemu dengan Ansel begitu menggebu.
Namun kekecewaan Elea membawanya berlarut-larut marah pada Ansel karena Ansel sangat egois, Ia memutuskan segala sesuatunya sendiri tanpa memberi kejelasan pada Elea.
"Baiklah, Sel. Jika kamu tetap bersikeras tidak mau menemuiku, aku akan memperjelas status hubungan kita!" gumam Elea. Ia pun beranjak pergi untuk meeting.
Namun entah kenapa Elea merasakan hal yang membuatnya tak bisa berpikiran jernih, bahkan saat ia meeting, Elea tak bisa menghentikam pikirannya memikirkan Ansel.
Hingga saatnya tiba dimana Elea pun pulang. Meski selama ini pekerjaannya menjadi seorang CEO berjalan lancar tanpa cacat sedikit pun, Elea masih diselimuti rasa kesal terhadap apa yang terjadi pada dirinya dari awal ia menjadi seorang CEO.
Elea keluar dari ruang kerjanya dengan wajah yang lesu dan terlihat pucat. Ia pun berjalan perlahan menuju area parkir untuk segera pulang karena setelah meeting berakhir, tiba-tiba tubuhnya merasa tak enak.
"Ayo Elea! Kamu pasti bisa melalui semua ini!" gumam Elea yang mencoba menyemangati diri saat ia berada di dalam mobil.
Elea menguatkan diri saat ia benar-benar merasa kelelahan. Elea mulai menyalakan mesin mobil. Ia pun melajukan mobil dengan perlahan.
Akan tetapi, Elea merasa benar-benar kelelahan. Di tengah-tengah perjalanan, Elea menepikan mobilnya sejenak untuk beristirahat.
Tak lama kemudian, datanglah mobil berwarna putih dari belakang.
BRUG~~~
Ternyata itu adalah Alex. Alex tahu bahwa mobil yang sedang menepi itu adalah Elea. Maka dari itu, Alex berhenti lalu menemui Elea di dalam mobil.
Tok ... Tok ... Tok
Saat Alex mengetuk kaca pintu mobil, Elea sedang menundukkan kepalanya di atas setir mobil. Elea pun menoleh dan melihat sosok Alex ada di luar.
"A---Alex!" ucap Elea yang membuat kaca pintu mobilnya.
"Elea! Kamu kenapa?" tanya Alex terdengar khawatir.
"Tidak tahu, Lex. Tiba-tiba tubuhku sangat lemas. Aku tidak bisa fokus menyetir mobil," ujar Elea.
Tanpa berpikir lama, Alex pun menitah Elea membuka pintu mobil dan memindahkan Elea ke kursi belakang. Alex pun mengambil alih untuk menyetir dan membawa Elea pergi ke Rumah Sakit terdekat.
Elea pun tidak bisa menolak. Ia benar-benar sedang membutuhkan pertolongan saat ini. Dan memang, Alex bukanlah orang asing bagi Elea. Elea memercayai Alex yang akan membantunya.