Amanda sendiri hanya terkekeh melihat sikap kedua sahabatnya itu. Lelaki yang berbaju ijo yang di kagumi sahabatnya itu adalah Bryan, tetangganya. Itulah yang menyebabkan Amanda terkekeh.
Amanda menatap Salsha yang malah melamun sembari mengetuk-ngetuk jarinya di meja. Amanda menyenggol lengan Salsha, "Kenapa?"
Salsha hanya tersenyum lemah menjawab pertanyaan dari Amanda. Ia memikirkan Aldi. Entahlah, Salsha merasa ia sangat merindukan lelaki itu dan ingin segera menemuinya.
"Nggak pengen lihat si baju itu? Ganteng lo kata Bella," goda Amanda.
Salsha diam kemudian menggeleng lemah. Setelah mengetahui ada sosok Aldi di dunia ini, Salsha seolah sudah tak peduli dengan keadaan sekitarnya, ia tak peduli dengan lelaki lain lagi. Hanya Aldi, cukup Aldi dan tetap Aldi.
Amanda terkekeh, "Tapi cowok itu ganteng loh, sesekali ngelirik cowok lain nggak papa kali, Sha. Si Aldi juga belum tentu setia sama lo. Manatau aja dia suka godain cewek lain," pancing Amanda. Ia ingin melihat bagaimana respon Salsha.
Salsha langsung saja menggeleng tegas, ia tak suka saat ada orang lain yang menghina kekasihnya. "Aldi nggak gitu orangnya. Aldi pasti setia sama gue."
Amanda tersenyum miring, "Terlalu percaya sama orang juga nggak baik, Sha. Bisa bikin lo terlihat bodoh."
Salsha kembali diam tak menanggapi ocehan Amanda. Ia memainkan ponselnya dan mengirimi beberapa pesan kepada Aldi, lelakinya.
Sementara Amanda kembali menoleh kepada kedua sahabatnya yang masih saja berbinar menatap Bryan.
"Kalian suka sama cowok yang pake baju ijo?" Amanda sedikit berbisik, "Namanya Bryan."
Sontak saja Bella dan Clara menatap ke arah Amanda dengan pandangan menyelidik, "LO KENAL?" teriak mereka berdua.
*****
Tiara mengganteng tangan Aldi mesra, lelaki itu bahkan tak menolak membuat Tiara merasa senang. Aldi menuntun jalannya menuju sebuah cafe yang di tengah-tengah mall. Cafe itu adalah cafe yang banyak di kunjungi oleh siswa-siswi di sekolah lain. Tempat favorit anak-anak esema.
Aldi sendiri tentu saja sering datang ke tempat itu, bergabung dengan teman dari sekolah lain. Baru saja ia berniat membuka pintu cafe itu, Aldi melihat Salsha dan para entek-enteknya sedang berada di cafe itu.
Aldi mengepalkan tangannya. Nafasnya naik turun menahan amarah. Bisa-bisanya Salsha berbohong kepadanya. Tadi gadis itu mengatakan jika ia langsung pulang kerumah, memangnya cafe ini rumahnya?
Aldi berpikir, apa selama ini Salsha sering bepergian dengan para dayang-dayangnya di belakang Aldi? Lihat saja, Aldi pasti akan membalas yang lebih dari itu.
"Jadi makan 'kan? Ayoo dong masuk?" ajak Tiara. Ia menarik Aldi untuk memasuki cafe itu.
Tapi Aldi hanya diam, ia masih terus saja menatap Salsha. Tangannya terkepal, ingin rasanya ia membawa Salsha keluar dari cafe itu. Tapi Aldi masih waras, tak mungkin ia melakukan itu di depan Tiara.. Bisa-bisa Aldi gagal mendapatkannya.
"Nggak jadi makan disini!" ujar Aldi tegas. Ia berbalik dan menarik Tiara pergi dari sana.
Tiara merasa sakit saat Aldi menarik tangannya. Dengan perasaan sedikit kesal Tiara menghempaskan tangan Aldi dari tangannya.
"Sakit, Ald!" kesal Tiara. Ia mengusap tangannya yang tampak memerah karena pegangan Aldi yang cukup kuat, "Lagian lo kenapa, sih? Aneh banget!"
Aldi menatap tangan Tiara dengan datar, "Terserah, deh. Lo pulang duluan bisa? Gue lagi malas!"
"Apa?" Tiara membelalakkan matanya, "Seriusan aja lo? Masa lo batalin makan siang kita dan mau ninggalin gue gitu aja?"
Aldi hanya menghendikkan bahunya acuh. Moodnya benar-benar hancur saat melihat Salsha ada di cafe itu. Salsha sudah berani berbohong satu kali dan bisa saja masih ada kebohongan-kebohongannya yang lain.
Aldi berbalik, ia mulai melangkahkan kakinya untuk pergi meninggalkan Tiara tak peduli dengan suara gadis itu yang meneriaki namanya.
*****
Aldi melemparkan tasnya ke sembarang arah. Pikirannya sedang kacau kali ini. Bisa-bisanya Salsha membohonginya seperti itu. Aldi membuka seragam sekolah yang masih menempelkan di badannya. Ia juga melemparkan baju itu ke sembarang arah. Ponselnya yang sedari tadi berdering pun tak ia hiraukan. Aldi tahu itu pasti telfon dari Salsha.
Mengingat nama gadis itu membuat Aldi semakin emosi. Gadis itu telah membohonginya. Tangan Aldi mengepal, jika Salsha bisa melakukan itu padanya, Aldi akan membalasnya dua kali lipat. Aldi tak pernah main-main dengan ucapannya.
Karena terlalu bising mendengar suara deringan ponselnya itu, Aldi meraih ponsel itu dari dalam tas dan menekan tombol hijau di sudut ponsel itu.
Aldi menempelkan ponsel tersebut ke telinganya, "Berhenti nelfon gue anjing! Setan lo!"
Tanpa menunggu respon dari Salsga lagi, ia mematikan telfon itu dan melemparkan ke kasur. Aldi ingin menjernihkan pikirannya dengan sedikit 'minum'
Hanya perlu setengah jam bagi Aldi untuk bersiap-siap. Lelaki itu langsung saja menjalankan motornya ke bar yang berada tak jauh dari rumahnya. Ia butuh pelampiasan emosi saat ini.
Aldi mulai memasuki bar itu. Aroma menyengat dari minuman keras pun mulai tercium. Suara musik yang memekakkan telinga menemani langkahnya menuju meja bartender.
Aldi melihat banyak pasangan yang sedang berpelukan atau bahkan berciuman dengan mesranya. Aldi bergidik, ia belum pernah sampai ke batas itu. Aldi kesini hanya untuk menghilangkan rasa penatnya dengan minum minuman keras.
Aldi sampai di meja bartender dengan segera ia memesan satu botol besar winksy. Pelayan bartender itu sendiri sudah tahu apa minuman kesukaan Aldi. Lelaki itu memang sering datang kesini.
"Ngapain lo kesini?"
Aldi merasa ada seseorang yang menepuk bahunya, Aldi berbalik dan menemukan Bastian berada di belakangnya.
Aldi hanya diam. Ia menuangkan winsky ke dalam gelas kecil dan mulai menyesapnya sampai habis. Dan sampai disitu, Aldi mulai mengulanginya lagi.
"Kenapa lo?" ulang Bastian lagi. Ia memesan winsky yang sama dengan Aldi, "Bukannya Salsha udah larang lo buat datang kesini?"
"Berisik lo!" ucap Aldi tajam.
Bukannya marah dengan ucapan Aldi itu, Bastian malah terkekeh. Ia menyesal winskynya itu kemudian kembali menatap Aldi, "Gue tahu, sih. Lo lagi marahan 'kan sama dia?
"Makin lama lo makin berisik! Daripada lo urusin hubungan gue, mending urusin hubungan lo sama Jeje!"
Bastian hanya menghendikkan bahunya, ia mengedarkan pandangannya kesegala penjuru bar. Matanya mulai gatal untuk melihat gadis-gadis sexy yang berpakaian minim.
Sedangkan Aldi hanya menatap ke bawah. Ia sama sekali tak tergoda untuk sekedar menatap para gadis itu apalagi 'memakainya'. Aldi nakal, tapi nakalnya masih di batasi.
"Ald, lo nggak tergoda apa ngelihat cewek-cewek disini?" Bastian kembali bising lagi. Membuat kepala Aldi rasanya mau pecah.
Aldi memberikan selembar uang seratusan dan tanpa mengatakan apapun, ia pergi meninggalkan Bastian. Menurutnya, memutuskan menenangkan pikirannya di bar ini adalah cara yang salah. Bukannya tenang, Aldi malah makin merasa kacau.