Di kediaman keluarga Kepler. Semua orang menjalani hari-hari seperti biasanya. Tidak terdapat raut wajah sedih dan khawatir dari sang kepala keluarga yakni Liam Kepler. Papi dari Maya itu tetap menjalani rutinitas seperti biasa tanpa, memikirkan sedikitpun tentang anak perempuan semata wayang yang telah dia berikan sebagai jaminan kepada keluarga Wijaya.
"Papi kemarin ketemu sama Elzar kan? " tanya Lio kepada Papi Liam saat sedang sarapan bersama.
"Ya, kenapa?" tanya Papi Liam dengan nada acuh. Dia sudah mengira kalau Lio Pasti akan bertanya mengenai keadaan adiknya.
"Ada kabar dari Maya, Pi? "
Lio sangat mengkhawatirkan keadaan adik perempuan satu-satunya itu. Apalagi, sudah hampir 2 bulan Maya sang adik menikah, belum juga memberi kabar. Bahkan, Lio sampai mencari Maya langsung ke Rumah Sakit. Tapi, dia sungguh terkejut, ketika mengetahui kalau Maya sudah berhenti bekerja.
Lio bahkan berusaha mencari Maya di rumah keluarga Wijaya. Tapi, ketika sudah sampai di sana, Lio tidak di perbolehkan masuk. Semua penjaga juga mengatakan kalau Maya tidak berada di rumah.
Lio sungguh sangat mengkhawatirkan keadaan sang adik. Tapi, kecemasan dan kekhawatiran yang dia rasakan seperti tidak pernah di rasakan oleh kedua orangtuanya.
Mereka tetap bersikap seolah-olah tidak pernah telah menjadikan anak perempuannya menjadi sebuah jaminan, demi sebuah kekayaan.
"Baik." ucap Papi Liam menyadarkan Lio dari pemikirannya yang sedang mengkhawatirkan sang adik.
"Papi udah pernah ketemu sama Maya langsung?" tanya Lio belum sepenuhnya percaya akan ucapan Papinya.
"Belum, Papi percaya kalau Elzar adalah suami yang baik untuk adik kamu Lio. Ngak Usah kamu terlalu berlebihan gitu. Adik kamu pasti senang sekarang hidup dengan bergelimangan harta, tanpa perlu bekerja lagi." sarkas Papi Liam sambil menyudahi memakan sarapannya.
"Tapi, Pi."
"Ngak ada tapi-tapian Lio! Dengar saja ucapan Papi. Maya pasti sudah hidup dengan bahagia sekarang. Punya suami sempurna seperti Elzar, sudah kaya, ganteng lagi. Apa lagi yang dia pikirkan. Pasti sekarang dia sedang bersyukur karena telah di nikahkan dengan sosok suami seperti Elzar."
"Maya ngak mungkin bahagia Pi. Dia menikah tanpa ada cinta sedikitpun, dia juga sekarang sudah ngak kerja lagi di Rumah Sakit.Pi."
"Hehh... Itu kamu tau? Itu tandanya dia sudah sangat bahagia. Makanya Maya melepaskan karier dia sebagai Dokter. Tanpa, mau bersusah payah lagi mencari uang yang tidak seberapa di bandingkan dengan kekayaan yang di miliki oleh keluarga Wijaya."
Lio bahkan menghembuskan nafas kasar, mencoba menghilangkan amarahnya kepada orangtuanya sendiri. "Apa Papi ngak bisa menilai Maya itu seperti apa? Dia bahkan meninggalkan hidup penuh kemewahannya, demi bisa menjadi seorang Dokter. Dia hidup susah di luaran sana, agar bisa menjadi seorang Dokter, Pi. Ngak mungkin dia langsung mau melepaskan cita-cita yang selama ini dia inginkan hanya karena telah menikah dengan orang yang sangat kaya, Pi." ucap Lio sambil melihat arah Mami nya seolah meminta pembenaran juga.
Liam langsung berdiri dan meninggalkan meja makan. Dia tidak mau bertengkar di pagi hari dengan anak laki-laki nya itu. Monica yang di tatap oleh Lio, tidak berani menatap kembali anak laki-laki nya itu. Monica sebenarnya juga ikut cemas sama seperti Lio. Apalagi, dengan kejadian penarikan paksa Maya, langsung di depan matanya. Jiwa keibuan Monica sebenarnya ikut tersentuh. Tapi, dia tidak bisa berbuat banyak, karena terlalu takut kepada suaminya.
"Mi, lakukan sesuatu? Jangan diam saja. Bahkan, Tante Rina bisa merasakan kesedihan Maya. Mami yang mengandung Maya selama 9 bulan 10 hari. Apa tidak merasakan apapun? " tanya Lio di hadapan Mami Monica yang berlalu pergi menyusul suami tercintanya.
"Apa rasa sayang Mami kepada Papi. Telah mengikis rasa keibuan Mami, Maya itu tidak bahagia, Mi. Lio jamin itu. Perasaan Lio udah ngak enak. Apalagi kita tidak pernah di izinkan bertemu Maya." Lio berbicara sendiri, dia berharap Mami nya masih bisa mendengar apa yang dia bicarakan.
Lio sungguh telah mengerahkan segala macam cara untuk bisa menemui sang adik. Tapi, semua berakhir sia-sia. Jika, dahulu Maya keluar dari Rumah. Dia masih bisa melihat keadaan sang adik dari jauh. Walaupun, tidak bisa berbuat banyak dan membantu sang adik akibat ancaman dari Papi Liam. Setidaknya, dia masih bisa tidur nyeyak bisa melihat adik semata wayangnya itu dari jauh.
"Maya, kakak minta maaf sayang. Kakak ngak bisa melindungi kamu dari keegoisan sifat Papi. Maafin kakak Maya," ucap Lio lirih sambil menangkupkan tangannya meminta maaf kepada sang adik.
Tanpa mereka ketahui, Mami Monica mendengar semua ucapan dari anaknya sejak tadi. Mami Monica selalu memungkiri ketakutan dan rasa cemasnya terhadap kehidupan anak perempuannya yang sangat manja itu. Walaupun, sekarang Maya telah menjelma menjadi wanita yang sangat keras dan mandiri. Tapi, bagi seorang ibu, sebesar dan semandiri apa seorang anak. Pasti akan tetap akan menjadi anak kecil yang butuh belaian seorang ibu.
Rasa cintanya terhadap suami yang sangat besar, telah membuat dia dengan tega membiarkan anak perempuannya itu hidup sendirian. Ditambah lagi sekarang Maya harus di paksa menikah demi sebuah perjanjian kerja sama perusahaan mereka yang berada di ambang kebangkrutan saat itu.
Monica sakit. Tapi, tidak bisa berbuat banyak. Biarlah dia di cap sebagai ibu yang kejam, ibu yang tidak pernah mementingkan kehidupan anaknya. Dia hannya bisa berdoa agar kedua buah hatinya hidup bahagia.
***
Di lain tempat saat ini Elzar dan Zaza sedang saling mengecap mulut masing-masing.
Mereka melepaskan rindu karena sudah hampir satu bulan Zaza pergi ke luar negeri dengan agenda pemotretan yang sangat padat.
Elzar dan Zaza memang terlihat sangat intim. Elzar tidak munafik jika dia sering makeout dengan sang kekasih. Tapi, sampai sekarang dia tidak pernah berani melakukan lebih daripada itu. Walaupun, Zaza sering meminta lebih terlebih dahulu, Elzar tidak pernah mau mengabulkan keinginan dari sang kekasih. Dia sangat menjaga Zaza dan tidak mau merusak wanita yang sangat dia cintai itu.
"Ahhhh... Honey...." ucap Zaza di sela-sela kegiatan mereka.
"Sayang!" pekik Elzar ketika tangan Zaza mencoba bergerak lebih jauh.
Elzar langsung menghentikan kegiatan mereka yang sangat menguras tenaga itu. Elzar tidak mau dia kelepasan dan menodai wanita yang sangat dia cintai. Apalagi, di sela-sela kegiatan mereka. Wajah Maya langsung terbayang di hadapan Elzar.
"Maaf ya sayang. Sampai di sini dulu, oke. Aku ngak mau merusak wanita yang aku cintai ini." sambil mencolek dan membantu merapikan pakaian sang kekasih yang telah acak-acakan oleh tangan nakalnya sendiri.
"Muacchh... Sampai kapan sih. Kita harus berhenti kayak gini. Aku butuh kepuasan sayang." rengek manja Zaza di atas pangkuan Elzar.
Zaza masih mencoba merangsang Elzar untuk melakukan hal yang sangat dia sukai itu. Dia tidaklah sepolos yang selama ini di pikirkan oleh Elzar.
***Bersambung***