Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Old TypeWriter

🇮🇩Luekai_Prameswari
--
chs / week
--
NOT RATINGS
4.5k
Views
Synopsis
Ambar—gadis 18 tahun, yang hidup di masa peperangan. Ia sangat suka menuangkan ide pada mesin ketik tuanya. Ini adalah cerita dari seorang gadis, yang dulu menjadi budak nafsu syahwat.
VIEW MORE

Chapter 1 - Satu

"Lepaskan! Apa yang kau lakukan?! Kau, tidak tahu siapa Ayahku?!"

Tentara Jepang itu menjorokkan Ambar. Hingga, ia terjatuh pada tumpukan jerami.

"Ayahmu? Hah! Masa bodoh dengan itu!"

"Kenapa kau lakukan ini padaku?! Apa salahku?!"

Mata Ambar memerah karena kesal. Kedua tangannya, di ikat ke belakang.

"Kau, masih bertanya? Apa salahmu? Selembar kertas, yang di temukan di atas mesin ketik mu itu adalah bukti pembelotan! Kau, ini melawan kami! Kau, ingin mengusir kami!"

"Itu fitnah! Ada seseorang yang menjebak ku! Aku tidak mungkin melakukan hal itu!"

"Kau pikir aku akan percaya? Hanya kau satu-satunya, yang memiliki mesin ketik di desa ini! Di tambah! Risman—Ayahmu adalah orang yang berani mencuri senjata kami."

"Apa? Tidak. Ayahku, tidak mungkin melakukan hal itu!"

Tentara Jepang yang fasih berbahasa Indonesia itu mendengus. Kemudian, mengatakan pada rekannya untuk membawa tahanan lain masuk ke dalam.

Dua tentara lain keluar. Dan, kembali bersama Riswan serta istrinya : Ibu Ambar. Kedua tangan mereka juga terikat. Mereka di paksa untuk berlutut.

"Bu! Pak!" pekik Ambar. Mengerutkan dahi.

"Sekarang, lihatlah, Risman. Akibat perbuatan mu— anak gadis mu satu-satunya akan merasakan akibatnya!"

Tentara Jepang itu menyeringai. Melepaskan sabuk celananya. Sembari berjalan mendekati Ambar, yang menggelengkan kepala, berulang kali.

"Tidak. Jangan lakukan itu! TIDAK!"

Yogyakarta, 19 April 2017

Seorang Wanita dengan wajah teduh serta kulit hitam manis, khas orang pribumi, tengah duduk menyilangkan kaki dengan anggun. Sehingga memperlihatkan sepasang heels berwarna peach yang ia beli beberapa bulan yang lalu. Jemarinya saling terkunci satu sama lain, yang ia letakkan di atas lutut. Meskipun, keriputnya telah terbentuk sempurna, namun ia tetap terlihat cantik dengan dress bermotif bunga, juga mengenakan syal tipis abu-abu sebagai pemanisnya. Cahaya mentari sore menyelinap dibalik tirai yang menari gemulai, tepat di belakang wanita tersebut. Bak wanita tersohor yang disorot oleh lampu kamera. Tapi kenyataannya memang wanita itu tersohor. Terbukti dari sebuah kamera yang berdiri beberapa langkah di depannya. Dan seorang laki-laki yang duduk di samping kamera dengan sebuah catatan di genggamannya. Sementara kru yang lain duduk di lantai, beberapa langkah di samping kanan mereka berdua. Seolah siap menyaksikan sesi wawancara yang sepertinya terlihat menarik.

Laki-laki yang dikenal sebagai host fenomenal di Indonesia itu, mengedarkan pandangan pada ruangan yang memiliki luas setengah dari lapangan sepak bola, sebelum memulai wawancara. Tata ruang yang menarik menurut laki-laki yang memiliki wajah peranakan tersebut. Sebenarnya tidak ada yang spesial dari ruangan tersebut. Hanya terdapat deretan rak buku yang tingginya mencapai langit-langit ruangan. Hampir memenuhi setengah dari ruangan tersebut. Dan tepat dibelakang laki-laki berdarah Indonesia-Jepang itu. Beberapa penghargaan juga terpasang di sudut ruangan. Berdiri saling berdampingan, dalam lemari kaca. Juga, beberapa lukisan tua yang terlihat klasik, menyebar di beberapa titik tembok. Namun, ada satu benda yang membuat perhatian laki-laki tersebut tersita. Sebuah mesin ketik tua, yang masih terlihat sangat mulus dan bagus. Sudah jelas, wanita itu merawatnya dengan baik. Bagaimana tidak? mesin ketik yang duduk di atas meja berwarna coklat kayu itu mungkin memiliki usia yang jauh lebih tua darinya. Seakan tak ingin rasa penasaran terus berputar di kepalanya, Akio, nama laki-laki itu, segera bertanya kepada sang pemilik benda antik tersebut.

"Jika saya boleh tahu, berapa usia mesin ketik itu?"

Wanita paruh baya itu tersenyum kecil seraya menatap mesin ketik yang berada beberapa langkah di kirinya. Selalu mendesah panjang, ketika memandang mesin ketik tua itu. Seolah banyak memori yang tersimpan di dalamnya.

"Lebih dari umur saya," jawabnya.

"Jika saya bisa menebak—kurang lebih 94 tahun?"

Tawa renyah keluar dari wanita yang dikenal sebagai penulis paling berpengaruh di Indonesia. Ya, dia adalah penulis wanita yang telah berkarya lebih dari separuh umurnya. Memulai menulis ketika berumur 18 tahun. Telah banyak karya yang ia ciptakan lewat mesin ketik tua tersebut. Bahkan di era modern ini, terkadang ia masih menggunakan benda antik itu untuk menuangkan segala imajinasinya. Pernah seorang fans yang terkenal sebagai pengusaha sukses di dunia menawarkan harga yang sangat tinggi untuk membeli mesin ketik itu. Dan ia menolaknya tanpa ada sedikit pun keraguan. Dia bisa saja mendadak menjadi penulis terkaya. Namun, ia tak dapat menjual semua kenangan dan kejadian yang tersimpan rapi dalam tuts mesin ketik itu. Karena itu adalah pemberian dari Risman, ayahnya. Dia tak mungkin dapat membiarkan mesin ketik itu jauh dari pandangannya. Karena hanya itulah satu-satunya cara agar ia terus mengingat sosok sang ayah.

Meskipun karya semua karya yang ia tulis selalu mendapat gelar best seller— tapi, ia tak pernah berhenti untuk berimajinasi. Dan membiarkan seluruh orang untuk ikut menikmati tulisannya. Terlebih saat sebuah karya yang ia gadang sebagai masterpiece dari seluruh novelnya, sukses menarik pasar lokal hingga dunia. Ia pun semakin tersohor dengan novel miliknya yang ia beri judul Old Type Writer. Oleh sebab itu, kini ia berada dalam sesi wawancara oleh sebuah stasiun televisi dalam sebuah program yang mengangkat cerita dari seseorang paling berpengaruh di Indonesia. Mungkin karena judul yang telah membuat orang menjadi penasaran, juga kata-kata yang bergaya santai nyaris eksentrik yang terdapat dalam novel tersebut, hingga membuat novel tersebut laku keras di toko-toko buku terkenal. Dan naik cetak beratus-ratus kali. Alur cerita yang menarik dan segar menurut para pembaca. Dimana konflik juga penyelesaian yang dianggap memuaskan serta tepat dengan pemikiran pecinta novel yang bergenre Drama namun dibumbui dengan sedikit peperangan, hingga membuat kisah cinta dua insan yang dibatasi oleh jembatan para pemimpin diktator terlihat sangat menyayat hati.

"Entah.. saya lebih nyaman saat menulis menggunakan mesin ketik itu."

"Mungkin lebih tepatnya, benda itu adalah harga diri Anda," canda Akio.

Sekali lagi tawa renyah wanita itu terdengar.

"Mungkin bisa dikatakan seperti itu."

"Saya sangat merasa terhormat, dapat memimpin wawancara bersama Anda."

"Saya lebih tersanjung, Anda masih tertarik dengan wanita tua seperti saya," sahutnya, disertai senyum ringan.

"Kalau boleh jujur, saya adalah salah satu penggemar novel yang kali ini akan kita bedah," katanya, seraya mengangkat novel yang sejak tadi di pangkuannya.

"Oh, sekali lagi Anda membuat saya tersanjung. Terima kasih."

Akio pun tersenyum sebelum melanjutkan percakapan.

"Old Type Writer, katanya. Romansa yang sangat indah sebenarnya. Saya sangat tertarik dengan karakter Kane Yamamoto disini. Darimana Anda mendapatkan inspirasi hebat ini?"

"Pengalaman pribadi."

"Oh, benarkah? Jadi, ini adalah kisah nyata?"

"Benar."

"Siapa yang memiliki kisah ini, kalau saya boleh tahu?"

Wanita itu menatap kedua tangan yang kulitnya telah menua untuk sesaat. Sepersekian detik kemudian ia mengangkat wajahnya, lalu menatap Akio dengan senyum tulus.

"Saya. Itu—adalah kisah nyata saya ketika menjadi korban penjajahan Jepang waktu itu."