Chapter 2 - Hilang

Lima tahun kemudian,

Ravenna, Rumah Axelle.

Axelle masih memimpikan hal yang sama, perempuan yang ada dalam mimpi itu sama persis dengan sebelumnya, mengenakan gaun putih, rambut hitam yang panjang, lembut, dan terurai. Tampak seperti rumput laut namun memiliki wajah yang tak nampak begitu jelas.

Di langit yang cerah dan penuh dengan bunga, dia menekan pergelangan tangannya yang kurus itu hanya untuk memastikan bahwa ini bukan mimpi, nyata adanya.

Tidak lama kemudian, Axelle tiba-tiba membuka matanya.

Sudah selama lima tahun ini, dia mengalami kejadian seperti ini setiap malam.

Terhitung hari ini, dia sudah memiliki total mimpi ini selama 1826 hari.

Bahkan seharusnya dia sudah terbiasa, tapi Axelle masih sering merasa kesal. Dia mengangkat tangannya yang kurus dan mencoba menghapus butir-butir keringat yang menempel di dahinya itu sembari menggoyangkan rambut hitam lebatnya ke dalam air.

Dia mengangkat selimut dan turun dari kasurnya, dia melihat kearah jendela yang berukuran sangat besar namun tak tertutup penuh oleh gorden kamarnya. Pepohonan hijau yang lebat terlihat sangat jelas, dengan langit yang terlihat sedikit redup.

Axelle berjalan tanpa menggunakan alas kaki apapun dilantai yang penuh dengan lapisan kayu itu, dengan bahu lebar, pinggang dan pinggul yang ramping. Membentuk garis badan yang seksi, dan kaki panjang yang lurus dan jenjang.

Sosok yang sempurna untuk hanya sekedar berjalan di sampul majalah, tetapi memiliki keindahan yang tidak akan pernah dimiliki oleh seorang model sampul majalah dimanapun untuk membuat wanita mana pun berteriak terpesona, ditambah lagi aura yang kuat ada dalam dirinya takkan bisa tertandingi oleh siapapun.

Dia bernafas, mencoba menenangkan diri, menyingkirkan segala gambaran penat di benaknya, dan pergi ke kamar mandi.

Paman Gavin, seorang asisten rumah tangganya, mendengar langkah kaki Axelle menuju kamar mandi, dia segera bergegas membuka pintu dan masuk, tempat tidur yang kotor itu segera dibersihkannya dan melepas alas tidurnya untuk digantikan yang baru.

Begitu dia selesai untuk bersih-bersih, Axelle keluar dengan hanya dibalut selembar handuk mandi. Tubuhnya yang berpostur tinggi dan ramping mulai terlihat. Paman Gavin pun ikut tertegun takjub melihat bentuk tubuh majikannya itu.

Tidak lama kemudian. Paman Gavin mencondongkan tubuhnya ke depan dan melihat Axelle berjalan menuju lemari, lalu berkata, "Ibu Christy barusan menelepon dan mengundang bapak Axelle untuk makan malam. Haruskah kita menyetujui dan mengatur jadwal untuk itu? Lagian sekali-kali bapak juga harus bersantai."

Christy adalah pejabat dari keturunan kedua dan juga merupakan wanita yang cukup terkemuka di kota ini. Satu tahun yang lalu, dia bertemu Axelle di pesta anggur dan semenjak itu Axelle diundang berkali-kali.

Axelle mengambil kemeja hitam dengan kerah stand-up. Itu membuat otot-otot di bahunya terlihat begitu mulus. Dia mengenakan kemeja tanpa menoleh ke belakang.

"Berisik!"

Paman Gavin sangat tahu bahwa dia tidak akan setuju, namun dia tidak berani mengatakan apa-apa tentang hal itu.

Empat puluh menit kemudian, Axelle keluar dari villa. Rendy yang merupakan asistennya, buru-buru membuka pintu mobil kesayangan Axelle itu. Axelle sedikit membungkuk karena kakinya yang begitu panjang, namun setelah itu dia nampak duduk dengan tenang dan sangat mempesona.

Saat mobil melaju keluar dari vila, Axelle melihat dari kaca spion mobilnya bahwa dua pengawal yang ada di depan pintu villanya itu sedang menghentikan seorang wanita yang mengenakan baju olahraga dan bertopi. Wanita itu terlihat ingin kabur dari pengawalnya dan tampak ingin mengejar mobil Axelle dari belakang. Seolah-olah dia ingin sekali berjuang untuk dapat melewati dua ekor kuda hitamku.

Axelle melihat kejadian di belakangnya itu dengan wajah yang begitu dingin dan cuek, namun seketika mengeluarkan suara bagaikan kilat, "berhenti! Aku ingin keluar menemuinya!"

Rend sontak terkejut dan berkeringat deras, "Baik, Pak direktur utama."

"ini sudah lima tahun, apakah ada petunjuk tentang wanita itu?"

Axelle menarik dasinya sendiri, matanya terlihat tajam sedingin batu es yang berusia seribu tahun, dia mencoba teringat oleh masa lalunya

Rendy pun menjawabnya dengan kalimat berpatah-patah karena takut.

"Namun … aku belum menemukannya, Pak."

"Satu bulan tidak ada petunjuk sama sekali? Dasar payah! Keluarlah!"

Suara dingin Axelle itu terdengar begitu kaku, tetapi dia menyadari bahwa wanita yang selama ini dicarinya itu semakin terlihat mengecil dan menjauh dari kaca spion mobilnya.

***

"Pak Axelle, jangan pergi!"

Karin berjuang mati-matian untuk menyingkirkan dua pengawal yang menghalanginya itu, tapi yang dia dapat hanyalah suara gumpalan knalpot mobil. Dia ingin buru-buru mengejar, tapi belum sempat mengejar sudah keburu ditangkap oleh pengawal itu lagi.

Karena perjuangannya yang begitu keras untuk lepas, dia pun terdorong ke tanah, sikunya menatap tanah, dan tiba-tiba terasa menjadi panas dan perih.

Dia bangun dan mendongakkan dengan wajahnya yang begitu sinis, dan mobil sedan hitam itu sudah menghilang dari pandangan.

"Sial, sudah sebulan, tapi aku tidak akan membiarkan Axelle bisa kabur seenaknya!"

Dia telah membangun strategi untuk bisa mendapatkan kesempatan itu, namun selalu digagalkan oleh pengawal-pengawal itu. Dia seolah tidak diberikan kesempatan sekecil apapun untuk mendekati pria brengsek itu.

Akhirnya, setelah saya menghubungi banyak orang dan mencari tahu dimana tempat tinggalnya, saya mendapat alamat villa nya yang terletak dikaki gunung. Dia menunggu Axelle di sini setiap malam pada pukul tiga. Tiap hari, terhitung sudah lebih dari sepuluh hari, dia tetap masih sama berusaha untuk menemui Axelle. Jangankan bicara, punya kesempatan saja tidak.

"jika kamu masih tetap muncul lagi besok, kamu akan mendapatkan konsekuensi yang tidak akan pernah kamu duga sebelumnya!" Asisten Axelle, Rafli.

Pengawal itu mengingatkan Karin. Sontak Karin pun menarik kembali matanya dari arah dimana mobil itu menghilang, lalu kembali memohon, "Tolong berikan saya kesempatan untuk menemuinya. Saya hanya ingin berbicara dengannya sebentar saja. Lima menit, tidak lebih! Ini menyangkut hidupku, ini penting bagiku!"

"Wanita mana yang masalah hidupnya bergantung kepada bapak direktur utama? Dia tidak tertarik denganmu, jadi pergilah! Membosankan!"

"Cepat pergi! Jangan pernah datang lagi!"

Pengawal itu kemudian pergi tanpa berkata satu patah kata pun, seolah-olah dia akan melakukan sesuatu jika dia tidak pergi. Kini, Karin harus berdiri dan berjalan menuruni gunung dengan kepala menunduk dan rasa kecewa.

"Jarang sekali ada wanita secantik dia. Jika kamu berhasil memiliki pewaris dari keturunan kedua yang kaya itu, orang itu akan tamat. Sayang sekali, kamu terlalu rakus dan tidak melihat di mana tempatmu. Reyna sama sekalai tidak pantas memberikan hadiah sepatu kepada direktur utama. Dia bukan siapa-siapa!"

"Aku tidak bisa menahan diri, tapi menurutku wanita itu jauh lebih baik dari pada Reyna"

Kedua pengawal itu memasuki villa sambil mengobrol.

Karin kembali ke rumah sakit pada sore hari, dan sebelum dia mencapai pintu gerbang, dia kebetulan melihat Pak Ganendra. Dia adalah dokter jaga yang bertanggung jawab atas Gavin Giandra yang sedang keluar dari gerbang depan.

"Dokter gan, bagaimana keadaan Giandra dalam dua hari terakhir ini?"

"Iya bu Gavin. Saya telah menjelaskan dengan jelas tentang kondisi suami Anda. Anda harus menemukan transplantasi sumsum tulang belakang yang cocok secepat mungkin, jika tidak, maka…." Dokter Ganendra menjelaskannya dengan menggelengkan kepalanya.

Wajah Karin terlihat semakin pucat, dan dokter itu melanjutkan penjelasannya lagi, "Rumah sakit kami telah mencari sumsum tulang yang cocok, tetapi kondisi suamimu ibu memburuk dengan sangat cepat, dan kami sudah tidak bisa lagi menunggu. Anda sebagai istri harus berusaha lebih keras lagi. Pikirkan keadaannya lagi. Bawa saudara anda kemari, mungkin ada yang cocok."

Wajah Karin terlihat semakin pucat mendengar kabar itu. Saat dokter Gan berhenti dengan penjelasannya. Karin seketika melontarkan pertanyaannya, "Jika dia tidak dapat menemukannya donor sumsum tulang belakang yang cocok, berapa lama lagi dia bisa bertahan hidup?"

Dokter Ganendra itu pun menjawab sembari menggelengkan kepalanya, "Selambat-lambatnya satu bulan, operasi transplantasi itu akan membutuhkan waktu paling lama sekitar tiga sampai lima bulan."

Karin merapatkan gigi dan tampak tegas mengatakan,"Sebenarnya saya telah menemukan sumsum tulang yang cocok dengan Giandra, tetapi orang itu belum berjanji kepada saya untuk menyumbangkan sumsum tulangnya. Saya akan berusaha lagi!"

"Dokter gan, anda atur saja jadwal operasinya, saya akan membawa pendonor itu sebelum operasi dilakukan!"

"Bagus! Operasi akan dijadwalkan sepuluh hari lagi. Anda harus bisa membawa pendonor itu secepat mungkin karena kami perlu melakukan beberapa pemeriksaan sebelum operasi."

"Oke!." Karin mengangguk berulang kali, menunggu dokter Gen meninggalkan ruangan itu sembari bersandar ke dinding tanpa kekuatan.

"Apa yang harus aku lakukan? Operasi akan dilaksanakan dalam sepuluh hari, tetapi dia belum membuat kesepakatan apa pun, dan bahkan Axelle tidak bisa ditemui. Dia meminta persetujuannya untuk menyumbangkan sumsum tulang belakangnya untuk Giandra.

Begitulah Axelle, orang terkaya di kota. Bahkan, sehelai rambutnya lebih berharga daripada hidup orang biasa. Dia saja tidak bisa menemui Axelle dan bicara dengannya. Bagaimana dia bisa mendapatkan persetujuan itu?

Apa yang harus saya lakukan?