Suara dering ponsel membuat Hanna terkejut. Dia melihat panggilan itu dari mamanya menatap Edgar.
"Angkat saja dan katakan pada mereka bahwa kamu baik-baik saja," kata Edgar.
Hanna mengangkat telepon itu dengan tangan gemetaran. Dia menatap Edgar dengan mata berlinang air mata.
"Bersikap seperti biasa," bisik Edgar di telinga Hanna.
Hanna berusaha menahan tangisnya. Dia mulai berbicara dengan keluarganya.
"Hanna, kamu ini bekerja di mana? Kamu berhenti saja," kata Elsa.
"Mama tenang saja. Hanna cuma mau kasih tahu kalau mulai besok aku dipindahkan ke luar kota," balas Hanna.
Hanna melihat tatapan mengerikan Edgar buru-buru berpamitan pada mamanya dan berjanji akan segera memberikan kabar lagi.
"Mama mau jemput kamu," kata Elsa.
Hanna yang hendak menjawab tidak jadi saat ponsel itu direbut oleh Edgar.
"Kenapa kamu tega sama aku?" tanya Hanna sambil menangis tersedu-sedu.
Edgar meminta Hanna tidur dan mempersiapkan dirinya untuk bertemu teman-teman dia malam ini.
"Aku tidak mau!" teriak Hanna.
"Aku akan menemani kamu di sini, jadi tidur sekarang," balas Edgar.
Hanna menolak permintaan Edgar membuat pria itu menampar Hanna dengan kencang hingga pipinya memerah.
"Ikuti semua permintaan aku dan kamu akan selamat," bisik Edgar.
Edgar menarik tubuh Hanna ke atas ranjang. Dia mendekapnya dengan erat sambil meminta perempuan itu untuk tidur.
"Hanna, aku minta kamu tidur sekarang. Jangan menatap aku seperti itu," kata Edgar menatap Hanna dengan tatapan yang sulit diartikan.
Edgar melihat ponselnya yang ada di atas menyala pertanda ada telepon masuk melepaskan Hanna perlahan. Dia melangkah keluar dari kamar itu.
"Hallo, kekasih lu itu tidak kerja lagi?" tanya Frank.
Edgar mengatakan pada Frank bahwa Hanna sekarang sudah berada di genggamannya. Dia meminta pria itu untuk tidak perlu menunggu Hanna lagi karena dia akan membuat perempuannya beradaptasi di lingkungan baru.
"Hanna itu termasuk dalam proyek kita, kenapa lu tidak info ke teman-teman yang lain?" tanya Frank.
"Itu bukan urusan gue. Terserah gue mau ngapain Hanna," jawab Edgar.
"Apa lu menyukai dia?" tanya Frank.
Edgar mengepalkan tangannya. Dia yakin kalau dia tidak mungkin menyukai Hanna dan waktu itu hanya terbawa suasana saja.
"Gue minta sama lu jangan ikut campur urusan gue," jawab Edgar dengan penekanan.
Edgar mematikan sambungan telepon itu. Dia kembali masuk ke dalam kamar.
"Kamu cantik, tapi sayang otak kamu tidak pernah dipakai," kata Edgar mengusap lembut pipi Hanna.
Edgar berbaring di samping Hanna. Perlahan mata dia mulai tertutup saat rasa kantuk mulai menyerang.
***
Kelopak mata seorang perempuan mulai bergerak saat sinar matahari mulai mengenai matanya. Dia melihat ke samping, ternyata Edgar sudah tidak ada di kamar ini.
"Syukurlah dia sudah pergi. Aku tidak pernah menyangka akan bertemu dengan seorang pria yang ternyata monster," kata Hanna.
Tidak lama pintu terbuka menampilkan seorang perempuan yang memakai baju pelahan.
"Nona, perkenalkan saya Desi. Saya mau membantu Nona untuk mandi," kata Desi.
"Tidak perlu," balas Hanna.
Desi memohon pada Hanna agar tidak memberontak. Dia tidak mau kena masalah.
"Aku tidak mau dikurung di kamar ini!" teriak Hanna.
"Tuan Edgar sudah menunggu Nona di ruang makan," kata Desi.
Hanna meminta Desi keluar dari kamar itu, tapi perempuan itu menolak dengan alasan bahwa dia tidak mau membuat Edgar marah.
"Terserah kamu mau ngapain. Aku mau mandi sendiri," kata Hanna.
Hanna memutuskan mengambil baju yang diberikan Desi. Dia melihat gaun itu sangat cantik, tapi dia merasa gaun tersebut sudah tidak berarti lagi karena Edgar tidak pernah mencintainya.
"Nona kenapa melamun?" tanya Desi menatap Hanna yang melamun.
Hanna hanya diam saja dan langsung pergi ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya.
***
Edgar yang berada di ruang makan terus melihat jam.
"Kenapa mereka lama sekali?" gumam Edgar.
Edgar mendengar suara langkah kaki yang mendekat menatap ke arah tangga. Dia melihat Hanna bersama Desi sedang menghampirinya.
"Hanna, kamu duduk dulu. Aku ingin makan bersama kamu pagi ini," kata Edgar.
Hanna berdecak saat melihat wajah Edgar yang sangat menyebalkan bagi dia.
"Hanna, duduk," perintah Edgar sambil menarik kursi untuk Hanna.
Edgar melihat Hanna tidak mau duduk mendorong perempuan itu hingga terduduk di kursi.
"Pelayan, keluarkan makanan," perintah Edgar.
Para pelayan mulai menyajikan berbagai macam jenis makanan di atas meja, tapi tidak ada yang menarik perhatian Hanna.
"Hanna, makan," perintah Edgar.
Hanna melihat tatapan tajam dari Edgar langsung mengambil sendok dan memakan makanan itu dengan ogah-ogahan.
"Hanna, makan yang benar!" teriak Edgar sambil mencengkram tangan Hanna.
Hanna disuapi oleh Edgar hingga tersedak. Pria itu melempar sendok lalu meminta pelayan untuk mengambil yang baru.
"Hanna, kamu ini susah sekali sih disuruh. Kamu sebenarnya mau apa sih?" tanya Edgar.
"Aku mau keluar dari sini!" teriak Hanna.
Tidak lama pelayan memberikan sendok pada Edgar. Pria itu langsung memaksa Hanna agar memakan makanannya.
***
Setelah mereka selesai makan, Edgar mengajak Hanna mengelilingi rumah mewah itu. Mata perempuan itu seketika membulat saat melihat banyak perempuan yang disiksa.
"Kamu harus menuruti aku kalau tidak mau jadi begitu. Mereka mendapatkan hukuman karena sudah berani memberontak," bisik Edgar di telinga Hanna.
Suara teriakan kesakitan dari para wanita makin terdengar saat mereka melewati kamar yang berada di sisi kanan dan kiri mereka membuat Hanna bergidik ngeri.
"Aku tidak mau menjadi seperti mereka. Aku mau bebas dari sini," gumam Hanna.
Edgar sesekali menatap Hanna. Dia melihat raut wajah ketakutan dari perempuan itu tersenyum puas.
"Tuan, bebaskan saya. Tubuh saya sudah tidak kuat," mohon Laila sambil berlutut di hadapan Edgar.
"Edgar, aku mohon bebaskan mereka," kata Hanna.
Edgar tidak menyahuti perkataan Hanna. Dia meminta para pengawal untuk menutup pintu supaya Hanna makin trauma.
"Kamu tidak akan pernah bisa keluar dari sini," kata Edgar.
Edgar mendorong perempuan yang berlutut di hadapannya hingga terjatuh.
"Jangan pernah memohon pada saya. Kalian sendiri yang mau berada di sini," kata Edgar.
Edgar menarik tangan Hanna. Dia meminta perempuan itu agar mengikuti langkah kakinya.
"Edgar lepaskan aku!" teriak Hanna.
Hanna hampir saja terjatuh saat Edgar menariknya, tapi untung saja pria itu berhasil menangkap dia.
"Kamu harus mengikuti aku," kata Edgar.
Hanna dibawa ke ruangan berisi para gadis yang sedang dipotong rambutnya.
"Kenapa kamu tega sama mereka?" tanya Hanna dengan mata berkaca-kaca.
"Itu semua demi keuntungan aku. Lebih baik mereka bekerja sama aku daripada mereka tergila-gila dengan pria yang tidak jelas," jawab Edgar.
"Kamu bukan seorang dewa yang berhak melakukan itu pada mereka," kata Hanna.
"Aku tidak pernah mengakui bahwa diriku adalah dewa," balas Edgar.