"Tolong! Veri!" teriak Anna. Bisa-bisanya ia sampai dikurung hingga ditahan Nam Taemin seperti ini. Tindakan yang akan ia laporkan pada kekasihnya supaya Nam Taemin mendapat pelajaran yang setimpal sebab mendekapnya dari belakang.
"Veri!" teriak Anna. Ia sesegukan sembari mencoba melepaskan diri dari kungkungan orang gila tersebut. Anna tidak tahu apa-apa, namun dari sekian teriakan yang ia lakukan. Tidak ada satupun temannya yang mencoba untuk menghampiri padahal ruangan mereka bersebelahan.
"Ve—" teriakan Anna berhenti tatkala derit pintu yang menampakan presensi Guru Dinda membuat Nam Taemin melepaskan rengkuhannya. Begitupun dengan Annastasia yang terengah sebab gurunya masih berada di sini, padahal seharusnya semua guru harus pulang.
"Kenapa aku harus turun tangan?" tanya guru Dinda.
"Tenaganya kuat sekali ketika dia menjadi Hugom!" ucap Nam Taemin sewot. Ia tidak mau ditatap remeh oleh guru Dinda yang menghela napas sabar.
Padahal Nam Taemin sudah meminta maaf sebab takut kelepasan seperti tadi menghentakkan tubuh Anna ke tembok. Jadinya ia hanya menggunakan sebagian tenaganya hanya untuk menahan Annastasia.
"Ada apa ini?" tanya Pak Steven. Anna berkedip bingung sebab Ayahnya juga memasuki ruangan.
"Ayah ketemu Veri?" tanya Anna. Pak Steven malah mengedarkan pandangan pada ruangan tersebut. Menatap anaknya bergiliran dengan menatap Nam Taemin tidak yakin.
"Kita bicara di rumah Nak," ucapnya. Pak Steven kemudian lekas berlalu, di mana guru Dinda pun mengacungkan lengannya agar Anna tenang sebab mereka tidak bisa berbicara secara leluasa. Anna kemudian menggulirkan pandangan pada Nam Taemin yang masih mencoba menetralkan napasnya.
"Jelaskan padaku!"
"Kau tidak dengar? Kata Ayahmu?" sahut Nam Taemin. Ia menutup pintu sebentar setelah sejemang menyembulkan kepalanya keluar dan memeriksa tidak ada yang mendengar. Menjulurkan lengan pada Annastasia yang malah terpaku diam.
"Kau pikir kita sedang main-main di sini Anna— ssi?" lontarnya serius. Anna lantas menerima uluran lengan Nam Taemin. Setidaknya, Ayahnya tahu bahwa ia barusan bersama dengan Nam Taemin.
Bila ia hilang ataupun tertelan gurita besar, setidaknya pak Steven akan membuat Nam Taemin menjadi tersangka utama.
"Nawa hamkkeisseo," ucap Nam Taemin.
*Nawa hamkkeisseo (Tetap bersamaku)*
Annastasia tidak mengerti saat Nam Taemin membawanya pergi malah masuk ke gedung MIPA. Mengedarkan pandangan ke sekeliling. Bahkan sesekali menekan pundaknya agar Annastasia merapat pada tembok.
"Kita ngapain?" tanya Anna. Nam Taemin menggulirkan pandangan pada Anna yang nampak resah namun tidak tahu kenapa ia harus cemas sampai membuat Nam Taemin menyeringgai sebab Annastasia terlihat lucu karena ikut-ikutan waswas.
"Humchida."
*Humchida (Mencuri)*
Anna lantas menghentikan langkahnya saat mereka hampir saja menuju perpustakaan kemudian sebelahnya lagi merupakan gedung untuk para guru serta pengurus OSIS, termasuk markas besar Veri.
"Aku serius Nam Taemin!" Namun Nam Taemin malah mendongak tatkala ia mendengar suara beberapa orang tengah berbincang. Ia kemudian menyeret Annastasia untuk bersembunyi di belakang tong sampah yang ada di bawah tangga samping gedung.
"Hallo bos, kita sudah mengikuti mobil Nam Taemin. Mereka berhenti di sebuah mall," lapornya. Annastasia mengernyit untuk Nam Taemin yang memang sudah merencanakan semuanya. Apalagi memperbolehkan Minho memakai mobil yang ia rawat— hadiah dari almarhum Ibunya.
Antek-antek Veri mengatakan secara mendetail mall yang Anna kunjungi. Mereka kemudian menelpon orang yang tengah mengikuti Anna itu untuk berpulang sebab bosnya akan menyusul mereka.
"Kita sekolah tapi kayak kerja yah?" ungkap salah satu temannya.
"Iyalah, enak juga dapat bayaran. Lumayan buat rokok," sahutnya. Mereka semua melanjutkan perjalanan menuju markas besar.
Di mana Anna yang tengah membekap mulutnya sendiri itu berkeringat— tidak mengerti. Ia menggulirkan pandangan pada Nam Taemin yang masih menatapnya.
"Ini berbahaya, kita tidak seharusnya main-main dengan Veri," ucap Anna. Nam Taemin meraih kembali lengan Anna. Mengenggamnya kuat supaya wanita itu lebih berani seperti tadi.
"Kita juga tidak bisa membiarkan ini terus berlangsung Anna— ssi. Hari ini kau dipeluk, bagaimana bila esoknya minta dikecup? Esoknya lagi mungkin saja memintamu membuka baju? Atau... Segseu?"
*Segseu artinya berhubungan badan*
Annastasia mengacungkan lengannya sebab perkataan Nam Taemin sungguh sangat tidak cocok untuk anak SMA. Mengayunkan cepat sampai spontan Nam Taemin menahannya saat Anna akan menampar.
"Kita membicarakan realita dan kemungkinan Anna— ssi, mungkin saja itu terjadi sebelum kau bisa keluar dari sini... Kau sendiri yang tahu dengan jelas, bahwa Veri memang hanya orang gila yang terobsesi pada orang lugu sepertimu," ucapnya.
Nam Taemin yang tengah menahan pergerakan lengan Anna itu mencoba meyakinkan lewat monolit coklat yang ia hantarkan.
"Kau tidak perlu ikut campur dengan permasalahan hidupku Nam Taemin."
"Memangnya siapa yang mau ikut campur Anna— ssi? Kau pikir aku mau melakukanya bila bukan karena kau adalah tiketku untuk lebih cepat bersama Kim Minji... Jadi bekerja samalah, kita sama-sama untung walau dalam sebuah resiko besar bila melakukan kesalahan," jelas Nam Taemin.
Ia menepis lengan Anna. Mengedarkan pandangan hingga mengambil langkah besar. Misi yang Guru Dinda berikan adalah mengambil kunci cadangan yang berada di dalam markas Veri.
Memang sesuatu yang mendebarkan bagi Nam Taemin sebab ia membawa seorang wanita lugu sebagai tameng pengalihan terbesar yang mereka miliki.
"Tetap di sam—" Perkataan Nam Taemin terpotong tatkala ia menjulurkan lengan, namun tidak ada siapapun yang mengikutinya.
"Astaga... Dia wanita yang sulit!" gerutu Nam Taemin. Ia kembali menyusul Annastasia yang malah bengong sembari merunduk menatap pijakan.
"Ya! Tarawa!" bentak Nam Taemin.
*Tarawa (Ikuti)*
"Naega wae?" sahut Anna.
*Naega wae (Kenapa aku?)*
Nam Taemin mengusap wajahnya. Anna memang bukan wanita yang mau diajak pada suatu tujuan yang tidak jelas. Namun kemunculan Ayahnya tadi sudah seharusnya membuat Anna yakin, bahwa ia ada di jalan yang sudah seharusnya ia tempuh dari dulu. Semenjak menerima kekacuan yang Veri buat.
"Bukannya kau yang ingin bertemu Kim Minji kamu? Kenapa aku harus ikut mengambil resiko. Kau membahayakan teman-temanku hanya untuk tujuanmu Nam Taemin," ucap Anna.
Yang perlu ia lakukan hanyalah berbicara dengan Ayahnya saja. Meminta penjelasan kenapa ia harus ikut campur, kenapa pula ia harus membantu Nam Taehyung yang hanya merupakan orang baru, namun sudah akan menimbulkan kekacauan.
"Ah aku sudah lelah," ucap Nam Taemin. Harus mengatakan apa ia pada Annastasia yang terlalu banyak berpikir kritis. Menilik arloji yang masih menunjukan pukul empat sore.
Nam Taemin menelpon yang lain bahwa ia akan mengambil saat malam saja. Menarik Annastasia menuju tempat yang tidak ada CCTV–nya.
"Kemana lagi?"
"Atap," sahut Nam Taemin. Anna mencoba untuk mengikuti langkah besar Nam Taemin yang terburu-buru namun tetap waspada tersebut.
"Aku... Memang melakukannya hanya agar cepat bertemu Kim Minji. Namun sulit juga, bila misiku adalah membantu orang yang tidak mau keluar kandang," jelas Nam Taemin.
Selama tiga hari ini, ia berkeliaran di sekolah hanya untuk menjelajah setiap koridor dan wilayah yang terbengkalai kemudian memang jarang di lalui siswa.
Anna saja sampai mengedarkan pandangan— ganar. Sebab selama ia bersekolah di sini, belum pernah menginjakan kaki ke wilayah atas gedung MIPA.
Isinya memang sedikit mengerikan, apalagi terdapat banyak puntung rokok serta botol alkohol dan lem.
"I– ini... Sekolahku?"
Bersambung...