Disana langsung menolong mereka berdua. Untungnya Raiden dan Selena tidak apa-apa, hanya baju mereka yang kotor karena debu.
"Hati-hati mas kalau lewat jalan sini banyak lubang!" Ucap salah satu warga disana.
"Iya pak, terima kasih udah nolongin." Raiden mengangguk sopan pada bapak-bapak yang telah menolong mereka.
Raiden segera menyalakan kembali motornya dan Selena juga cepat naik karena malu dilihat banyak warga. "Yuk jalan!" ucapnya setengah berbisik.
"Mari pak." Raiden dan Selena berpamitan pada para bapak-bapak yang ada disana.
Baru saja dua hari yang lalu Selena jatuh dari motor, sekarang harus terjatuh lagi. Walaupun tidak seberapa tapi tetap saja rasa malu dilihat banyak orang tadi juga menyiksanya.
Raiden juga merasa bersalah pada Selena, karenanya Selena harus ikut terjatuh tadi. "Selena aku minta maaf ya? Gara-gara bercanda malah motornya oleng."
"Iya nggak apa-apa, lagian juga bukan sepenuhnya salah kamu kok."
Mereka memutuskan untuk pulang karena sudah puas berjalan-jalan malam ini. Didepan gerbang sudah ada Thora yang berdiri layaknya seorang satpam kompleks. "Udah malem baru pulang."
Raiden memarkirkan motornya lebih dulu dan meletakkan helmnya. "Jangan marah-marah terus bro nanti Lo cepet tua! Tadi cuma keliling kampung sebentar kok."
Thora melihat mereka berdua layaknya seorang bapak yang memergoki anak perempuannya jalan dengan cowok lain. "Selena, Lo tahu kan aturan jam malam?"
Selena yang ditanya mengangguk, "Iya tau."
"Ini udah telat 5 menit, besok jangan diulangi!" dengan tegas Thora menasihati Selena. Padahal umur mereka tidak jauh berbeda, tapi sekarang Selena lebih mirip seperti anak perempuannya.
"Ya elah baru juga 5 menit, kalau aja tadi nggak terjadi kecelakaan pasti kita juga telat waktu kok. Kasih kompensasi dong!" Raiden membantah ucapan Thora dengan gaya bicara khasnya.
"Kagak ada kompensasi, udah masuk! Gerbangnya mau gue tutup, Lo pulang! Cowok nggak boleh datang di jam 9 malam." Thora benar-benar akan menutup pintu gerbang tapi langsung dicegah Raiden.
"Eh bentar dulu lah, motor gue kan masih disini. Lo mau gue tinggal disini semalem?"
"Ogah banget, Lo kalau tidur ngorok."
Raiden memukul lengan Thora, "Enak aja kalau ngomong kayak pernah tidur sama gue aja."
Selena yang menyaksikan pertengkaran itu merasa bosan, dia sudah terbiasa melihat hal itu jadi tidak menarik lagi baginya. Selena hendak kembali ke kamarnya tapi di panggil lebih dulu oleh Raiden. "Selena aku minta maaf ya?"
"Iya nggak apa-apa." Selena meninggalkan mereka berdua yang masih beradu argumen dilantai bawah.
Setelah sampai kamar Selena langsung membersihkan tempat tidurnya dan menggosok gigi. Setelahnya dia baru berusaha untuk tidur.
Sekarang pun masih tetap sulit untuk tertidur. Selena masih saja kepikiran dengan semua hal yang membuatnya sakit hati. Dia terus memejamkan matanya walaupun tidak bisa tidur sekalipun, setidaknya dia sudah berusaha walau matanya tetap menolak.
Akhirnya Selena memasang headset di telinganya agar mengalihkan perhatiannya, benar saja musik itu cukup membantunya. Selena bisa menciptakan imajinasi dari lagu yang terputar di ponselnya.
Beruntungnya kosan ini punya WiFi jadi untuk anak kos hal ini sangat berguna, contohnya sekarang Selena streaming MP3 tanpa takut kehabisan kuota.
Sedangkan diluar dua cowok tadi masih bersama, tapi tidak lagi bertengkar. Mereka duduk di pelataran rumah Thora dengan segelas kopi hitam dimeja.
Mereka banyak terdiam dan hanya memnadangi langit yang tampak mulai gelap. Thora yang merasa bosan akhirnya membuka percakapan lebih dulu. "Lo kapan pulang ke rumah?"
Raiden mengendikkan bahunya, "Enggak tau kapan-kapan deh kalau mau. Lo sendiri gimana? Mau sampai kapan Lo nggak pulang?"
"Lo nggak lihat ini rumah gue? Rumah mana lagi yang Lo maksud?"
"Maksudnya ya rumah yang ada nyokap, bokap dan keluarga."
Thora tertawa mendengar ucapan Raiden. Menurutnya itu hak yang sangat lucu karena Raiden sendiri juga melakukan hal yang sama dengannya. "Lo tuh kalau ngomong kayak paling bener deh, padahal juga sama aja. Lo kapan juga pulang ke rumah yang ada keluarga?"
"Gue kemarin baru pulang kok."
"Ngapain? Ambil makanan, atau uang jajan?" Thora agak tidak percaya dengan omongan Raiden, pasalnya Raiden juga paling anti untuk kembali ke rumahnya.
"Minta jodoh dirumah." Raiden menjawabnya dengan asal.
"Yah bercandaan Lo nggak lucu deh garing, coba besok belajar ngelawak lagi!"
Thora mendapat pelototan tajam dari Raiden, padahal tadi niatnya memang tidak ingin melawak. Kata tadi asal muncul darinya tanpa pikir panjang. "Gue kagak lagi ngelawak dodol, masa Lo nggak bisa bedain muka bercanda gue?"
Thora menatap Raiden lebih dekat, "Bener Rai ternyata gue nggak bisa bedain muka lawak Lo."
Raiden mendorong wajah Thora agar menjauh darinya. "Lo jangan aneh-aneh deh, gue baru aja jatuh dari motor itu ya dikasih apa gitu pijat atau urut juga boleh."
"Ogah banget gue bukan babu apalagi tukang pijat dodol, tuh didepan ada tukang urut kalau mau. Lagian naik motor nggak hati-hati sih, untung aja anak orang nggak terluka. Kalau aja tadi Selena terluka bakal lebih kacau lagi dong urusannya."
"Bisa nggak sih nggak usah bikin orang parno? Gue juga tau tadi salah, tapi namanya juga musibah siapa yang tahu. Motor gue juga jadi ikutan lecet deh."
Motor milik Raiden ini adalah motor yang lumayan antik, dia mendapatkannya dari dealer khusus barang antik. Melihat motornya yang tergores seperti ini tentu akan merusak hati Raiden, pasti juga biaya perawatannya nanti akan bertambah besar.
Berbeda dengan Raiden yang sedang sedih melihat motor kesayangannya terluka, Thora justru menikmati kopi hangatnya sambil melihat bintang yang terlihat tinggal sedikit. "Udah mending Lo minum tuh kopi niat nggak galau!" Thora menyodorkan kopi milik Raiden.
Dengan suasana hati yang tengah kacau segelas kopi cukup membantu Raiden berfikir lebih baik. "Lo pinter juga bikin kopinya bro."
"Lho ya pasti, gue udah belajar buat kopi langsung sama Batista terkenal."
"Ah gaya Lo barista, ngopi didepan teras doang begini ngaku Batista." Raiden dengan puas menertawakan Thora yang sepertinya agak sebal dengannya.
Sedangkan Thora membiarkan Raiden berbuat sesukanya, setelah diberi nasihat dia malah memakinya. "Lo kalau mau nginep disini silahkan, kayaknya bentar lagi mau hujan."
Raiden ikut menatap langit, ternyata benar kata Thora. Langit mulai mendung dan para bintang juga sudah tidak lagi nampak. Kesiur angin semakin membuat para awan berkumpul menjadi mendung yang hitam yang sepertinya akan sangat lebat.
"Yuk masuk!" Thora mengajak Raiden agar segara masuk ke rumahnya sebelum hujan benar-benar turun.