Batin Erlan sedang berteriak sekencang-kencangnya, timbul penyesalan pada hatinya, kenapa pada malam di mana Clara memintanya untuk menemani sebentar, Erlan dengan tegas menolaknya.
Sejak kepergian Clara, tidak ada lagi yang menunggunya pulang setiap malam. Tidak ada lagi yang membuatkannya susu hangat ketika malam yang dingin mulai menyeruak masuk ke tulang.
"Clara… Melihatmu adalah luka, membuka perban masa lalu yang belum sempat sembuh. Bahkan rasanya amarah dan rasa yang ada di dada saling bertabrakan, hingga aku tidak tahu mana yang lebih mendominasi. Antara cinta dan benci, berhasil membuatku hampir gila."
Bersama terpaan angin malam, Erlan duduk dengan memandang jendela kamar yang menghubungkan langsung dengan langit. Tebaran bintang yang mengelilingi bulan, seakan ikut serta menemani sosok manusia yang tengah dilanda gundah.
Seulas senyum terbesit di bibir, membuat pria itu tak berhenti berpikir tentang keadaan yang seolah selalu menentang dirinya.