"Gak perlu cek darah, Teh. Aku pulang aja deh." Zika ingin bangun dari ranjang yang sejak tadi dipakai untuk berbaring.
Asna mendelik galak. "Nurut! Atau aku bilang sama bos suruh mecat kamu karena bandel."
Zika merenggut. Padahal ia tidak kenapa-napa, tapi Angga dan Asna tetap memaksanya untuk ke rumah sakit. Diinfus pula, berasa penyakitnya seserius itu.
"Tapi aku gak punya uang buat bayar ini, Teh. Kita belum gajian," Zika menatap Asna lemah.
Kalau sampai ia diminta opname, maka dapat dipastikan uang gajinya sebulan akan habis hanya untuk membayar biaya rumah sakit. Semoga saja tidak sampai rawat inap.
Angga masuk ke ruangan setelah menyelesaikan pembayaran. Ia menatap Zika yang berbaring lemas di ranjang. Hatinya tercubit, ketika menatap wajah gadisnya yang pucat.
"Apa lagi yang kamu rasakan, Zi?" tanya Angga. Ia berdiri di samping ranjang Zika.
"Hanya lemas dan pusing." Zika memijat keningnya.