Alana mengepalkan tangannya dalam diam untuk mencoba mengendalikan emosinya saat ini. Alana sadar bahwa tidak ada gunanya untuk berdebat dengan Nada. Dia adalah bosnya dan dia tidak peduli bagaimana penderitaan Alana selama menjadi asistennya.
"Baiklah saya akan menyelesaikan wawancara itu dalam waktu 5 hari. Saya undur diri terlebih dahulu, permisi" balas Alana sambil meninggalkan ruangan pemimpin redaksi.
"Tunggu sebentar" sergah Nada menghalangi Alana untuk pergi dengan badannya "Disini tidak tersedia makanan ringan, cepat lah pergi dan siapkan makanan ringan untukku. Belikasn sesuai dengan daftar yang ada disini. Belilah produk yang sama" ucap Nada sambil melemparkan daftar cemilanya kepada Alana dan berbalik pergi.
Di dalam catatan itu berisi puluhan daftar camilan. Melihat itu Alana menarik nafas dalam-dalam untuk menstabilkan emosinya. Tampaknya selain wawancara tuan Hadi dalam lima hari terakhir, dia harus menerima berbagai kecaman dari Nada.
Alana mulai memperkirakan waktu yang dibutuhkan untuk membeli makanan ringan, lalu mecoba mencari informasi tentang tuan Hadi dan berencana mengatur wawancara dengan tuan Hadi ketika dia akan keluar untuk membeli makanan ringan.
Setelah berjalan-jalan di supermarket selama satu jam, Alana membeli semua makanan ringan, naik taksi dan kembali ke perusahaan, pada saat itu, Nada tidak tahu ke mana dia akan pergi. Setelah menghela nafas lega, butuh setengah jam sebelum Alana menyingkirkan camilannya. Pada pukul 3:30 sore, Alana berangkat ke Multinasional Garuda Group.
Multinasional Garuda Group terletak di pusat kota yang sangat strategis. Dari luar gedung itu memiliki lantai 50 yang terlihat megah. Setelah sampai di meja resepsionis, Alana menunjukkan kartu identitasnya dan menemui manajer umum. untuk meminta izin untuk bertemu dengan sekretaris tuan Hadi dan menyampaikan kembali niatnya untuk melakukan wawancara dengan Tuan Hadi. Begitu sekretaris mengetahui identitas Alana yang merupakan seorang reporter, wajahnya langsung berubah menjadi dingin dan berkata
"Saya akan bertanya terlebih dahulu kepada tuan Hadi. Anda bisa menunggu sebentar" ucap sekretaris tuan Hadi dan berlalu pergi.
Setelah menunggu selama 1 jam lebih, Alana belum melihat tanda-tanda sekretaris tuan Hadi datang hingga para pekerja di perusahaan itu mulai pulang. Tentu hal itu membuat Alana terkejut dan memutuskan untuk kembali esok hari.
Pada keesokan harinya akhirnya Alana berhasil bertemu dengan tuan Hadi. Di dalam kantornya yang sangat besar dengan kaca setinggi langit di belakangnya membuat ruangan itu terihat megah. Tuan Hadi mengenakan jas abu-abu tua. Dia berdiri di depan kaca setinggi langit itu. Dia memiliki postur tubuh yang sedikit gemuk, tingginya sedang, dan memiliki cerutu besar di dalam mulutnya. Dengan punggung tegaknya, dia berdiri di depan kaca sambil melihat kerumunan orang-orang yang berlalu lawang di bawahnya. Alana merasa tuan Hadi sedang dengan bangga atas pencapaiannya saat ini.
"Halo tuan Hadi, perkenalkan nama saya Alana. Saya adalah reporter dari majalah TIME" Alana memperkenalkan dirinya sambil tersenyum
Tuan Hadi diam tidak merespon apapun. Dia membuka mulutnya dan mengeluarkan asap tebal. Suasanya agak memalukan bagi Alana karena menerima respon seperti itu. Namun Alana mencoba tenang dan tida terburu-buru dalam bertindak.
"Tuan Hadi berhasil menjadi pemimpin di sektor ekonomi di kota Bandung. Anda menjadi model orang sukses bagi yang lainnya dan merupakan pemimpin kelas atas. Datangnya saya kesini adalah untuk menyampaikan keinginan dari majalah TIME. Perusahaan kami ingin melakukan wawancara eksklusif dengan anda. Apakah anda bersedia untuk melakukannya? atau kita bisa melakukan pembincaraan terlebih dahulu sebelum….." jelas Alana
"Apakah pemimpin redaksimu nona ada?" tanya tuan Hadi dengan tiba-tiba sebelum Alana menyelesaikan semua kalimatnya. Penyebutan Nada di akhir kalimatnya terdengar menggunakan nada yang sedikit naik yang membuatnya terkesan sombong dan meremehkan.
"Ya benar tuan Hadi. Pemimpin redaksi saya adalah nona Nada" jawab Alana "Apakah tuan Hadi dan nona Nada saling mengenal?" tanya Alana
Tuan Hadi berbalik dan menatap Alana. Ketika menatap Alana matanya sedikit berkedip dan bibir gelapnya sedikit menyeringai dan berkata
"Aku tidak terlalu mengenalnya tapi aku ingin berteman denganya" ucap tuan Hadi
Mendengar apa yang diucapkan tuan Hadi membuat Alana berpikir bahwa ada sesuatu yang tidak baik di dalamnya
"Aku akan memberi tahu nona Nada tentang apa yang tuan Hadi katakan. Jika memungkinkan, saya bisa mengatur pertemuan, tapi nona Nada akhir-akhir ini sibuk, mungkin ..."
"Gadis kecil, jangan pernah kamu mengaturku untuk hal itu" ucap tuan Hadi sambil menyipitkan matanya "Aku akan menjelaskan kepadamu. Aku bersedia melakukan wawancara eksklusif dengamu tapi dengan 2 syarat. Saya adalah orang yang murah hati dan akan melakukan wawancara itu.Jika kamu tidak bisa melakukannya maka kamu tidak akan pernah bisa melakukan wawancara itu." jelas tuan Hadi
"Maaf tuan Hadi, bisakah anda mengatakannya dengan jelas?" pinta Alana karena tidak mengerti arah pembicaraan tuan Hadi
"Pertama, minta pemimpin redaksi mu itu untuk makan malam denganku dan tempatnya biarkan aku yang mengaturnya. kedua…" ucap tuan Hadi sambil berjalan mendekati Alana. Dia menatap Alana dengan pandangan yang buas dan menyeringai.
"Yang kedua adalah, kamu harus tinggal denganku selama semalam" lanjut tuan Hadi dengan senyuman menyeringai
Mendengar apa yang diucapkan oleh tuan Hadi membuat Alana secara reflek melangkah mundur ke belakang. Ucapan tuan Hadi sungguh lancang dan tidak bermartabat.
"Tuan Hadi, tolong perhatikan kata-kata anda dan tolong hormati saya" jawab Alana
Tampaknya rumor yang dikatakan orang-orang memang benar bahwa tuan Hadi merupakan orang yang bajingan dan mata keranjang.
Tuan Hadi mengangkat alisnya dan berkata
"Di bagian mana aku tidak menghormatimu?apa kau tidak tahu berapa banyak wanita yang ingin tidur di ranjangku? Aku saat ini memberimu kehormatan dan kesempatan untuk itu. Bukankah itu sudah cukup bahwa aku menghormatimu bukan?" jawab tuan Hadi
Alana mencoba menahan emosinya dan menahan keinginannya untuk tidak meninju wajah orang yang ada dihadapannya kini.
"Tuan Hadi, wawancara ini murni karena urusan pekerjaan dan hubungan saya dengan anda hanya sebatas pada pekerjaan. Untuk 2 permintaanmu itu, saya akan menolak yang kedua. Untuk persyaratan yang pertama, saya terlebih dulu akan bertanya kepada pemimpin redaksi Nada dan akan memberitahumu bagaimana kelanjutannya." jawab Alana
"Huh!" tuan Hadi mendungus dingin "Hei gadis kecil, beraninya kau merusak nafsu makanku dan nafsuku. Nada harus membayar untuk ini. Aku tidak mau tahu, 2 syarat itu harus tercapai. Dalam 1 jam kedepan kamu harus membuat keputusan untuk itu. Kelua kau sekarang" lanjut tuan Hadi sambil mengusir Alana untuk keluar dari ruangannya.
Hati Alana merasa sakit mendapat perlakuan seperti itu. Matanya langsung terlihat kabur dan dia dengan segera pergi meninggalkan perusahaan itu. Dia mencoba dengan sekuat tenaga untuk menahan air matanya dan menghentikan sebuah taksi. Ketika Alana masuk ke dalam mobil air matanya mulai tumpah.
Melihat Alana yang menangis, membuat sopir taksi sedikit ragu untuk bertanya.
"Maaf nona, anda ingin pergi kemana?" tanya sopir taksi dengan hati-hati
Alana menarik napas dalam-dalam dan mengginggit bibirnya dengan erat untuk menahan tangisannya
"Anda bisa pergi kemanapun. Tolong aja saya berkeliling dulu" jawab Alana
"Baik nona" jawab sopir taksi
Alana tidak bisa kembali ke perusahaan dengan kondisi yang seperti ini dan membuat semua orang disana melihatnya. Terlebih ketika Nada melihatnya dengan kondisi seperti itu maka dia nantinya akan mendapatkan masalah
Ponsel Alana berdering menandakan ada telepon masuk dan terlihat nama Bisma yang muncul. Melihat siapa yang meneleponnya membuat hati Alana bergetar dan dia ingin Bisma berada di sampingnya saat ini.
Alana menyeka air matanya, menenangkan diri dan menjawab panggilan telepon itu
"Ada apa? Apa kamu tidak sibuk menelepon di jam sekarang?" tanya Alana
Tidak ada jawaban di ujung telepon yang ada hanyalah keheningan selama beberapa detik. Alana sedikit mengernyit, mungkinkah Bisma memutar nomor yang salah?
"Apakah kamu menangis?" tanya Bisma
Pertanyaan Bisma membuat hati Alana menjadi sakit dan ingin mengungkapkan yang sebenarnya, namun Alana menahannya
"Tidak, aku tidak menangis. Aku hanya tersedak air minum. Aku berada di luar sekarang dan berada di taksi" jawab Alana mencoba menenangkan Bisma
"Kenapa kamu ada di luar?" tanya Bisma dengan heran
"Perusahaan memintaku untuk melakukan wawancara dengan seseorang, jadi aku…"
"Wawancara dengan siapa?" tanya Bisma memotong ucapan Alana dengan suara yang sangat rendah seolah-olah terlihat khawatir. Alana menghela nafas untuk menengkan diri dan berkata
"Wawancara dengan Hadi Prasetyo." jawab Alana dengan jujur
"Apakah yang kamu maksud Multinasional Garuda Group?" tanya Bisma memastikan siapa yang akan diwawancara oleh istrinya itu
"Ya" Alana mengangguk "Maaf Bisma aku saat ini sedang sibuk atau nantii kita bisa melanjutkan lagi" ucap Alana
"Apakah kamu akhir-akhir ini sangat sibuk? Telepon di rumah sering tidak terjawab" ucap Bisma
"Iya aku akhir-akhir sangat sibuk, aku baru sampai rumah pukul 11 malam dan harus menyiapkan sesuatu untuk keesokan harinya sebelum aku tidur, maaf" jawab Alana
"Alana jika kamu disana dibuat menderita maka segera beritahu padaku, mengerti?" ucap Bisma