Sudah dua hari semenjak kejadian. Mave hanya tiduran di rumah. Sementara ibunya masih nampak murung setelah pingsan beberapa kali. Namun ia masih tetap berusaha kuat demi anak-anaknya. Jika bukan karena dia siapa lagi yang akan menjaga anak-anaknya itu.
"Nak, ayo makan dahulu," katanya membujuk Mave yang tak bergerak. Ia hanya menatap udara kosong.
Hanya satu suapan terpaksa yang masuk ke mulutnya, sebelum ibunya menyerah dan memilih keluar dari sana, ia mendapati Kai telah memotong rambutnya sangat pendek. Ketika ibunya bertanya kenapa ia melakukan hal itu, tidak lain demi bisa menjaga diri sendiri, ibu dan kakaknya. Orang-orang bilang anak perempuan tidak begitu berguna hanya menambah beban saja.
Hal itu membuat sang ibu merasakan sakit di hatinya.
Tentunya bukan dia sendiri yang memotongnya, melainkan Theodore, ia minta tolong padanya.
Ibunya hanya tersenyum sambil mengatakan kalau Kai dengan rambut pendek pun masih kelihatan cantiknya.
Sudah beberapa kali juga, teman-temannya datang silih berganti. Termasuk Wisley, Zed dan Theodore. Namun tak sekali pun ia berniat untuk sekedar keluar menyapa. Hanya mengurung diri.
Mereka pula ikut maklum bahwa kehilangan dengan cara tragis tak akan mudah untuk diobati.
Ia meminta untuk tinggal di rumah saja.
Suasana di distrik juga semakin terasa mencekam. Banyak terjadi penyerangan dan penangkapan, seakan-akan hal itu sudah direncanakan.
Pagi itu, udara mendingin, ada titik-titik embun memenuhi tanah dan dedaunan, cahaya matahari nampaknya enggan untuk keluar dari persembunyiannya.
Orang-orang semakin malas untuk keluar karena beragam ancaman.
Sementara itu Mave pun akhirnya memilih untuk keluar dari tempat persembunyiannya, ketika mendapati sang adik nampak berbeda dari biasanya.
"Kai?" Panggil Mave begitu sadar sang adik sekarang berambut pendek.
Gadis kecil itu menoleh dengan wajah santai sambil tersenyum.
"Iya Kak?" jawabnya.
"Kau kapan memotong rambutmu?" tanyanya lagi,
"Tiga hari yang lalu," ujarnya.
Kai menatap sang Kakak, tampak lusuh dengan rambut kasar dan berantakan, matanya mengelap di bagian bawah, ada lingkaran hitam di sana. Bajunya tinggi sebelah dengan beberapa tambalan pada bagiannya. Sudah beberapa hari ini juga, Kai tidak ditemani kakaknya untuk ke sungai.
"Kakak tidak mau pergi mandi?" tanya Kai. Sepertinya hal itulah yang ia butuhkan, agar badannya terasa lebih nyaman dan sehat.
"Mau ke sana juga?" sahut Mave menawarkan.
Seulas senyum tipis tercetak di wajah gadis itu. Sungguh mudah membuatnya senang. Ia pun mengganguk.
Dua kakak beradik itu keluar dari rumahnya, sang ibu hanya melihat saja. Setidaknya kalau pagi seperti sekarang keadaan terbilang aman.
Orang-orang tersenyum melihat mereka. Anak malang yang ditinggal mati sang ayah kini nampak lebih baik.
Theodore baru saja pulang dengan badan menggigil dari sungai ketika tak sengaja melewati Mave. Begitu sadar ia segera memundurkan langkahnya. Betapa riangnya ia ketika itu benar-benar Mave menyapa sang sahabat. Bukan hanya halusinasi saja.
"Hei? Bagaimana kabarmu?" tanyanya riang dengan badan gemetar. rasanya sudah tahunan lamanya ia tak melihat Mave, badan pemuda itu makin kuyu saja pikirnya.
Giginya sesekali gemeletuk. Ada sedikit kepulan asap dari napasnya ketika ia berbicara.
"Aku baik-baik saja, cepatlah pulang," kata Mave menepuk pundak temannya yang seperti tengah dilanda gempa. Lagipula sedikit aneh ketika seorang Theodore yang jarang mandi pagi tiba-tiba datang ke sana dengan cuaca yang begitu dingin. Mungkin ada sesuatu yang telah merubah temannya itu.
"Aaa, baiklah, sampai jumpa nanti," kata Theo kemudian langsung berlari ke rumah. Jika lebih lama lagi bisa-bisa badannya berubah menjadi es. Walau sebenarnya ia masih ingin berbincang. Nanti saja lah pikirnya, ia bisa sambil memanggil teman-temannya yang lain.
"Apa tidak terlalu dingin sekarang?" kata Mave pada sang adik. Kai menggeleng pelan sembari turun dari gendongan.
"Sedikit, tapi aku baik-baik saja," sahutnya riang. Melepas pakaian lalu langsung terjun ke sungai. Hanya ada sedikit orang di sana sekarang, mungkin karena faktor cuaca.
Mave mungkin belum pulih sepenuhnya, namun setidaknya kali ini ia sudah merasa lebih baik dari waktu itu.
Tak baik juga berdiam terlalu lama. Mereka butuh makan, sementara ibunya tak bekerja. Lalu makanan dari mana nanti akan ia dapatkan.
Setidaknya bukankah ia harus mencari pekerjaan.
Meski gajinya tak seberapa yang penting ia bisa tetap makan.