Sedari tadi bunyi nada dering ponsel Gio memekakkan telinga, tetapi cowok ini tidak akan dapat mendengarnya sama sekali walau memasang nada dering sekeras itu. Karena kekurangannyalah Gio selalu bisa mendapatkan keberuntungan. Seperti sekarang, karena kesal semalam Gavino terus menelponnya berkali-kali dan hanya mengucapkan 'Kata Rindu' kepada Gio. Membuat cowok wajah dingin ini kesal.
Sekarang di pagi sekali, Gavino menelpon lagi. Gio hanya melihatnya malas dan melempar ponselnya ke kasur. Gio tidak mau mendengar ocehan Gavino lagi.
Sebentar lagi mereka akan kembali memasuki dunia pendidikan. Semester baru masa kuliah akan segera dimulai. Gio akan memasuki semester 3 di Universitas Institut Teknologi Bandung, mengambil program studi astronomi. Kecintaannya akan seseorang membuat dia bertekad menjadi NASA. Perkataannya yang dulu kepada gadis yang dia sukai menjadi kenyataan. Mengambil jurusan astronomi dan dia ingin menjadi NASA, Yang 'kan menjadi seorang ilmuan luar angkasa. Bisa meneliti bintang yang sedang berkedip di hatinya.
***
Di tempat lain, seorang gadis sedang berdebat dengan orang tuanya. Alda cemberut menatap Mamanya yang terus menyuruhnya mengantar pesanan kue kepada pelanggan.
"Mama kenapa sih, nyuruh Alda terus. Mama kan bisa sewa kurir aja,"
"Dasar anak kurang ajar, kamu enggak mau ngebantu orang tua kamu? Hah!" ucap wanita yang berumur tiga puluh tahun-nan.
"Bukan gitu, Mam. Alda capek keliling kompleks terus, apalagi ini hari panas banget," keluh Alda dengan menopang kepalanya di meja makan sambil menatap Mamanya membukus pesanan kue.
Mama Alda adalah seorang penjual kue, banyak banget variasi. Mulai dari kue ulang tahun, pesta, hajatan dan makanan ringan lainnya. Mama Alda membuka kedai di rumahnya dan selalu banyak pesanan yang masuk dari tetangganya.
"Jangan ngebantah Mama, Alda. Nanti kamu enggak akan dapat uang saku lagi, sebentar lagi kuliah kamu dimulai kan," Alda tersedak saat mengunyah nasi.
"Kok Mama malah ngancam uang saku Alda, sih,"
"Makanya, buruan makan dan antar pesanan kue ini,"
"Huh, Mama selalu enggak mau ngalah," cibir Alda bangkit dan mengambil pesanan itu ke depan. Dan dia segera bersiap-siap.
Alda keluar sambil menenteng dua kotak pesanan itu dan meletakkannya ke dalam ranjang sepedanya. Beruntung sepedanya sudah diperbaiki, kalau tidak mungkin dia akan kena gampar Mamanya.
Alda tinggal berdua dengan Mamanya, Papanya sudah lama tiada. Walaupun Mamanya penjual kue, Alda sama sekali enggak pernah merasa kekurangan. Dia selalu bersyukur dan menerima semuanya.
Alda bergegas cepat, menganyuk sepedanya.
Saat Alda melewati jalanan kompleksnya dia selalu melambaikan tangan dan membunyikan klakson sepedanya. Tersenyum kepada orang-orang sesama kompleks.
"Pagi, Pak. Pagi Buk. Semoga pagi ini menyenangkan ya!" jerit Alda. Membuat suaranya tersampaikan kepada semua orang. Alda tipe gadis yang begitu ceria. Kebiasaanya selalu bersuara nyaring.
Alda terus mengayuh sepedanya dan mencari alamat yang telah Mamanya tulis di sana. Setelah tiba di sana, Alda menatap sebuah rumah putih sangat besar. Alda menatap block nomor rumah tersebut dan sama seperti alamat yang tertera. Alda membuka pagar rumah tersebut dan masuk sambil mendorong sepedanya.
"Wah, luas banget halaman rumah ini. Rumahnya juga bertingkat tinggi banget, kalau Alda punya rumah kayak begini bakal seneng banget. Pasti orang yang punya rumah kaya banget," seru Alda memutarkan bola matanya ke segala arah dan berhenti tepat di halaman depan. Alda tersadar dan mengambil kotak kue pesanan tersebut. Menekan bel beberapa kali, tapi tak ada sahutan.
"Ih, kemana sih orangnya. Pada budek apa ya, udah ditekan bel berkali-kali juga," gerutu Alda dan terus menekankan bel. Alda berjalan ke arah samping, dan mendongakkan kepalanya. Betapa terkejutnya saat Alda melihat seorang cowok sedang memainkan gitar. Cowok itu membelakangi Alda, dengan hanya menampakkan gitarnya yang menyembul.
Kebahagiaan Alda menjadi dua kali lipat. Yang pertama karena cowok itu memainkan gitar begitu lembut dan suara nyanyiaannya membuat jantung Alda berdetak kencang. Alda tersenyum girang sembari memegang dadanya yang berdentum.
"Ya ampun, kenapa Alda begini ya Allah. Kemarin ketemu pujuaan hati, Kak Rama. Sekarang? Alda bisa ngelihat langsung cowok yang sedang main gitar. Biasanya kan, Alda Cuma ngehalu pas baca novel. Uwuw, jadi gemes tau suaranya lembut banget. Tapi, Alda enggak bisa lihat wajah cowok itu. Eh tunggu, Alda kan mau nganteri pesanan rumah ini. Jadi ... Alda bisa dong sekalian cuci mata. Hihihi," ucap Alda gemas sambil cekikikan di depan rumah itu.
Alda meletakkan kotak kue pesanan itu, dan berlari kecil mengambil tote bagnya di keranjang sepedanya. Alda menatap dirinya di cermin kecil dan merapikan rambutnya. Menyemrotkan minyak wangi supaya tambah cantik. Alda selalu membawa alat kosmetiknya kemana pun dia pergi.
Alda pun mendekat ke arah cowok itu, yang sedang duduk di bangku besi. Alda tersenyum riang sembari merapikan penampilannya. Tiba di belakang cowok itu, Alda bingung harus memanggil cowok ini dengan sebutan apa. Alda berbalik arah dan membelakangi cowok ini sambil berpikir sejenak dan bergumam dalam hati.
"Alda harus panggil apa? Hmmm, apa ya. Hai Kak, aku Alda. Aku tinggal di kompleks mawar dan Ibuku penjual kue. Aku ke sini mau nganterin pesanan rumah ini. Ih, norak banget anjir. Gimana kalau ini. Pagi, Kak. Ah, itu terlalu singkat. Atau ini aja? Maaf, Kak apa betul ini rumahnya Ibu Filicia yang memesan dua kotak kue. Ya ampun, lebay banget Alda!" gumam Alda dalam hati.
Tanpa sadar, cowok ini bangkit dan hendak masuk. Tetapi, langkahnya terhenti saat melihat seorang gadis berdiri sambil tubuhnya bergerak tak karuan. Cowok ini mengernyitkan dahinya, kenapa seorang gadis bisa masuk ke perkarangan rumahnya.
"Woi! Lo siapa? Ngapain lo masuk ke rumah gue tanpa izin. Lo mau maling ya!"
Alda tersadar saat suara keras itu memanggil dirinya. Seketika, matanya melotot dan Alda enggak tau harus ngomong apa. Akhirnya, Alda pun berbalik sambil menunduk.
"Maaf, Kak. Tadi, aku bunyiin bel enggak ada yang keluar. Aku cuma mau nganterin pesanan rumah ini doang kok, enggak lebih. Aku bukan maling, Kak. Jangan main tuduh dong," ucap Alda panjang lebar dengan mata terpejam, dan kedua tangannya menjulur ke depan dan menyerahkan dua kotak kue tersebut.
Cowok itu pun terdiam dan menatap kedua kotak kue tersebut, pandangannya terhalangi saat hendak menatap wajah gadis itu. Tubuhnya yang terlalu pendek membuat cowok ini kesusahan. Cowok ini pun mengambil kedua kotak tersebut dan matanya seketika melotot.
"Lo?" terka mereka bersamaan.
Tak bisa dipungkiri, mereka bertemu lagi di tempat yang salah. Gio tersenyum licik menatap gadis yang ada di depannya.
"Ternyata lo berani juga ya nginjak kaki pendek lo ke rumah gue? Selamat datang di kandang Cancer,"
"Maksud lo apa? Apa kandang, ini kan rumah. Lo bodoh ya, enggak bisa bedain kandang sama rumah. Dasar cowok aneh,"
"Lo udah berani sama gue? Dan lo berani-beraninya masuk ke rumah gue tanpa izin!"
"Eh, jangan asal ngomong ya. Gue enggak tau kalau ini rumah lo, gue cuma sekedar nganter pesanan doang kok. Kalau gue tau ini rumah lo, gua enggak bakal ke sini."
"Ya ampun, baru tadi aja Alda muji ini cowok. Taunya si cowok sok kegantengan ini. Bener-bener, sial!" gerutu Alda dalam hati.
"Alah, bilang aja lo enggak bisa berhenti lihat kegantengan gue. Makanya lo nyari gue dan pura-pura segala. Cewek kayak lo ini bukan tipe gue tau enggak, jadi jangan berharap terlalu banyak," tutur Gio sambil menompang kedua tangan. Alda terkejut saat Gio mengatakan hal itu.
"Lo kepedean banget, sih. Siapa juga yang suka sama lo, cowok kayak lo ini cuma bisa buat gue sial tau enggak. Lo enggak lihat diri lo, lo enggak ngaca? Gantengan juga Nanon, Chimon, Bright, Gun, Tawan! Lo apa? Lo cuma ganteng KW. Dasar Oplas!"
"Lo bisa enggak jangan ngomong dengan nada kayak begitu, enggak sakit apa tenggorokan lo. Gue kasian aja sama lo, udah pendek, rambut di kuncir, sama mata lo yang melotot kalau ngomong. Kondisi-in sendikit bisa kan, ini rumah gue."
"Lo yang nyari ribut duluan sama gue. Terserah gue dong, gue cuma membela diri dari makhluk oplas kayak lo. Bisa-bisa gue ditipu lagi,"
"Lo udah berani masuk ke rumah gue dan berani-beraninya ngatain gue! Lo pikir setelah ini lo bakal tenang, hah! Minta maaf sama gue karena lo udah ngajak ribut,"
"Apaaan minta maaf? Lo pikir lo enggak salah?"
"Eh, sumpah ya gue ketemu sama lo bikin emosi aja. Sana lo pergi!"
"Enak aja, bayar dulu dong!"
"Bayar lo bilang, jadi uang yang kemarin gue kasih belum cukup! Lo mau meras gue, bisa gue laporin lo ya,"
"Kalau ngomong itu dijaga, gue minta bayar pesanan kue lo! Bukan meras, dasar oplas!"
"Bisa enggak lo berhenti manggil gue oplas, nama gue Gio. Awas aja lo ganti-ganti, bisa-bisa gue buat hidup lo sengsara," ucap Gio kesal sambil merogoh sakunya dan menyerahkan dua lembar uang seratus ribu. Alda pun langsung mengambilnya cepat, menatap sinis ke Gio. Alda pun pergi, tetapi langkahnya terhenti saat Gio menarik lengannya.
"Nama lo siapa?"
"Ngapain lo nanya nama gue?"
"Bisa enggak lo bersikap sopan, gue udah ngomong yang lembut tadi. Lo itu cewek, harusnya sikap lo lebih lembut dari cowok,"
"Mau lo ngomong lembut apa kagak gue enggak peduli. Ini kepribadian gue jadi lo jangan ikut campur. Lo cuma oplas, yang mungkin bakal nipu gue lagi," Gio membuang napas kasar, harus bersikap seperti apa lagi menghadapi gadis berisik ini.
"Oke. Terserah lo mau ngomong apa, gue bakal bikin hidup lo sengsara karena berani ngusik gue. Lihat aja, setelah ini lo enggak akan bisa tidur nyenyak. Udah salah nyolot lagi,"
Alda hanya mengejek Gio dengan uluran lidah, membuat Gio ingin menerkam gadis ini. Gio pun masuk dengan perasaan kesal, sambil meletakkan kotak kue itu dengan paksa.
"Sumpah, ya. Baru kali ini gue lihat cewek se-norak dia. Udah tubuh pendek, rambutnya dikuncir kuda, ngomongnya nyolot. Untung gue enggak bisa dengar teriakan dia, kalau enggak bisa-bisa kuping gue panas dengar dia ngegas mulu," gerutu Gio sambil masuk ke dalam kamarnya.
♋♋♋♋♋
Alda tiba di rumah dengan muka cemberut, membuat Mama Alda menatapnya aneh. Morie, nama Mama Alda. Morie berjalan keluar dari tokonya, berjalan mendekat ke arah Alda yang sedang memarkirkan sepedanya.
"Kamu kenapa Alda?" tanya Morie. Alda pun mendekat ke arah Mamanya yang sedang berdiri di depan toko.
"Alda kesal, Ma. Mama sih, ngapain nyuruh anterin pesanannya ke rumah itu. Bikin Alda kesel. Pertama, dia udah ngerusakin sepeda Alda, dan tadi dia malah nyolot terus ngancem Alda segala lagi. Coba aja Alda tau kalau itu rumah si cowok oplas itu, Alda enggak akan nganterin itu pesanan!" ungkap Alda panjang lebar dengan menggoyang-goyangkan tangannya ke samping.
"Apa? Sepeda kamu rusak?" Alda baru sadar atas perkataannya. Alda tersenyum kecil sembari memeluk lengan Mamanya manja. Karena takut Mamanya marah besar.
"Ah, enggak, Ma. Sepeda Alda baik-baik aja kok, noh buktinya sepeda Alda masih bisa jalan,"
"Terus, tadi apa kamu bilang sepeda kamu rusak,"
"Mama salah dengar kali,"
"Ya udah, sana mandi dan belajar. Besok kuliah dimulai,"
"Iya, Ma," Alda dengan cepat berlari kecil masuk ke dalam.
***
Gio berjalan santai memasuki mini market, dengan kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku jaket. Setelah turun dari mobil, Gio langsung berjalan cepat. Tiba di dalam, Gio mengelilingi mengitari rak parfum. Melihat-lihat dan mencari parfum biasa yang dia gunakan.
Di tempat lain, Alda sedang memarkirkan sepeda berwarna pinknya itu di samping mini market. Dengan selalu membawa tote bag, dia menjadi ribet sendiri. Merapikan kedua ramputnya yang dikuncir, dia langsung masuk ke dalam mini market sambil tersenyum kepada petugas di sana, dan membungkukkan badannya pelan.