"Terdakwa atas Bapak Riko yang terbukti telah melakukan tindak kekerasan terhadap putrinya, yang bernama Clerine. Teruntuk itu, silahkan jika akan ada pembelaan," putusan hakim yang secara nyala langsung ditanggapi oleh kuasa hukum Pak Riko, dengan tegas dia merasa akan menang membeberkan beberapa pembenaran yang naas telah Martha simpulkan ini akan terjadi, terlebih dulu dia pun mempersiapkan untuk melawannya, beserta bukti-bukti sah yang telah dia dapat.
"Sedikit ada ke salah pahaman yang mulia hakim, terdakwa tidak pernah melakukan kekerasan terhadap putrinya, dari mana ceritanya sang ayah kandung tega melukai darah dagingnya sendiri. Terdakwa hanya mendidik, bekas luka yang berada, satu dipipir disebutkan katanya ditampar sampai memar, tak hanya lebih itu sekedar diberi peringatan dan terdakwa mengatakan kepada saya, tamparannya tak memberikan tapak, tapak memar tersebut justru dilakukan oleh sang ibunya karena dia sangat merasa marah, dia keluar tanpa meminta izin dan pulang di tengah larut malam. Luka yang ke dua, berada di antara kaki betis dan tulang keringnya, itu bukan berasal dari cambukan saya melainkan dia pernah terjatuh dari tangga sampai menyebabkan kakinya terkilir. Terima kasih… "
"Silahkan kepada penguasa hukum dari pihak pelapor. Apa itu benar?"
"Sebelumnya saya ucapkan terima kasih telah memperizinkan saya berkata kembali, justru dengan hal ini bisa lebih meyakinkan agar terdakwa dihukum secara seberat-beratnya. Gugatan pertama tentang ayah kandung tak pernah bisa melukai anaknya, itu kesalahan. Sudah banyak terjadi kasus di mana ayah atau ibu membunuh anak, anak membunuh ibu. Terlebih, motif dari yang Pak Riko lakukan adalah jelas, dia tak bisa menerima Clarine sebagai anaknya, sebab Pak Riko menginginkan seorang putra, bukan seorang putri. Pak Riko menganggap memiliki anak seorang perempuan adalah aib, dan tak bisa diandalkan. Kemudian hal ini bisa membuat Pak Riko kehilangan warisan dari ayahnya, yang mensyaratkan Pak Riko harus memiliki keturunan pertama seorang laki-laki. Teruntuk pembelaan ke dua, jelas-jelas itu memar adalah bentuk luka yang sudah mengering beberapa bulan sebab tamparan yang Pak Riko layangkan, tuduhan terhadap sang ibu, itu bukan ibu kandung melainkan ibu tirinya yang sedang kesal terhadap Pak Riko, ibu tiri yang sampai saat ini tak kunjung memberikan Pak Riko putra. Ibu kandungnya, sudah berada bersama kita, dia duduk di sebelah sana, satu jajar di mana Pak Riko berada. Jika tak percaya, ini ada bukti foto pernikahan ke dua Pak Riko, serta rekaman CCTV pada saat Pak Riko menampar Clarine. Untuk pembelaan yang lain, ada salah satu bukti juga di mana di sini, rekaman audio Pak Riko yang sedang berbicara kepada seseorang untuk membunuh Clarine beserta memaksa tanda tangan agar semua kekayaan yang dimiliki ibu Clarine jatuh ke tangannya." Martha terlihat sangat percaya diri, kemampuan berorasi sudah sangat fasih meski dirinya terbilang lebih muda dari perkiraan orang-orang. Martha menyerahkan bukti-bukti itu kepada penyidik di lembaga kehakiman yang selanjutnya, salah satu audio diputarnya.
Hampir semua orang yang menyaksikan tak percaya, terlebih Pak Riko termasuk kalangan keluarga yang mereka bilang cukup sempurna.
Clarine tertunda lesu, dia merasa jiwanya terbebas. Kesakitan itu seperti melambung ke udara, apalagi melihat Pak Riko yang tak terima tidak tenang.
"Dengan ini terdakwa diputuskan harus menjalani hukuman kurung selama lima belas tahun, dan denda keluarga sebesar satu milyar."
Kuasa hakimnya hanya menatap Pak Riko yang segera diseret petugas serta tangan yang diborgol keluar, lalu beralih kepada lawannya barusan. Pakaian hitam dengan rambut sebahu serta jepitan di kepala menambah keanggunan dia.
Martha ikut lemas, ini kasus pertama kali yang dia tangani dan langsung mendapat kemenangan tanpa ada hal lain lagi.
Setelah berada di luar ruang, Clarine menghambur ke pelukan Martha yang tengah berdiri.
"Terima kasih… " Kerlingan matanya sudah berkaca-kaca.
Ibu Clarine yang berada disampingnya mengucapkan hal yang sama.
"Tidak usah terima kasih, justru saya yang seharusnya berkata ini. Kamu mempercayakan kasus ini kepada saya, Clarine. Terima kasih telah mempercayakan ini kepada saya, mulai hari ini jangan takut bersuara. Ibu, mulailah berani. Berani untuk membuka mata meski tak ada cahaya, pelan-pelan nanti juga pasti dapat ko petunjuk menuju cahaya tersebut. Clarine sekarang permata ibu, bajingan itu biarlah. Cinta yang ibu yakini sebuah ketulusan itu, sedikit saja ada yang rusak. Clarine, jaga ibu yah. Dia merupakan mutiara yang paling indah harganya, tidak boleh kamu rusak."
"Kakak Martha memang yah… " Clarine dan ibunya tersenyum dalam dekapan itu.
"Kakak… Eh." Sanders merasa malu sendiri.
Clarine yang mendengar suara panggilan terhadap Martha akhirnya pun melepaskan pelukan, retinanya bertanya dia siapa.
"Saya berhasil Sand, nah kenalin ini Sanders. Clarine… "
Mereka bersalaman, sampai pada akhirnya Martha yang pamit duluan.
"Gimana tadi Kak di ruangan?" tanya Sanders yang kebetulan tidak bisa menenami Martha. Dia harus mengurus keperluan sekolah adiknya, di tengah-tengah jalannya sidang penggugatan tersebut. Adiknya menelpon bahwa Sanders harus ke sekolah. Akhirnya dia pun izin menyelinap ke belakang.
"Kamu dari mana aja? Lancar… Kemampuan orasinya lebih dari yang saya pikirkan ternyata. Pengacara-pengacar atau kuasa hakim zaman sekarang hanya fokus pada clien untuk mampu memenangkan saja, tanpa dipikir hal lain."
"Lah memang itukan tujuan pengacara, dan kenapa orang-orang sehingga sanggup membayar meski harga selangit…"
"Tidak seperti itu juga bambang, pengacara yang baik itu bukan melepaskan kesalahan, ataupun meliarkan kejahatan, tapi harus mampu mencari jalan ringan agar bisa selamat dari terpaan air sunga sewaktu-waktu naik ke daratan. Apalagi untuk hal kebenaran, dia harus mampu membebaskannya, sampai sebebes-bebasnya."
"Dalem banget Kak perumpamaan tentang sungainya, sampai saya pun tak paham. Hehee… "
Membelah jalanan yang nampak ramai dengan sepeda motor matic berdua, keduanya membisu setelah itu, meski ada yang mengganjal di hari Martha, ketika Sanders tak menjawab telah dari mana dia."
***