''Namaku Meriam, Mas.'' Alzam pun mengangguk. Lalu mereka pun tak melanjutkan perbincangan karena memang tak mungkin mereka berlama-lama berduaan di area Pesantren. Alzam dan Meriam melanjutkan aktivitasnya masing-masing.
Sementara itu, kondisi Asma saat ini sangat tak bisa ia andalkan untuk menjadi baik-baik saja.
Ia masih saja merenungi di dalam kamarnya. Sendirian, dalam keadaan kecewa yang melanda.
Lima menit lagi, Asma akan pergi ke sekolah. Meski tahun ini adalah tahun terakhir Asma sekolah, rasanya tak ada semangat yang tersisa di dalam diri Asma.
Asma tidak tahu apa yang akan terjadi padanya enam bulan mendatang. Karena pada saat kelulusan nanti, Asma tak pernah tahu apakah Ia tetap akan menikah dengan Alzam, atau Alzam akan membuka suara untuk membatalkan pernikahannya dengan Asma.
Entahlah, rasanya Asma tak pernah mau keduanya terjadi. Ia tak mau menikah dengan Alzam, tapi Ia juga tak mau membuat sang ayah marah besar.
Yogyakarta, pukul 19.00