Josen membawa Gaby pergi ke sebuah mall. Pertama - tama dia harus membeli sendal atau sepatu. Bagaimana tidak, dia masih pakai sendal Josen yang kebesaran. Pasti akan sangat berbahaya jika naik eskalator.
Mall hari ini tidak terlalu ramai, membuat Gaby dan Josen bisa lebih leluasa memilih. Sesekali Josen harus melayani penggemarnya yang ingin berfoto dengannya. Penggemar juga mengajak foto Gaby ketika Josen mengenalkannya sebagai pacar barunya. Siap tidak siap Gaby harus siap menghadapi ini. Belum lagi pasti akan ada hatters yang akan menyerangnya nanti.
Para penggemar Josen berteriak histeris saat melihatnya memakaikan sepatu ke kaki Gaby untuk di coba. Gaby semakin berdebar mendapat perlakuan manis Josen di depan umum. 'Sadar Gaby, ini hanya akting! Jangan terbawa perasaan Gaby!' Gaby terus memperingatkan dirinya agar tidak larut dalam suasana romantis yang mereka lakukan.
"Sayang, habis ini kita ke salon dulu apa beli baju dulu?" tanya Josen.
"Terserah kamu saja!" jawab Gaby bangkit dari duduknya setelah memakai sepatu.
Setelah Josen membayar sepatu dan sendal untuk Gaby, dia meraih tangan Gaby dan menggenggamnya. Selama berjalan, Gaby terus melirik ke arah Josen. Dia masih merasa ini seperti mimpi.
Mereka menjadi pusat perhatian para pengunjung butik yang mereka kunjungi. Pemilik butik menyambut hangat Josen dan memamerkan koleksi terbaiknnya. Josen meminta Gaby untuk mencoba gaun yang di siapkan pemilik butik itu. Tapi Gaby hanya mengambil yang menurutnya cocok. Sebagai seorang mahasiswa tata busana dia sangat jeli dalam memilih.
"Selera Anda cukup bagus Nona, ini karya terbaik kami," ucap pemilik butik.
"Rancangan Anda memang sangat berkelas Nyonya. Kebetulan saya juga seorang mahasiswi tata busana jadi saya sedikit mengerti." Gaby mengobrol dengan pemilik butik.
Josen yang sedari tadi sibuk bermain ponsel beralih menatap ke arah Gaby. Dia berdiri lalu berjalan menghampiri Gaby yang asik mengobrol dengan pemilik butik seputar desain dan baju tren terkini. Gaby terlihat sedang menunjukkan ponselnya yang berisi beberapa gambar rancangannya. Sepertinya pemilik butik itu sangat tertarik.
"Sayang, jangan mengobrol terus. Kita masih harus pergi ke salon," ucap Josen sambil melirik arloginya.
"Maaf. Kamu mau aku pilihkan juga?" tanya Gaby.
"Pilihkan yang senada dengan punya kamu!"
"Baiklah, coba yang ini!" Gaby menyerahkan sebuah tuxedo warna silver dengan dasi kupu - kupu.
"Tapi tidak usah pakai dasi. Aku todak mau terlalu resmi." Josen menerima bajunya lalu mencobanya di bantu oleh Gaby.
"Perfect!" ucap Gaby.
Mereka lantas melanjutkan tujuannya ke salon. Josen juga melakukan perawatan yang sama dengan Gaby. Dia melakukan itu semata - mata karena tidak ingin merasa bosan menunggu. Itung - itung relaksasi dari kepenatan akibat padatnya jadwal kerja.
Hampir dua jam mereka di sana. Hingga tibalah saatnya Gaby selesai di make over. Josen yang sudah selesai lebih dulu, menunggu Gaby di ruang tunggu. Dia bermain game yang ada di ponselnya untuk mengisi waktunya. Sesekali dia melihat ke pintu kalau - kalau Gaby sudah selesai.
"Josen Lee, bolehkah saya minta foto?" tanya seorang karyawan salon.
"Aku juga mau."
"Aku juga."
Mereka berdatangan mendekat ke arah Josen. Demi sebuah foto mereka rela meninggalkan pelanggan yang sedang mereka layani.
"Apa pacarku sudah selesai?" tanya Josen.
"Maaf, sedikit lagi selesai." jawab pekerja salon yang menangani Gaby.
"Baiklah, selesaikan dulu setelah itu aku akan memberi kesempatan untuk berfoto," jawab Josen di sambut teriakan senang para pekerja salon yang kebanyakan wanita itu.
Josen tidak kembali ke tempat duduknya melainkan malah menyusul Gaby di ruang make up. Tatapan matanya mengarah ke obyek yang dia cari. Dia begitu terpukau dengan penampilan Gaby. Polesan make up natural menanpilkan kesan cantik alami nan elegan. Apakah ini gadis yang ku temukan di pinggir jalan itu? Josen terus berdecak kagum. Hatinya berdesir hebat, merasakan sesuatu yang aneh di sana.
Gaby melirik Josen dari pantulan cermin. Aktor ganteng itu kelihatannya sudah tidak sabar. Tapi sepertinya dia tidak menunjukkan wajah kesalnya. Mungkin perasaanku saja.

Josen Lee

Gaby
Josen memberi kode pada Gaby untuk menggamit lengannya saat melihatnya berjalan meninggalkan kursi rias.
"Sayang, tadi ada yang minta foto. Kamu tidak keberatan, kan?" tanya Josen.
Gaby mengangguk.
Alih - alih beralasan Gaby cemburu, Josen tak melepaskan tangan selama berfoto dengan para fansnya itu. Gaby terus memasang senyum manis. Dia belum terbiasa di kerubuti banyak orang. Untung saja mereka tertib.
Mereka seperti tidak ada puas - puasnya berfoto, membuat Josen sedikit jengah. Perutnya juga sudah mulai terasa mual karena banyak bersentuhan dengan orang. Gaby yang melihat wajah Josen mulai memucat segera mengambil inisiatif.
"Mohon maaf semuanya, kami sedang buru - buru. Kami takut terlambat datang ke pesta. Bisakah kami pergi sekarang, lain kali kita berfoto lagi jika bertemu." Gaby berpamitan secara halus pada semua yang ada di sana. Mereka mengangguk senang. Mereka suka dengan gaya bicara Gaby yang halus dan sopan. Gaby dan Josen segera meninggalkan tempat itu menuju mobilnya.
"Kamu mau duduk dimana? Kamu pikir aku sopirmu?" ucap Josen kesal ketika melihat Gaby hendak membuka pintu belakang mobilnya.
"Aku pikir kamu tak bisa berlama - lama dekat denganku. Mukamu terlihat pucat, apa kamu merasa mual?" tanya Gaby hati - hati.
"Aku memang mual, tapi itu bukan karenamu. Bisa kamu bantu aku mengelap tangan dan jasku dengan tisu basah. Rasanya bau mereka masih menempel disini." Terlihat sekali wajah Josen yang sedang menahan mual. Bibirnya pucat dan mukanya sedikit kemerahan.
Gaby tak banyak bicara. Dia melakukan apa yang Josen minta. Dia bersyukur Josen tidak merasa jijik padanya. Dia mengelap dan mengusap setiap bagian yang Josen tunjuk. Josen mengendus - endus tubuhnya yang menurutnya terkontaminasi kuman.
Tak mau banyak bertanya, Gaby hanya bisa membersihkan tubuh Josen yang menurutnya tidak kotor sama sekali. Dia tidak habis pikir, ternyata seperti itu kondisi Josen yang sebenarnya. Makanya dia meminta Gaby menjadi pacar sewaannya agar terhindar dari hal - hal seperti ini.
"Sudah selesai. Ada lagi?" tanya Gaby.
"Aku rasa aku sudah tidak mencium bau aneh lagi. Kita langsung berangkat saja, ya? Kalau kita makan dulu pasti kita akan terlambat." Josen meminta pendapat Gaby.
"Iya. Aku juga belum merasa lapar."
'Melihat wajahmu saja aku udah kenyang karena saking bahagianya Josen. Apalagi sedekat ini.' Gaby bergumam dalam hati.
"Baiklah kita berangkat. Ingat nanti kita harus terlihat mesra dan jangan jauh - jauh dariku! Kamu tidak perlu menjawab pertanyaan yang tidak penting. Biar aku saja yang menjawab. Kamu mengerti?"
"Aku mengerti," jawab Gaby singkat.
"Kamu sedikit sekali bicara. Kamu baik - baik saja, bukan?" tanya Jason melirik sekilas lalu kembali fokus ke jalanan.
"Aku baik - baik saja. Mungkin karena gigiku kering karena terlalu lama tersenyum tadi."
Jawaban konyol Gaby mengundang tawa Josen. Ternyata gadis ini pandai melawak juga. "Apa kita beli air mineral dulu untuk membasahi gigi keringmu itu?"
"Tidak perlu. Nanti di pesta saja aku langsung minum."
"Baiklah. Kamu jangan minum minuman beralkohol. Kamu ambil jus atau sirup saja."
"Tentu saja. Aku juga tidak pernah minum."
"Bagus, aku tidak suka gadis pemabuk. Ku dengar tadi kamu masih kuliah."
"Benar. Tapi aku tidak yakin bisa lulus atau tidak."
"Kenapa?"
"Kamu aneh. Bisa - bisanya bertanya seperti itu. Aku mana ada biaya. Aku juga sedang bekerja padamu."
"Nanti kita bicarakan setelah ini. Sekarang aku sedang malas memikirkan masalahmu itu. Besok kamu bisa mengingatkanku jika aku lupa."
"Hmm." Gaby sangat senang mendengar ucapan Josen. Sepertinya ada kesempatan untuknya menyelesaikan kuliah.
*****
Bersambung...