Alana menatap lekat sebuah nomor yang tertera di layar ponselnya. Rasa ragu mulai menyapa batin, tetapi logikanya mengatakan bahwa ia harus menghubungi nomor itu. Wanita itu mengembuskan napas seraya menjauhkan ponsel dari hadapannya. Ia menopang dagu di atas meja belajarnya.
Setelah beberapa menit lalu ia menyakinkan diri untuk meminta kontak pria itu pada salah satu rekan kerjanya, kini batin dan logikanya mulai berbeda pendapat. Alana mengacak-ngacak rambutnya secara kasar. Bukankah ini adalah salah satu permainan semesta yang diberikan untuknya? Lantas mengapa batinnya bergejolak seperti ini.
Tangannya kembali menyambar ponsel yang tergeletak di atas meja. Nomor itu masih tertera di menu panggilan. Ia menghela napas kemudian mengembuskannya. Ditekannya nomor tersebut, didekatkannya ponsel ke arah telinga. Nada sambung pun terdengar.
"Halo?" Suara pria itu terdengar dari seberang sana. Alana pun menahan napas ketika mulutnya hendak terbuka.