Pertempuran al-Qadisiyyah (bahasa Arab: مَعْرَكَة ٱلْقَادِسِيَّة; Maʿrakah al-Qādisīyah, bahasa Persia: نبرد قادسیه Nabard-e Qâdisiyeh) adalah pertempuran yang menentukan antara pasukan muslim dengan pasukan Persia pada saat periode pertama ekspansi muslim yang berakhir dengan penaklukan Islam atas seluruh Persia dan berhasil mengubah keyakinan mereka menjadi Islam sampai dengan saat ini. Pertempuran ini terjadi kurang lebih pada tahun 636 M.
Khalifah Umar ibn Khattab ra. telah menuliskan satu perintah kepada panglima perangnya Sa'ad bin Abi Waqqash pada saat hendak membuka negeri Persia yang isinya:
"
Amma ba'd. Maka aku perintahkan kepadamu dan orang-orang yang besertamu untuk selalu takwa kepada Allah dalam setiap keadaan. Karena, sesungguhnya takwa kepada Allah adalah sebaik-baik persiapan dalam menghadapi musuh dan paling hebatnya strategi dalam pertempuran.Aku perintahkan kepadamu dan orang-orang yang bersamamu agar kalian menjadi orang yang lebih kuat dalam memelihara diri dari berbuat kemaksiatan dari musuh-musuh kalian. Karena, sesungguhnya dosa pasukan lebih ditakutkan atas mereka daripada musuh-musuh mereka dan sesungguhnya kaum muslimin meraih kemenangan tidak lain adalah karena kedurhakaan musuh-musuh mereka terhadap Allah. Kalaulah bukan karena kedurhakaan musuh-musuh itu, tidaklah kaum Muslimin memiliki kekuatan karena jumlah kita tidaklah seperti jumlah mereka (jumlah mereka lebih besar) dan kekuatan pasukan kita tidaklah seperti kekuatan pasukan mereka. Karenanya, jika kita seimbang dengan musuh dalam kedurhakaan dan maksiat kepada Allah, maka mereka memiliki kelebihan di atas kita dalam kekuatannya, dan bila kita tidak menang menghadapi mereka dengan "keutamaan" kita, maka tidak mungkin kita akan mengalahkan mereka dengan kekuatan kita.
Ketahuilah bahwa kalian memiliki pengawas-pengawas (para malaikat) dari Allah. Mereka mengetahui setiap gerak-gerik kalian karenanya malulah kalian terhadap mereka. Janganlah kalian mengatakan, "Sesungguhnya musuh kita lebih buruk dari kita sehingga tidak mungkin mereka menang atas kita meskipun kita berbuat keburukan." Karena, berapa banyak kaum-kaum yang dikalahkan oleh orang-orang yang lebih buruk dari mereka. Sebagaimana orang-orang kafir Majusi telah mengalahkan Bani Israil setelah mereka melakukan perbuatan maksiat. Mintalah pertolongan kepada Allah bagi diri kalian sebagaimana kalian meminta kemenangan dari musuh-musuh kalian. Dan aku pun meminta hal itu kepada Allah bagi kami dan bagi kalian.
"
Jalannya pertempuran[sunting | sunting sumber]
Khalifah Umar bin Khattab mengirimkan pasukan muslim dalam jumlah besar ke Iraq (pada saat itu masih bagian dari Persia) di bawah pimpinan sahabat Sa'ad bin Abi Waqqash.
Mendengar pergerakan pasukan Islam ini, Kaisar Persia yang terakhir dan masih muda, Yazdegerd III (632 M. - 651 M.) memerintahkan kepada panglima perangnya Rostam Farrokhzad untuk menghadangnya. Akhirnya kedua pasukan ini bertemu di sebelah barat sungai Eufrat di desa yang bernama Al-Qadisiyyah (barat daya Hillah dan Kufah).
Pasukan muslim mengirim delegasi ke kamp pasukan Persia dengan mengajak mereka memeluk Islam atau tetap dalam keyakinan mereka tetapi dengan membayar pajak atau jizyah. Setelah tidak dicapai kesepakatan di atas, pecahlah pertempuran. Sa'ad sendiri tidak bisa memimpin langsung pasukannya dikarenakan sakit yang parah. Tetapi dia tetap memonitor jalannya pertempuran bersama deputinya Khalid bin Urfutah.
Hari pertama pertempuran berakhir dengan kemenangan di pihak Persia dan hampir saja pasukan muslim akan menemui kekalahan dengan tidak imbangnya jumlah pasukannya dengan pasukan Persia yang lebih besar. Pasukan Persia menggunakan gajah untuk memporak-porandakan barisan muslim dan ini sempat membuat kacau kavaleri muslim dan kebingungan di antara mereka bagaimana cara untuk mengalahkan gajah-gajah tersebut. Keadaan seperti ini berlangsung sampai dengan berakhirnya hari kedua pertempuran.
Memasuki hari ketiga, datanglah bala bantuan muslim dari Syria (setelah memenangkan pertempuran Yarmuk). Mereka menggunakan taktik yang cerdik untuk menakut-nakuti gajah Persia yaitu dengan memberi kostum pada kuda-kuda perang. Taktik ini menuai sukses sehingga gajah-gajah Persia ketakutan, akhirnya mereka bisa membunuh pemimpin pasukan gajah ini dan sisanya melarikan diri kebelakang menabrak dan membunuh pasukan mereka sendiri. Pasukan muslim terus menyerang sampai dengan malam hari.
Pada saat fajar hari keempat, datanglah pertolongan Allah. dengan terjadinya badai pasir yang mengarah dan menerpa pasukan Persia sehingga dengan cepat membuat lemah barisan mereka. Kesempatan emas ini dengan segera dimanfaatkan pihak muslim, menggempur bagian tengah barisan Persia dengan menghujamkan ratusan anak panah. Setelah jebolnya barisan tengah pasukan Persia, panglima perang mereka Rustam terlihat melarikan diri dengan menceburkan diri dan berenang menyeberangi sungai, tetapi hal ini diketahui oleh pasukan muslim yang dengan segera menawan dan memenggal kepalanya.
Pasukan muslim yang berhasil memenggal kepalanya adalah Hilal bin Ullafah. Setelah itu dia berteriak kepada pasukan Persia dengan mengangkat kepala Rustam: "Demi penjaga Ka'bah! Aku Hilal bin Ullafah telah membunuh Rustam!". Melihat kepala panglima perangnya ditangan pasukan muslim, pasukan Persia menjadi hancur semangatnya dan kalang kabut melarikan diri dari pertempuran. Sebagian besar pasukan Persia ini berhasil dibunuh dan hanya sebagian kecil saja yang mau memeluk agama Islam. Dari Pertempuran ini, pasukan muslim memperoleh ghanimah atau rampasan perang yang sangat banyak, termasuk perhiasan kekaisaran persia.
Setelah pertempuran ini, pasukan muslim terus mendesak masuk dengan cepat sampai dengan ibu kota Persia, Ctesiphon atau Mada'in. setelah itu mereka melanjutkan ke arah timur dan mematahkan dua kali serangan balasan dari pasukan Persia yang pada akhirnya berhasil menghancurkan kekaisaran Persia dan menjadikannya daerah muslim sampai dengan saat ini.