"Dari mana?" Dia sudah berada di rumah ketika aku kembali. Wajar, jarum di dinding sudah menunjukkan pukul sepuluh lebih.
Mas Dales melihat penampilanku dari atas sampai bawah. Topi hitam dengan masker berwarna senada dan jaket tebal. Sungguh penyembunyian luka yang sangat rapat, hingga tidak ada yang mengira jika di dalamnya lebam kebiruan tampak jelas.
Aku menghela napas, lalu menarik kedua ujung bibir. "Dari cari angin, Mas. Suntuk di rumah terus."
Biasanya jika aku melembutkan nada dalam kalimat, dia akan luluh dan mengubah raut wajahnya yang semula marah, tapi kali ini tidak. Mas Dales masih marah, dan entah apa lagi yang membuat suasana hatinya kembali buruk.
"Mana uang tabungan kita?!" Dia mencengkeram erat rahangku dan menekannya.
Seketika rasa sakit kembali datang. Belum sembuh lukaku karena tamparan dan pukulannya, sekarang ditambah dengan cengkeraman di rahang.
"Sakit ... Mas." Aku mencoba melepaskan tangannya. Tapi percuma, tenaganya lebih kuat.