Laksana belati yang menusuk pada ulu hati Metha merasakannya begitu perih.
"A-apakah ... kau benar?" tanya Metha sudah mulai terbata-bata.
"Iya, dia selalu bilang seperti itu. Bahkan Peter mengatakan bahwa dia akan selalu menungguku di saat aku pergi, dan ternyata saat kemarin aku datang kembali ke sini tahu-tahunya Peter sudah mempunyai istri. Aku merasa seperti dikhianati, harapan awal aku ingin bersemi kembali dengan priaku di masa lalu." Tanpa mempedulikan perasaan orang lain hingga membuat Xeysa berkata demikian.
Entah ini disengaja ataupun tidak Xeysa benar-benar keterlaluan, seharusnya dia tidak berkata demikian di hadapan Metha.
Metha memegang dadanya yang terasa diremas kuat. "Hehe." Tak ada kata lain lagi yang mampu Metha keluarkan selain kekehan.
"Aku ... eum, aku mau ke toilet dulu ya sebentar." Tidak menunggu persetujuan Xeysa, Metha langsung beranjak dan melangkah cepat ke arah kamar mandi berada.