Aldi menghentikan niatnya untuk berdiri. Ia kembali duduk di tempatnya dan menunggu apa yang selanjutnya Salsha katakan.
Salsha menunduk, ia tak sanggup menatap wajah Aldi sekarang, "Aku tahu aku salah, Ald. Tapi semua yang kamu pikirin tentang aku itu salah."
Salsha menunggu Aldi untuk berbicara, menolak ucapannya itu, tapi Aldi hanya diam dan tak merespon apapun. Membuat Salsha kembali melanjutkan ucapannya, "Aku nggak ada hubungan apa-apa sama dia. Dia cuma teman aku waktu Smp dulu. Aku cuma sayangnya sama kamu, Ald."
"Bullshit," potong aldi. "Kalo lo bicara sama gue. Harusnya lo lihat gue, bukan nunduk kayak gitu!" bentak Aldi.
Salsh terkejut dengan suara bentakan Aldi tersebut. Untuk kesekian kalinya ia kembali di bentak. Salsha sudah tak bisa lagi menahan airmata yang sedari tadi mendesak ingin keluar. Airmata itu keluar tanpa bisa Salsha cegah.
Dengan segera Salsha menghapus airmatanya, ia tak mau Aldi menyebutnya sebagai cewek yang hanya menghandalkan airmata untuk bisa mendapatkan maaf. Salsha bulan orang yang seperti itu.
"Kenapa kamu jadi kayak gini, Ald? Apa kesalahan aku begitu fatal?" tanya Salsha dengan suara paraunya.
Namun, semakin di coba menghentikan tangis itu, airmata Salsha semakin deras keluar, "Aku udah jelasin semua sama kamu. Aku sama Galang nggak ada hubungan apa-apa. Tapi kenapa kamu susah buat percaya sama aku."
Aldi menghapus wajahnya, tampak gusar. Melihat Salsha seperti ini membuatnya merasa kasihan, bagaimana pun Aldi masih mencintai Salsha. Salsha yang selalu menerima kekurangannya.
Salsha sudah tak bisa menahan tangisan yang semakin deras keluar, tangisan itu berubah menjadi erangan kesakitan. Ia menutup wajahnya dengan kedua tangannya.
Aldi mendekati Salsha dan duduk di samping gadis itu. Munafik jika Aldi sudah tidak mencintai Salsha. Gadis itu masih melekat di hatinya.
Aldi meraih tangan Salsha yang menutupi wajahnya. Dengan segera, Aldi membawa Salsha kedalam pelukannya. Aldi mengusap lembut punggung Salsha. Sesekali ia juga mencium puncak kepala gadis itu.
Salsha yang sangat merindukan pelukan itu pun memeluk Aldi dengan erat. Kepalanya ia tenggelamkan di dada bidang lelaki itu. Salsha menangis sejadi-jadinya. Meluapkan rasa sedih yang selama ini ia tahan.
"Maafin aku, Sha. Aku udah jahat sama kamu," ujar Aldi sembari mengusap rambut Salsha.
"Sakit, Ald. Sakit saat kamu mutusin aku, sakit saat kamu bentak aku."
Aldi melepaskan pelukannya, ia menangkup kedua pipi Salsha dengan kedua tangannya. Perlahan, Aldi mencium kening Salsha, berlanjut ke pipi sebelah kanan dan kiri, hidung Salsha dan terakhir bibir Salsha. Aldi mencium, mengecap dan mengulum bibir gadis itu dengan sangat lembut. Seolah menyalurkan hasratnya yang sudah beberapa hari ini ia simpan.
Salsha yang awalnya diam saja kini pun membalas ciuman Aldi itu, ia membuka mulutnya untuk memperdalam ciumannya.
Keduanya larut dalam kenikmatan itu.
Beberapa saat kemudian, Aldi melepaskan ciumannya. Sembari tersenyum, lelaki itu mengusap rambut Salsha, "Maafin aku, yaa. Kita baikan sekarang. Lupain semua kejadian yang kemaren."
Salsha mengangguk malu. Ia sangat menyukai ciuman Aldi. Salsha menenggelamkan lagi kepalanya di dada Aldi, sembari mengangguk, Salsha menjawab, "Jangan bentak aku lagi ya."
"Iyaa sayang. Nggak bakal aku ulangi kesalahan itu lagi." Aldi mencium puncak kepala Salsha dengan lembut.
Di pelukan Aldi, Salsha tersenyum. Akhirnya hubungan dengan Aldi baik-baik saja. Salsha sangat menyayangi Aldi, dan ia akan melakukan segala cara apapaun demi bisa berbaikan dengan Aldi.
*****
Pendapat yang mengatakan jika Aldi menjauhi Tiara saat ia sudah berbaikan dengan Salsha nyatanya salah besar. Pagi ini Aldi menjemput Tiara kerumah gadis itu dan membatalkan menjemput Salsha, kekasihnya.
"Hari ini lo cantik banget," kata Aldi saat Tiara keluar dari pagar rumahnya.
Tiara tersenyum malu-malu, ia menonjok lengan Aldi pelan, "Apaan sih lo. Ngombal mulu."
"Nggak-nggak. Gue serius, kok. Lo cantik banget." Tangan Aldi tak tinggal diam, ia mengacak rambut Tiara.
Tiara mendengus, "Malah di berantakin kan rambut gue. Gimana, sih?"
"Gimana pun lo tetap cantik, kok. Tenang aja." Aldi mencubit hidung Tiara. "Yuk, naik."
Tiara mengangguk, ia mulai menaiki motor Aldi. Tanpa ragu, Tiara memeluk pinggang Aldi dan wajahnya bersender di punggung Aldi, "Nggak papa kan kalo gue meluk lo gini?"
"Nggak papa kok. Gue kan udah bebas sekarang."
Aldi membawa motornya dengan kecepatan pelan. Bermaksud berlama-lama agar ia tak berpapasan di dengan Salsha di parkiran. Aldi masih menyayangi Salsha dan tak ingin hubungannya dengan Salsha hancur begitu saja. Tapi tak bisa di pungkiri juga jika ia mulai tertarik dengan Tiara.
Hampir setengah jam di perjalanan, akhirnya Aldi dan Tiara sampai di parkiran. Untunglah suasana di parkiran tampak sepi, Aldi bisa bernafas lega. Untuk saat ini ia masih aman dari Salsha.
Tiara turun dari motor Aldi, begitupun Aldi langsung turun dari motornya. Lelaki itu bersandar di jok keretanya itu.
"Makasih udah jemput gue tadi."
Aldi tersenyum, "Bilang makasihnya boleh dong dengan lo mau gue ajak makan siang nanti."
Mata Tiara berbinar, tanpa berpikir lebih lama lagi, ia mengangguk, " Mau, gue mau kok. Mau banget malahan."
Aldi tertawa dalam hati, begitu mudah mendapatkan Tiara. Dan ia akan terus mengejar gadis itu sampai Tiara mau jadi pacarnya. Pacar keduanya.
"Yaudah nanti kita ketemu disini lagi pas pulang sekolah."
Tanpa mereka berdua sadari, Andirah melihat kemesraan keduanya. Andirah tersenyum, ia tahu jika Aldi sebenarnya amat mencintai Salsha. Dan ia akan menjadikan Tiara sebagai senjatanya untuk bisa mendapatkan Aldi.
*****
"Jadi lo udah balikan gitu sama Aldi?"
Salsha yang sedang menulis catatan di bukunya mengangguk antuasias. Ia masih terbawa suasana tadi malam saat Aldi menciumnya, "Ya gitu deh."
Amanda memandang aneh Salsha, ia memasukkan kripik kedalam mulutnya, "Lo nggak bosan gitu balikan putus balikan putus gitu mulu sama Aldi?"
Salsha menghentikan kegitaannya, ia menatap Amanda lekat-lekat kemudian terkekeh, "Sayangnya gue nggak bosan, tuh."
Amanda menggerutu kesal, ia ingin menoyor kepala Salsha tapi ia urungkan, "Aneh tau nggak lo berdua. Sama-sama saling cinta tapi lo selalu merasa tersakiti. Aldi yang selalu nyakitin lo dan lo yang selalu ikhlas menerima dia."
Salsha menghela nafasnya, "Bukannya cinta itu saling melengkapi?"
"Tapi nggak gitu juga, lah." Amanda menggeleng tanda tak setuju, "Dia yang selalu nyakitin lo, dan lo yang selalu maafin dia. Itu nggak melengkapi namanya, tapi itu bodoh."
"Gue sayang sama dia, Man. Sayang banget. Gue nggak mau hubungan gue putus percuma gitu aja."
"Sampai kapan? Sampai lo ngerasa benar-benar menderita? Sampe lo ngerasa trauma sama cowok?" Amanda menghembuskan nafasnya, "Tapi terserah lo sih. Lo tahu mana yang terbaik buat lo."
Salsha mengangguk, ia menepuk lengan Amanda. Gue tahu apa maksud lo. Tapi gue juga nggak bisa lepasin Aldi saat gue benar-benar sama sama dia."
Salsha menutup buku catatannya, "Gue nyari Aldi dulu, gue kangen sama dia."
Amanda hanya mengangguk. Ia sadar posisinya, bagaimanapun Salsha yang menjalani hubungannya dengan Aldi. Amanda tak bisa berkata apa-apa. Tapi memang benar, terlalu mencintai bisa membuat seseorang menjadi bodoh.