Chapter 73 - Catur

"Impian?"

"Iya, impian."

"Nggak ada," jawab Athania cepat.

"Yakin? Beneran nggak ada?"

"Iya."

Buat apa pula ia bermimpi jika akhirnya

tak akan bisa mewujudkan mimpi tersebut.

Pada akhirnya Athania hanya akan

berujung mewujudkan mimpi yang sesuai

akan kehendak ayahnya. Impian? Athania

bahkan tak pernah sekalipun berpikir

untuk bermimpi. Dirinya terlalu jauh untuk

menggapai sebuah kata impian.

Jadi, sekadar berpikir untuk bermimpi

saja Athania tak berani, apalagi untuk

mewujudkannya nanti.

"Lo nggak berniat jadi pecatur?"

Athania menoleh dengan dahi berkerut.

"Pecatur?"

"Gue pikir itu mimpi lo. Karena selama ini

lo keliatan senang, bebas, dan menikmati

banget saat-saat main catur."

"Gue? Keliatan begitu?"

Bara mengangguk. "Tau nggak? Gue

sempat iri sama lo," tuturnya seraya

terkekeh pelan.

"Waktu kita pertama kali tanding, gue akui

gue kagum sama cara lo main catur. Nggak

keliatan ragu, nggak keliatan ngerasa berat,

nggak keliatan pusing mikirin gimana

This is the end of Part One, download Chereads app to continue:

DOWNLOAD APP FOR FREEVIEW OTHER BOOKS