"Silahkan Tuan Josen, Anda sudah di tunggu Nona Helena." pengawal Helena menyambut Josen di depan pintu. Tatapan pengawal itu terlihat tidak bersahabat pada Gaby.
Josen berjalan masuk sambil terus menggamit lengan Gaby. Tamu - tamu serta merta melihat ke arah mereka. Bukan cuma Josen yang jadi santapan mata mereka, melainkan juga Gaby. Mereka mengira Josen khusus datang untuk Helena, wanita yang selama ini digosipkan dekat dengannya.
"Selamat malam, Josen!" sapa salah seorang tamu.
"Selamat malam," jawab Josen sambil terus mengulas senyum termanisnya. Semua kaum hawa yang ada di sana berdecak kagum menikmati wajah tampan idolanya.
Mereka berbisik - bisik satu sama lain. Ada yang merasa kagum pada pasangan Josen ada juga yang berkomentar pedas. Namanya netizen mah bebas.
"Hai, bro!" sapa Adam.
"Waow.. kamu habis dari khayangan ya? Sumpah aku nggak nyangka kamu bakalan datang bawa bidadari. Buat aku mana?" tanya Adam sedikit cengengesan. Tapi dia benar - benar kagum dengan kecantikan Gaby malam itu. Penampilannya sempurna membuat tamu undangan pria terus menyorotnya.
"Namanya Gaby," jawab Josen singkat.
"Nama yang cantik. Aku Adam." Adam mengulurkan tangannya.
Ketika Gaby mau membalas uluran tangan Adam, Josen menghalanginya.
"Udah. Jangan pegang - pegang! Kau tak lupa aku tak suka milikku dipegang orang lain!" gertak Josen.
"Sabar dong. Kamu pelit banget sama teman," gerutu Adam yang gagal menyentuh tangan Gaby.
Josen tak menanggapi lagi ucapan Adam. Dia berjalan mencari dimana Helena berada. Dia melihat Helena sedang berbincang - bincang bersama tamu undangan. Josen membawa Gaby mendekatinya untuk memberikan kado yang mereka bawa. Josen memesan tas keluaran terbaru dari brand ternama sebagai kado.
"Hai!" sapa Josen mengagetkan Helena. Itu karena dia muncul tiba - tiba di belakangnya. Helena lebih kaget lagi melihat gadis yang di gandeng mesra olehnya.
"Hai! Dia?" Helena mengisyaratkan dia meminta penjelasan dari Josen.
"Kenalin pacarku, namanya Gaby." Josen memperkenalkan Gaby pada Helena.
Wajah Helena menjadi muram seketika. Rencananya malam ini untuk menjadikan Josen orang spesialnya malam ini pupus sudah. Dia tidak mau menyambut uluran tangan Gaby.
"Aku Helena," ucapnya menahan sesak di hatinya. Dia benar - benar kalah malam ini. Apalagi melihat tatapan para tamu yang seolah lebih menyorot Gaby dari pada dia sebagai pemilik acara.
"Ini dari kami berdua. Selamat ulang tahun!" Josen menyerahkan kado yang dibawanya.
"Terima kasih." Helena menerimannya.
"Selly, tolong simpan hadiahnya!" Helena menyerahkan kado pemberian Josen pada asistennya.
"Kalian silahkan nikmati hidangannya, saya pergi dulu." Helena pergi meninggalkan Josen dan Gaby.
Sial! Siapa sih gadis itu. Berani - beraninya dia mengambil Josen dariku. Susah payah aku mengatur pesta ini untuk mengungkapkan perasaanku pada Josen. Aku juga mengeluarkan biaya yang besar untuk mengundang pengisi acara. Semuanya sia - sia. Helena terlihat sangat marah. Dia bersembunyi dari para tamu mencoba mengatur emosinya.
"Sayang, aku ketemu Adam dulu ya. Kau di sini saja lanjutkan makannya. Aku segera kembali," ucap Josen. Ada suatu hal yang ingin dia bicarakan bersama Adam.
"Hmm, kau tak perlu khawatir," jawab Gaby sambil terus mengunyah makanannya. Saat akan minum lagi ternyata gelasnya sudah kosong.
Gaby berjalan ke arah meja yang menyajikan aneka minuman. Tapi tidak ada jus seperti yang dia minum tadi. Mau ambil yang lain takut salah mengambil minuman beralkohol. Gaby terus berjalan hingga matanya melihat minuman yang dia cari. Dia berjalan sedikit menjauh dari kerumunan menuju meja yang letaknya berada di dekat kolam renang.
Sesekali dia tersenyum pada tamu lain yang menyapanya. Tiba - tiba ada seseorang yang setengah berlari menyenggol bahunya. Gaby kehilangan ke seimbangan dan byurrrr... Gaby tercebur ke dalam kolam renang.
"Hei, ada yang tenggelam!"
"Ada yang bisa menolongnya tidak?"
"Siapa dia?"
"Sepertinya gadis yang bersama Josen tadi."
Para tamu undangan sahut menyahut menanggapi kejadian itu.
Mendengar samar - samar namanya di sebut dalam kerumunan. Josen teringat akan Gaby. Dia mencari di tempat dia meninggalkannya tadi tapi nihil. Wajah Josen berubah panik, dia langsung berlari membelah kerumunan orang yang mengelilingi kolam renang. Benar saja dia melihat Gaby mencoba berenang dengan susah payah. Gaunnya membuatnya kesulitan bergerak. Tangannya juga memegang sepatunya.
Dasar tak ada hati, orang - orang malah menjadikannya tontonan. Josen menggerutu dalam hari sambil melepas sepatu dan jasnya. Dia menceburkan dirinya ke kolam untuk menolong Gaby.
"Kau tidak apa - apa?" tanya Josen ketika mereka sudah menepi.
"Maaf aku membuatmu malu di sini," ucap Gaby dengan posisi melingkarkan tangannya di leher Josen dalam gendongannya.
"Ssttt, jangan katakan itu lagi." pelan - pelan Josen menurunkan Gaby. Dia berjalan mengambil sepatu, jas dan arloji yang dia lepas tadi. Dia memakaikan jasnya di tubuh Gaby yang mengekspose lekuk tubuhnya.
"Terima kasih." Gaby memberi tatapan penuh arti pada pacar bohongannya itu.
"Ayo kita pulang!" Josen menggandeng tangan Gaby. Semua yang terjadi tidak pernah luput dari sorotan para hadirin di sana. Untungnya wartawan tidak diijinkan meliput acara ulang tahun Helena.
'Kita impas. Kau yang mempermalukanku lebih dulu.' Helena kembali berkeliling menyapa tamunya. Dia meminta semuanya untuk tenang dan kembali menikmati pestanya. Untuk sejenak dia akan melupakan kekecewaannya pada Josen. Dia ingin menikmati hari bahagianya saat ini.
••••
Gaby dan Josen sudah berada di dalam mobilnya.
"Maaf, tadi tidak seharusnya aku meninggalkanmu sendiri," ucap Josen khawatir.
"Tidak apa - apa. Aku saja yang kurang hati - hati." Gaby tidak mau Josen merasa bersalah.
"Aku yakin, pasti ada yang sengaja melakukan ini padamu. Ku lihat kau gadis yang sangat teliti dan hati - hati."
"Tadi memang ada seseorang yang berlari dan menyenggol bahuku. Tapi ku rasa dia tidak sengaja melakukannya."
"Kau terlalu baik. Aku sangat yakin dia sengaja." Josen masih menduga - duga.
"Sudahlah. Ayo kita pulang. Baju kita basah kuyup. Kita bisa masuk angin karenanya."
"Kau benar." Josen melajukan mobilnya menuju apartemennya. Wajahnya terlihat memucat karena kedinginan.
Gaby terus memperhatikan Josen yang sedang fokus menyetir. Dia rela kedinginan malam - malam demi menolongku. Rambutnya yang basah menambah kesan maskulin dan cool.
"Kau terus menatapku. Jangan - jangan kau sudah mulai tertarik padaku," tebak Josen.
"Aku memang mengidolakanmu sejak dulu Josen. Bohong kalau aku tidak menyukaimu. Apalagi, ternyata kau juga sangat baik," jujur Gaby.
Josen terdiam. Dia seperti terjebak dalam omongannya sendiri. Namun dia tak hilang akal untuk menutupi perasaannya. Dia gengsi kalau harus jujur tentang perasaannya sekarang. Karena pada kenyataannya mereka baru saja kenal.
"Kau pikir aku tulus menolongmu. Aku hanya akting. Aku tidak mau terlihat buruk di mata publik," ucap Josen beralasan.
"Benar juga. Mana mungkin kamu menyukai gadis biasa sepertiku," ucap Gaby sedikit kecewa.
Josen tersenyum. Dia merasa menang. Dia belum ingin terlibat cinta dengan gadis manapun. Bukan hanya semata - mata karena gengsinya, tapi karena dia juga belum siap kehilangan. Dia merasa jika Gaby pun akan meninggalkannya jika tahu masalahnya.
****
Bersambung...