"Ma-maksud Papa?" tanya Maya gelagapan.
Papa Abraham, langsung menatap wajah menantunya yang terlihat sangat ketakutan.
HUHHH...
Papa Abraham berusaha meredakan sedikit rasa bersalahnya. Dia sejak tadi tau, jika pertanyaan mereka ini, pasti sangat melukai perasaan anak dan menantunya. Apalagi jika sudah masalah anak. Pasti, semua orang akan langsung sensitif dengan pertanyaan tersebut. Apalagi bagi kaum perempuan.
"Maaf Aya." Papa Abraham memang memiliki panggilan khusus untuk menantunya itu. Aya, singkatan dari kata Maya.
"Kami tidak bermaksud untuk mencampuri urusan Rumah tangga kalian. Tapi, Papa dan Mama sangat menginginkan hadirnya seorang cucu untuk menemani masa tua kami."
"Mama dan Papa hanya ingin yang terbaik untuk kalian, sayang," timpal Mama Indah.
"Tapi kami berdua sehat, Ma, Pa."
"Bukan hanya Papa dan Mama saja yang menginginkan hadirnya cucu. Kami juga Ma, Pa. Kami bahkan terus berusaha. Tapi, jika belum di kasih Tuhan rezeki, mau bagaimana lagi. Kita hanya manusia yang hanya menerima takdir dari Tuhan." ucap Elzar berusaha memberikan pengertian kepada kedua orangtuanya.
Tida dapat di tampik. Jika, dia pun sebenarnya sangat menginginkan hadirnya seorang anak untuk menjadi penyempurna Rumah tangganya bersama dengan Maya. Elzar bahkan selalu membayangkan seperti apa bentuk wajah dan perilaku anaknya nanti, ketika tidak sengaja bertemu dengan anak kecil.
Tanpa sepengetahuan Maya, Elzar sering sekali mengelus perut rata Maya dan berbicara dengan perut sang istri ketika Maya sedang tertidur pulas atau setiap mereka sehabis melakukan hubungan suami istri.
Terkadang, sebuah rencana licik terus hinggap di kepala Elzar. Rencana licik untuk tetap terus menjebak dan membuat Maya terus berada di sampingnya. Hidup berdua sampai ajal menjemput mereka berdua.
Elzar selalu berpikir. Jika, mereka memiliki seorang anak, maka Maya tidak akan pernah mau berpaling dan meninggalkan dirinya yang penuh dengan banyak rahasia dan sifat yang sangat buruk ini.
Pandangan Elzar langsung menetap mata sang istri dengan maksud yang tidak dapat di baca oleh Maya. Maya yang sejak tadi sudah dilanda kegugupan ketika kedua mertuanya itu membahas sesuatu hal yang sangat dia takutkan sejak dahulu.
Glup! Glup! Glup!
Elzar langsung menelan ludah, ketika terus melihat mata sang istri dengan intens.
'Sial! Masa dengan melihat dia saja, tubuh gue langsung bereaksi seperti ini sih... Benar-benar suatu hal yang sangat menakutkan. Maya sungguh telah menjadi sebuah candu untuk seorang Elzar." rutuk Elzar dalam hati.
PLAK! PLAK!
"MAMA!!" pekik Elzar ketika kepalanya di pukul oleh Mamanya sendiri.
Mama Indah hanya menatap Elzar dengan wajah yang di buat sesangar mungkin, tidak terdapat raut wajah bersalah sama sekali karena baru saja memukul kepala sang anak.
"Ngak anak, ngak bapak. Sama saja.... Tidak pernah lihat situasi dan kondisi sedikitpun. Lihat sedikit, langsung MAU. "
"emangnya Elzar ada salah apa sih, Ma. Lihat istri sendiri aja, masa Mama sampai marah begitu, bahkan memukul kepala Elzar lagi. Sakit tau, Ma," gerutu Elzar sambil mengusap-usap kepalanya yang tadi di pukul oleh Mamanya sendiri.
"Jangan lebay... Dipukul sedikit aja, langsung ngeluh sakit. Kamu Laki atau bukan sih!" sungut Mama Indah menantang sang anak.
HUHHHH...
"Mama nantangin Elzar. Bukannya Mama yang dulu ya... Yang lahirin Elzar. Kenapa sekarang Mama tanya tentang Elzar laki atau tidak. Mama ngak pernah lihat punya Elzar waktu kecil," balas Elzar dengan jawaban yang sangat absurd dan membuat Mama dan Papanya langsung terbelalak kaget.
"ELZAR! " ucap Papa Abraham sambil melototkan mata, menatap anak semata wayangnya itu dengan tatapan penuh intimidasi.
"Mama yang duluan, Pa. Hehehehe," jawab Elzar sambil menyengir karena takut dengan amarah Papanya nanti, karena dengan berani menentang perkataan sang ibunda ratu tercinta.
"Mama."
Papa Abraham juga memberikan ultimatum kepada sang istri untuk memilih diam.
"Mama hanya bercanda, Pa. Elzar aja yang selalu anggap serius perkataan, Mama."
"Perkataan Mama itu aneh banget, sih. Masa tanya Elzar Laki atau bukan."
"Coba tanya Maya, Ma. Pasti langsung di jawab kalau El itu laki-laki tulen, kuat dan perkasa. Ya ngak sayang? "tanya Elzar sambil mengedipkan matanya dengan tatapan yang sungguh membuat Maya jijik.
"Udah, pergi sana kerja. Lama-lama ngomong sama kamu, Mama bisa tekanan darah tinggi."
"Bukannya Mama sama Papa yang sejak tadi menahan Elzar ketika ingin pergi ke kantor ya?? Sekarang malah marah-marah dan ngusir."
Elzar langsung berjalan mengambil tas kerjanya dan menyalami Mama, Papa dan mengecup dengan sayang kening sang istri, yang sejak tadi berubah menjadi seorang yang sangat pendiam.
"Ingat!!! Jam 4 kamu harus pergi ke dokter itu El. Papa dan Mama sudah susah payah loh buat reservasi dokter itu lohhh, El. " teriak Mama Indah ketika melihat sang anak yang melangkah pergi dari kediaman keluarga Wijaya tersebut dengan masih menggerutu.
"JAM 4 EL."
"Iya Ma." jawab Elzar dengan begitu lirih.
"Reservasi apaan. Yang punya Rumah Sakit mereka. Sok bilang reservasi lagi, emang ada Dokter yang mau menolak keinginan pemilik Rumah sakit tempat mereka bekerja. Bisa-bisa mereka langsung di pecat, jika berani menolak keinginan mereka berdua." gerutu Elzar sepanjang perjalanan pergi ke kantor.
***
Sedangkan di kediaman keluarga Wijaya. Seorang wanita sejak tadi terus menerus bolak balik memikirkan perkataan kedua mertuanya barusan.
Maya sejak tadi terus menerus gelisah dan ketakutan. Ada sebuah rahasia yang sampai saat ini, masih dia jaga dengan sangat erat. Tanpa diketahui oleh orang lain.
Maya sungguh ketakutan sekarang. Jika mereka tau rahasia besar yang selama ini dia jaga sejak menjadi istri seorang Elzar Haris Wijaya. Bisa -bisa saat itu juga, tamat riwayat Maya. Dia bahkan tidak dapat berpikir lagi, jika semua orang tau tentang kecurangan yang telah dia lakukan sejak lama itu.
"Aku harus gimana ini???"
Maya terus merasa gelisah dan terus mondar mandir untuk menghilangkan ketakutan yang sangat besar yang dia rasakan.
AHHH.....
"Berpikir Maya, berpikir."
Puk.... Puk... Puk
Maya terus menerus memukul kepalanya.
"Apa yang harus aku lakukan Tuhan!" teriak Maya frustrasi.
Untung saja kamar yang di tempati oleh Maya dan Elzar itu kedap suara, sehingga tidak ada seorang pun yang dapat mendengar suara teriakan yang sangat terdengar frustasi itu.
Tanpa Maya sadari, ada sepasang mata yang terus melihat gerak gerik Maya. Orang tersebut bahkan, sangat terkejut dengan reaksi yang dilakukan oleh Maya di dalam kamar tidur mereka.
Ya, orang yang memperhatikan Maya sejak tadi adalah Elzar. Tanpa seorang pun sadari, sejak Maya resmi menjadi istri seorang Elzar Haris Wijaya. Kamar yang di tempati mereka itu telah di pasang CCTV untuk bisa memantau kegiatan Maya dari jarak jauh oleh seorang Elzar.
***Bersambung***
Penasaran dengan Rahasia Maya...