Dirinya termangu menatap rumput yang basah. Pandangannya lurus ke depan, namun sorot matanya tampak kosong. Pikirannya terpaku pada perkataan teman wanitanya beberapa jam yang lalu.
"Apa yang akan kamu lakukan, An?"
"Maksudmu?" Andrea bertanya sembari menatap tajam Nia.
"Apakah kamu akan tetap melanjutkan perasaanmu, disaat kondisinya saat ini tidak stabil?" Nia menaikkan satu oktaf suaranya. Beruntunglah ruangannya ini kedap suara, sehingga tidak ada satupun orang yang dapat mendengar percakapan mereka.
"Aku akan tetap menyukainya." Andrea bersikukuh.
"Tapi, An—"
"Cukup Nia!" Andrea berseru keras. Ia memotong ucapan Nia, disaat wanita itu belum menyelesaikan ucapannya.
Andrea menatap tajam Nia. "Aku sangat berterima kasih karena kamu telah mau menjadi psikiaternya, namun ku mohon berhentilah mencampuri urusan pribadiku." tegas Andrea dengan suara dinginnya. Kakinya melangkah ke arah pintu, ketika tangannya akan membuka pintu, Nia kembali berseru.