Kemudian keduanya saling berpelukan
erat. Menghela napas secara bersamaan.
"Emang nasib anak perempuan pertama
kaya kita tuh harus kuat. Bebannya berat
banget," curhat Andara.
"Apalagi kalo anak perempuan tunggal,
pengen nyerah aja gue seriusan," tambah
Athania menghela kasar. "Enek tau nggak
ngeliat deretan angka di buku matematika,
enek dituntut harus jago musik, enek
dituntut harus bisa segalanya."
Deinandara mengerucutkan bibirnya
malas. "Dikira kita serba bisa kali. Tiap hari
belajar kaya nggak ada kata istirahat."
Dalam hitungan beberapa detik, raut wajah
murung Deinandara langsung berubah
sumringah. Ia menatap Athania dengan
raut wajah seolah gadis di sampingnya itu
adalah seorang malaikat penyelamatnya.
"Untung ada lo, jadi nggak capek-capek
banget. Gue jadi bisa ngatain lo tiap gue
capek. Terus entar lo marah-marah, gue
kehibur deh," ungkap Andara dengan jujur,
yang sontak menuai delikan dari Athania.
Gadis itu mendecih, merebut paksa susu